Awas! 6 Kebiasaan Ini Diam-Diam Bikin Otak Jadi Lemot
Waspada! Tanpa disadari, kebiasaan sehari-hari ini bisa jadi "musuh" otak Anda. Ilmuwan menemukan beberapa perilaku yang diam-diam dapat menurunkan kinerja otak. Apa saja yang perlu diperhatikan?
Awas! 6 Kebiasaan Ini Bikin Otak Jadi Lemot
1. Kurang Tidur: Lebih dari Sekadar Lelah
Sering dianggap remeh, kurang tidur ternyata punya dampak besar bagi otak. Menurut data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sepertiga orang dewasa kurang tidur, tidak mencapai ideal tujuh hingga delapan jam semalam. Penelitian dalam jurnal Sleep, Desember 2018, menunjukkan kurang tidur bisa menurunkan fungsi kognitif, seperti memori, kemampuan berpikir, dan memecahkan masalah.
"Kurang tidur itu seperti memaksakan mesin bekerja terus-menerus tanpa istirahat. Otak butuh waktu untuk memulihkan diri dan memproses informasi," ujar Dr. Amanda Sari, seorang neurolog dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional.
Solusinya? Ubah rutinitas tidur secara bertahap. "Paksa diri untuk tidur satu jam lebih awal dari biasanya, meski sulit di awal. Ini akan membantu mengurangi kebiasaan begadang, memberi otak waktu istirahat ekstra," saran Dr. Budi Santoso, ahli kesehatan tidur. Ciptakan juga rutinitas tidur yang konsisten, misalnya, matikan gawai satu jam sebelum tidur dan buat kamar senyaman mungkin.
2. Kurang Bersosialisasi: Lebih dari Sekadar Kesepian
Kesepian dan minimnya interaksi sosial bukan hanya masalah perasaan, tetapi juga berisiko bagi otak. Penelitian mengaitkan kesepian dengan risiko depresi dan Alzheimer. Studi dalam The Journals of Gerontology: Seri B, Juli 2021, menemukan bahwa orang yang kurang aktif bersosialisasi mengalami penyusutan materi abu-abu otak, lapisan luar yang penting dalam memproses informasi.
"Interaksi sosial menstimulasi otak dan menjaga koneksi antar sel saraf. Kurangnya stimulasi ini bisa mempercepat penurunan kognitif," jelas Prof. Lina Wijaya, sosiolog dari Universitas Indonesia.
Solusinya? Bangun dan pelihara hubungan sosial. Berinteraksilah dengan keluarga, teman, atau bergabung dengan komunitas sesuai minat. "Carilah interaksi yang bermakna dan merangsang mental. Pilihlah orang-orang yang Anda sayangi dan peduli pada Anda," saran Prof. Wijaya. Bahkan obrolan singkat dengan tetangga atau menelepon teman bisa bermanfaat bagi otak.
3. Terlalu Banyak Duduk: "Membunuh" Otak Perlahan
Gaya hidup kurang gerak (sedenter) ternyata berdampak pada fungsi otak. Studi tahun 2018 dalam PLOS One menemukan bahwa duduk terlalu lama berkaitan dengan perubahan pada lobus temporal medial (MTL), bagian otak yang penting untuk memori. Penipisan MTL, menurut peneliti, bisa menjadi tanda awal penurunan kognitif dan demensia.
"Duduk terlalu lama mengurangi aliran darah ke otak dan memicu peradangan, yang keduanya bisa merusak sel-sel otak," jelas Dr. Antonius, ahli fisiologi dari Institut Olahraga Indonesia.
Solusinya? Lawan kebiasaan duduk lama dengan bergerak setiap 15-30 menit. "Aktif bergerak. Berjalanlah di sekitar rumah atau jalan cepat di lingkungan sekitar," saran Dr. Antonius. Gunakan meja berdiri (standing desk) saat bekerja atau lakukan peregangan ringan secara berkala.
