Smartphone dan Kesehatan Mental Anak, Batas Usia Penggunaan yang Aman?

Table of Contents
Smartphone dan Kesehatan Mental Anak, Batas Usia Penggunaan yang Aman?


Smartphone sudah jadi sahabat sehari-hari, bahkan untuk anak-anak. Tapi, muncul pertanyaan penting: amankah anak-anak menggunakan smartphone terlalu dini? Kekhawatiran akan dampaknya pada kesehatan mental anak-anak semakin meningkat. Kapan usia yang tepat bagi mereka untuk mulai menggunakan smartphone? Mari kita simak hasil penelitian dan upaya pembatasan penggunaan smartphone yang sudah diterapkan di beberapa negara.

Smartphone di Usia Dini: Apa Dampaknya Bagi Kesehatan Mental?

Penggunaan smartphone di kalangan anak-anak usia muda memicu perdebatan seru. Para ahli di bidang psikologi anak dan perkembangan saraf (neurodevelopment) menyoroti potensi efek negatif dari paparan layar yang berlebihan, terutama pada anak-anak di bawah usia 13 tahun.

Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Human Development and Capabilities mengungkapkan adanya hubungan antara usia pertama kali seorang anak memiliki smartphone dengan kondisi kesehatan mentalnya di kemudian hari. Studi ini menemukan bahwa orang dewasa berusia 18-24 tahun yang pertama kali menggunakan smartphone pada usia 13 tahun atau lebih muda cenderung mengalami masalah kesehatan mental yang lebih signifikan. Beberapa masalah tersebut meliputi peningkatan agresi, perasaan terasing, kesulitan mengontrol emosi, dan rendahnya harga diri.

"Penggunaan smartphone di usia dini bisa mengganggu perkembangan otak anak, terutama dalam hal kemampuan sosial dan emosional," jelas Dr. Amelia Sari, seorang psikolog anak di Jakarta. "Anak-anak yang terlalu banyak terpapar layar cenderung kurang berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitar, sehingga menghambat perkembangan keterampilan sosial mereka."

Data penelitian juga menunjukkan adanya kaitan antara kepemilikan smartphone di usia dini dengan risiko perundungan online (cyberbullying), gangguan tidur, dan kualitas hubungan keluarga yang buruk di masa depan. Anak-anak yang lebih awal punya akses ke smartphone lebih rentan menjadi korban atau pelaku cyberbullying, yang bisa berdampak buruk pada kesehatan mental mereka. Gangguan tidur juga menjadi masalah umum bagi anak-anak yang sering menggunakan smartphone sebelum tidur.

Temuan Lebih Detail Tentang Dampak Smartphone di Usia Dini

Studi yang sama juga memaparkan beberapa temuan spesifik terkait dampak penggunaan smartphone di usia dini:

Gejala spesifik yang paling kuat terkait dengan kepemilikan smartphone* di usia dini mencakup pikiran untuk bunuh diri, agresi, perasaan terpisah dari kenyataan (disosiasi), dan halusinasi. Remaja yang menerima smartphone pertama mereka sebelum usia 13 tahun memiliki skor Mental Health Quotient (MHQ) yang lebih rendah. Semakin muda usia mereka saat pertama kali memiliki smartphone, semakin rendah pula skor MHQ mereka. Contohnya, mereka yang punya smartphone* pada usia 13 tahun mendapat skor rata-rata 30, sementara mereka yang memilikinya pada usia 5 tahun hanya mendapat skor rata-rata 1. * Persentase remaja yang merasa tertekan (depresi) meningkat signifikan, yaitu sebesar 9,5% untuk perempuan dan 7% untuk laki-laki. Kepemilikan smartphone* di usia yang lebih muda juga dikaitkan dengan penurunan citra diri, harga diri, dan kepercayaan diri, serta ketahanan emosional di kalangan perempuan. Sementara pada laki-laki, hal ini dikaitkan dengan rendahnya stabilitas dan ketenangan, harga diri, dan empati. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa akses dini ke media sosial menjelaskan sekitar 40% hubungan antara kepemilikan smartphone di masa kanak-kanak dan kesehatan mental di kemudian hari. Faktor lain yang juga berperan penting adalah hubungan keluarga yang kurang harmonis (13%), perundungan online* (10%), dan gangguan tidur (12%).

"Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan smartphone di usia dini dapat memiliki dampak jangka panjang yang signifikan terhadap kesehatan mental anak-anak," tegas Dr. Sari. "Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk lebih berhati-hati dalam memberikan akses smartphone kepada anak-anak mereka dan memantau penggunaan mereka secara ketat."

Negara-Negara Mulai Membatasi Penggunaan Smartphone

Menyadari potensi dampak negatif dari penggunaan smartphone di usia dini, beberapa negara mulai mengambil langkah-langkah untuk membatasi penggunaannya, terutama di lingkungan sekolah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan fokus siswa dalam belajar dan melindungi kesehatan mental mereka.

Beberapa negara yang telah melarang atau membatasi penggunaan smartphone di sekolah dalam beberapa tahun terakhir antara lain Prancis, Belanda, Italia, dan Selandia Baru. Di Prancis, misalnya, penggunaan smartphone dilarang di sekolah dasar dan menengah sejak tahun 2018. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi gangguan di kelas dan meningkatkan interaksi sosial antar siswa.

Hasil dari langkah-langkah ini bervariasi. Sebuah studi yang ditugaskan oleh pemerintah Belanda menemukan peningkatan fokus di kalangan siswa setelah penerapan larangan penggunaan smartphone di sekolah. Namun, beberapa kritikus berpendapat bahwa larangan tersebut tidak akan efektif jika tidak disertai dengan edukasi komprehensif tentang penggunaan smartphone yang sehat dan bertanggung jawab.

Di Amerika Serikat, para pembuat kebijakan di New York telah mengumumkan bahwa negara bagian tersebut akan menjadi negara bagian AS terbesar yang melarang smartphone di sekolah. Langkah ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk orang tua, guru, dan ahli kesehatan mental.

"Kami percaya bahwa larangan smartphone di sekolah akan membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif dan melindungi kesehatan mental siswa," kata Gubernur New York, Kathy Hochul, dalam sebuah pernyataan resmi. "Kami akan terus bekerja sama dengan para ahli dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengembangkan kebijakan yang efektif dalam mengatasi dampak negatif dari teknologi terhadap anak-anak."

Selain larangan di sekolah, beberapa negara juga mempertimbangkan untuk menerapkan batasan usia minimal untuk kepemilikan smartphone. Ide ini didasarkan pada keyakinan bahwa anak-anak di bawah usia tertentu belum memiliki kemampuan kognitif dan emosional yang cukup untuk mengelola penggunaan smartphone secara bertanggung jawab. Namun, penerapan kebijakan semacam ini dapat menimbulkan tantangan tersendiri, terutama dalam hal penegakan hukum dan privasi data.

"Membatasi akses smartphone pada anak-anak membutuhkan pendekatan yang komprehensif, melibatkan orang tua, sekolah, pemerintah, dan industri teknologi," kata Dr. Sari. "Edukasi tentang penggunaan smartphone yang sehat dan bertanggung jawab, serta dukungan psikologis bagi anak-anak yang mengalami masalah kesehatan mental akibat penggunaan smartphone, juga merupakan bagian penting dari solusi."

Ke depannya, diharapkan akan ada lebih banyak penelitian dan diskusi publik tentang dampak penggunaan smartphone terhadap kesehatan mental anak-anak. Upaya kolaboratif dari berbagai pihak diperlukan untuk mengembangkan kebijakan dan program yang efektif dalam melindungi anak-anak dari potensi dampak negatif teknologi, sambil tetap memanfaatkan manfaat positif yang dapat ditawarkannya. Pembatasan bukan satu-satunya solusi, namun peningkatan kesadaran dan edukasi adalah kunci untuk memastikan penggunaan smartphone yang sehat dan bertanggung jawab bagi generasi muda.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.