Bahlil S3 di SKSG UI, Kok Bisa Ganti Nama Jurusan?

Table of Contents
Bahlil S3 di SKSG UI, Kok Bisa Ganti Nama Jurusan?


Polemik seputar disertasi Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang tengah menempuh pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia (UI), terus bergulir. Kasus ini semakin menarik perhatian publik seiring dengan perubahan nama jurusan tempat Bahlil belajar. Berikut ulasan mendalam mengenai penggabungan sekolah pascasarjana di UI, perubahan nama jurusan, serta perkembangan terkini dari kasus disertasi yang melibatkan Bahlil.

Bergabungnya SKSG dan SIL UI: Lahirnya SPPB

Latar Belakang di Balik Penggabungan

Pada 22 Oktober 2025, UI secara resmi mengumumkan penggabungan Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) dan Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL). Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi besar universitas untuk meningkatkan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta perumusan kebijakan yang fokus pada keberlanjutan.

Penggabungan ini bukan sekadar urusan administrasi. Lebih dari itu, ini adalah respons terhadap kebutuhan untuk menyatukan berbagai disiplin ilmu. SKSG, yang fokus pada kajian strategis dan isu-isu global, dinilai memiliki sinergi yang kuat dengan SIL yang ahli dalam isu-isu lingkungan. Diharapkan, kolaborasi ini akan menghasilkan pendekatan yang lebih komprehensif dalam menyelesaikan berbagai masalah kompleks terkait pembangunan berkelanjutan.

SPPB: Era Baru Ilmu Keberlanjutan di UI

Dengan diresmikannya penggabungan SKSG dan SIL menjadi Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan (SPPB), atau Graduate School of Sustainable Development (GSSD), UI memasuki era baru dalam pengembangan ilmu keberlanjutan. "Sebagai upaya memperkuat peran Universitas Indonesia dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kebijakan berbasis keberlanjutan, UI resmi menggabungkan Sekolah Ilmu Lingkungan dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global menjadi Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan," bunyi pernyataan resmi UI melalui akun media sosialnya.

Tujuan utama dari penggabungan ini adalah menciptakan pusat studi yang lebih kokoh dan terintegrasi di bidang pembangunan berkelanjutan. SPPB diharapkan mampu melahirkan lulusan yang memiliki pemahaman mendalam tentang keterkaitan antara isu lingkungan, sosial, dan ekonomi, serta mampu menawarkan solusi inovatif untuk tantangan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, penggabungan ini juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing UI, baik di tingkat nasional maupun internasional, dalam hal riset dan pendidikan terkait pembangunan berkelanjutan.

Perkembangan Terkini Kasus Disertasi Bahlil Lahadalia

Polemik Dugaan Pelanggaran Etik

Polemik dugaan pelanggaran etik yang melibatkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, seorang mahasiswa S3 di SKSG UI, terus menjadi sorotan. Kasus ini dinilai bukan hanya masalah akademik semata, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang lebih luas. Dugaan pelanggaran etik ini berpusat pada disertasi Bahlil yang dianggap memiliki kaitan dengan kepentingan bisnis di sektor pertambangan.

Temuan Dewan Guru Besar UI: Potensi Konflik Kepentingan

Dewan Guru Besar (DGB) UI melakukan investigasi mendalam terkait dugaan konflik kepentingan dalam disertasi Bahlil. Hasilnya menunjukkan adanya potensi konflik kepentingan antara promotor disertasi Bahlil, Chandra Wijaya, yang juga seorang pemegang saham di perusahaan tambang, dengan Bahlil sebagai mahasiswa bimbingan yang menjabat sebagai Menteri ESDM. Situasi ini memunculkan pertanyaan tentang independensi dan objektivitas dalam proses pembimbingan dan penilaian disertasi.

"Temuan DGB UI mengindikasikan adanya potensi konflik kepentingan yang perlu ditindaklanjuti lebih lanjut," ujar seorang anggota DGB UI yang memilih untuk tidak disebutkan namanya. Ia menambahkan, integritas akademik harus dijunjung tinggi dan segala bentuk konflik kepentingan harus dihindari.

PTUN Batalkan Sanksi Administratif

Kasus ini kemudian berlanjut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam Putusan PTUN No 190/G/2025/PTUN.JKT, PTUN membatalkan sanksi administratif yang sebelumnya dijatuhkan oleh Rektor UI kepada promotor dan ko-promotor disertasi Bahlil, yaitu Prof. Chandra Wijaya dan Athor Subroto, PhD. Sanksi administratif tersebut tercantum dalam Keputusan Rektor UI Nomor 473/SK/R/UI/2025 tertanggal 7 Maret 2025, yang mencakup pemberhentian Chandra Wijaya sebagai promotor Bahlil serta larangan mengajar dan membimbing mahasiswa baru selama 3 tahun.

Putusan PTUN ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sanksi administratif yang dijatuhkan oleh Rektor UI tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan melanggar asas-asas hukum administrasi yang baik. PTUN juga menilai bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan adanya pelanggaran etik yang dilakukan oleh Chandra Wijaya dan Athor Subroto dalam proses pembimbingan disertasi Bahlil.

UI Ajukan Banding Atas Putusan PTUN

Menanggapi putusan PTUN tersebut, Universitas Indonesia mengajukan banding. Langkah ini menunjukkan komitmen UI untuk menegakkan integritas akademik dan menjaga reputasi universitas. "Universitas Indonesia menghormati putusan PTUN, namun kami merasa perlu mengajukan banding untuk mendapatkan kepastian hukum dan memastikan bahwa semua proses telah sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata juru bicara UI dalam keterangan pers.

Proses banding ini akan menjadi babak baru dalam kasus ini. Publik menanti perkembangan selanjutnya dengan harapan kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan adil, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip integritas akademik dan hukum yang berlaku.

Kasus ini menjadi pengingat bagi seluruh institusi pendidikan tinggi di Indonesia untuk selalu menjaga integritas akademik dan menghindari segala bentuk konflik kepentingan. Diharapkan, kejadian ini dapat menjadi pelajaran berharga dan mendorong perbaikan sistem pendidikan tinggi di Indonesia agar lebih baik lagi di masa depan.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.