4. Minuman Manis: "Bom" Gula untuk Otak
Konsumsi minuman manis berlebihan berbahaya bagi kesehatan otak. Sebuah studi kecil tahun 2023 menemukan bahwa orang yang paling banyak mengonsumsi gula memiliki risiko dua kali lipat terkena demensia dibanding yang paling sedikit. Minuman manis, yang seringkali mengandung sirup jagung tinggi fruktosa (HFCS), dapat meningkatkan risiko diabetes, penyakit jantung, dan gigi berlubang, yang semuanya berdampak negatif pada otak.
"Kadar gula darah tinggi bisa merusak pembuluh darah di otak dan menyebabkan peradangan, mengganggu fungsi kognitif," jelas Dr. Kartika Dewi, ahli gizi klinis.
Solusinya? Kurangi konsumsi minuman manis dengan kesadaran dan pengendalian diri. Hindari soda, minuman olahraga, dan jus buah kemasan. Pilih air putih, teh tanpa gula, atau infused water sebagai alternatif. "Kurangi konsumsi minuman manis secara bertahap. Mulailah dengan mengganti soda dengan soda diet, lalu perlahan beralih ke air putih," saran Dr. Dewi.
5. Makanan Ultra-Proses: Nutrisi Minim, Dampak Maksimal
Makanan ultra-proses, kaya akan gula tambahan, lemak, natrium, dan pengawet, dapat merusak otak. Penelitian menunjukkan, konsumsi lebih dari 19,9% total kalori harian dari makanan ultra-proses selama 8 tahun meningkatkan risiko gangguan fungsi eksekutif dan kemampuan berpikir. Makanan ultra-proses juga meningkatkan peradangan sistemik dan mengurangi ukuran hipokampus serta total volume materi abu-abu di otak, yang berkaitan dengan pemikiran, ingatan, dan emosi. Contohnya: keripik, permen, sosis, nugget ayam, mie instan, dan makanan siap saji.
"Makanan ultra-proses kekurangan nutrisi penting yang dibutuhkan otak untuk berfungsi dengan baik. Bahan tambahan dalam makanan ini juga bisa merusak sel-sel otak," jelas Dr. Ratih Kumala, ahli gizi masyarakat.
Solusinya? Ubah pola makan secara signifikan. Fokus pada makanan utuh yang kaya nutrisi: buah, sayuran, biji-bijian, dan protein tanpa lemak. "Biasakan memasak sendiri di rumah, agar Anda bisa mengontrol bahan-bahan yang digunakan dan menghindari bahan tambahan berbahaya," saran Dr. Kumala. Baca label makanan dengan cermat dan hindari produk dengan daftar bahan yang panjang dan sulit diucapkan.
6. Stres Kronis: "Pembunuh" Sel Otak
Stres kronis bisa merusak kesehatan otak. Stres berat dapat membunuh sel-sel otak dan menyusutkan korteks prefrontal, area yang bertanggung jawab atas memori dan pembelajaran. Pemicu stres, seperti kecemasan, harapan berlebihan, hingga membandingkan diri dengan orang lain, dapat memperburuk kondisi ini.
"Stres kronis memicu pelepasan hormon kortisol berlebihan, yang bisa merusak sel-sel otak dan mengganggu komunikasi antar sel saraf," jelas Dr. Herman Susilo, psikiater.
Solusinya? Kelola stres kronis dengan strategi komprehensif. Latih sikap fleksibel dengan reaksi yang tepat terhadap situasi yang menantang. "Saat merasa akan marah atau kecewa, tarik napas dalam-dalam. Ingatkan diri bahwa tidak semua harus sesuai keinginan kita. Cobalah untuk menerima apa yang ada," saran Dr. Susilo. Teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, dan olahraga dapat membantu menurunkan tingkat stres. Cari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional untuk mendapatkan manfaat yang signifikan.
Menjaga kesehatan otak adalah investasi jangka panjang. Dengan menyadari dan mengatasi kebiasaan buruk di atas, kita dapat meningkatkan kualitas hidup dan mencegah penurunan kognitif di masa depan.