MATERI SKD (Seleksi Kompetensi Dasar) CASN CPNS TES WAWASAN KEBANGSAAN - PILAR NEGARA

MATERI SKD (Seleksi Kompetensi Dasar) CASN CPNS TES WAWASAN KEBANGSAAN - PILAR NEGARA. Empat pilar tersebut mencakup: Pancasila, Undang-Undang Dasar N

SKD - TWK : PILAR NEGARA

MATERI SKD (Seleksi Kompetensi Dasar) CASN CPNS TES WAWASAN KEBANGSAAN - PILAR NEGARA


Suatu negara pasti memiliki sistem keyakinan atau belief system yang menjadi landasan hidup seluruh rakyatnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sistem keyakinan tersebut berisikan konsep, prinsip dan nilai yang dianut oleh satu negara. Banyak yang menyebut sistem keyakinan sebagai sebuah philosophische grondslag (filosofi). Satu pilar yang kuat dan kokoh akan mampu menangkal berbagai jenis gangguan dan ancaman baik dari dalam negara itu sendiri maupun dari luar. Sistem keyakinan yang dimiliki Indonesia haruslah mampu menjamin terwujudnya keamanan, ketertiban, keadilan, kenyamanan dan kesejahteraan bagi semua warga negaranya. (empat) Pilar Kebangsaan adalah soko guru (tiang penyangga yang kokoh) yang membuat seluruh rakyat Indonesia merasa aman, nyaman, sejahtera, tentram dan terhindar dari berbagai jenis gangguan dan bencana.

A. Pengertian
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara adalah kumpulan nilai- nilai luhur yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat dan menjadi panduan dalam kehidupan ketatanegaraan untuk mewujudkan bangsa dan Negara yang adil, makmur, sejahtera, dan bermartabat. Melalui nilai-nilai Empat Pilar, maka diharapkan dapat mengukuhkan jiwa kebangsaan, nasionalisme, dan patriotisme generasi penerus bangsa untuk semakin mencintai dan berkehendak untuk membangun negeri. Empat Pilar ini akan dapat menjadi panduan yang efektif dan nyata, apabila semua pihak, segenap elemen bangsa, para penyelenggara Negara dan masyarakat konsisten mengamalkannya dalam arti yang seluasLuasnya.Pengertian pilar adalah tiang penguat, dasar, yang pokok, atau induk.

Empat pilar tersebut mencakup: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.


PANCASILA
a Sejarah Lahirnya Indonesia
Istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansakerta, terdiri dari
dua kata yakni ‘panca’ dan ‘ sila’. Panca berarti lima, sedangkan sila berarti prinsip atau asas. Sehingga pengertian pancasila adalah lima prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara bagi Indonesia. atau asas dalam Dengan kata lain, Pancasila adalah ideologi dasar negara Republik Indonesia. 
Sejarah perumusan Pancasila dimulai dari sidang BPUPKI dan Piagam Jakarta dan kemudian disahkan lewat sidang PPKI. Tanggal 1 Juni kemudian diperingati sebagai Hari Lahirnya Pancasila. Pada awalnya, terdapat beberapausulan dalam penyusunan dasar negara yakni dari Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno pada sidang BPUPKI tersebut ditampung dan kemudian dibahas lagi. Dibentuklah panitia kecil untuk membahas rumusan dasar negara Indonesia lebih lanjut yang bernama Panitia Sembilan yang beranggotakan 9 orang. Nama-nama anggota Panitia Sembilan terdiri dari Soekarno (ketua), Mohammad Hatta (wakil ketua), Achmad Soebarjo, Mohammad Yamin, H. Agus Salim, Wachid Hasyim, Abdoel Kahar Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso dan Alexander Andries Maramis. Panitia yang beranggotakan sembilan orang ini berhasil merumuskan naskah Rancangan Pembukaan UUD yang dikenali sebagai Piagam Jakarta. Adapun rumusan Pancasila yang termaktub dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksan dalam permusaywaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

BPUPKI kemudian mengadakan sidang kedua dengan beberapa agenda, salah satunya adalah untuk membahas hasil kerja Panitia Sembilan. Akhirnya dihasilkan sejumlah kesepakatan termasuk kesepakatan dasar negara Indonesia yakni Pancasila seperti yang tertuang dalam Piagam Jakarta.

Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelahnya diadakan sidang PPKI. PPKI adalah singkatan dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang dibentuk untuk menggantikan tugas BPUPKI setelah dibubarkan pada 7 Agustus 1945. Sidang PPKI diadakan selama tiga kali, yakni pada tanggal 18 Agustus, 19 Agustus dan 22 Agustus 1945. Pada sidang pertama PPKI, diputuskan perubahan pada sila pertama yang semula berbunyi ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’, kemudian diubah menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Usulan ini disampaikan oleh Mohammad Hatta. Sehingga kemudian bunyi teks Pancasila menjadi sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Putusan mengenai rumusan Pancasila ini kemudian ditetapkan kembali lewat instruksi presiden nomor 12 thun 1968 oleh presiden Soeharto untuk menegaskan pembacaan, penulisan atau pengucapan teks pancasila. Pada tanggal 1 Juni 2016, presiden Joko Widodo kemudian menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan ditetapkan juga sebagai hari libur nasional. Keputusan ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016.

b. Kedudukan dan Fungsi Pancasila
Dari berbagai macam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai titik pusat pembahasan adalah kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kelahirannya ditempa dalam proses perjuangan kebangsaan Indonesia sehingga perlu dipertahankan dan diaktualisasikan. Namun, perlu dipahami bahwa asal mula Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia adalah digali dari unsur-unsur yang berupa nilai-nilai yang terdapat pada bangsa Indonesia yang berupa pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karenanya, kedudukan dan fungsi Pancasila yang pokok terdapat dua macam, yaitu sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Berikut penjelasannya.

1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan, baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antarmanusia dalam mas-
yarakat serta alam sekitarnya. Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi bangsa (nasional), dan pandangan hidup Negara dapat disebut sebagai ideologi Negara. Sebagai intisari dari nilai budaya masyarakat Indonesia maka Pancasila merupakan cita- cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai dasar Negara merupakan sumber dari segala sumber hukum (Sumber tertib hukum) Indonesia.
2. Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945.
3. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar Negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).
4. Mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5. Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945 bagi penyelenggara Negara.

3. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa. Karena ciri khas Pancasila memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia.

c. Pengamalan Nilai-nilai dalam Pancasila
1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
c. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan.
d. Yang Maha Esa. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
f. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2. Sila Kedua: Kemanusian yang Adil dan Beradab
a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
b. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
d. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
i. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
a. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. 
d. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
e. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
f. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Sila Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
a. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
b. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
h. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

5. Sila Ke lima: Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak orang lain.
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat
berdiri sendiri. Tidak menggunakan hak milik untuk usa-
ha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
f. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat
pemborosan dan gaya hidup mewah.
g. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan
dengan atau merugikan kepentingan umum.
h. Suka bekerja keras.
i. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat
bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama
j. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.


UNDANG-UNDANG DASAR 1945
a. Naskah Undang-Undang Dasar 1945 
Sebelum dilakukan amendemen, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan. Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 7 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan 3 Tambahan. Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.

b. Sejarah
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari orang untuk merancang 9 Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatra ada BPUPKI untuk Sumatra. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus tahun 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang - Undang Dasar Republik Indonesia.

c. Periode Berlaku
Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949). Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada KNIP, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945, dibentuk Kabinet Semi-Presidensial ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia terhadap UUD 1945.

Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950) Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang di dalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Ini merupakan perubahan dari UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan. 

Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959) Pada periode UUDS 1950 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Beberapa aturan pokok itu mengatur bentuk negara, bentuk pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan sistem pemerintahan Indonesia.

Periode kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966). Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekret Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu. Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya, Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara dan MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

Periode UUD 1945 masa orde baru (11 Maret 1966 - 21 Mei 1998) Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan: 
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.

Periode 21 Mei 1998 - 19 Oktober 1999. Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh dengan B.J.Habibie lepasnya sampai Provinsi Timor Timur dari NKRI. Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amendemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amendemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tangal 14-21 Oktober 1999 > Perubahan Pertama UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 > Perubahan Kedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 > Perubahan Ketiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 > Perubahan Keempat UUD 1945

Makna Alinea Pembukaan UUD Tahun 1945

ALENIA PERTAMA
Alinea pertama Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menunjukkan keteguhan dan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan kemerdekaan dan menentang penjajahan. Pernyataan ini tidak hanya tekad bangsa untuk merdeka, tetapi juga berdiri di barisan paling depan untuk menghapus penjajahan di muka bumi. Alinea ini memuat dalil objektif, yaitu bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perkemanusian dan perkeadilan dan kemerdekaan merupakan hak asasi semua bangsa di dunia. Dalil ini menjadi alasan bangsa Indonesia untuk berjuang memSejarah bangsa Indonesia selama penjajahan memperkuat keyakinan bahwa penjajahan harus dihapuskan. Juga tidak sesuai perkeadilan karena penjajahan memperlakukan manusia secara diskriminatif. Manusia diperlakukan secara tidak adil, seperti perampasan kekayaan alam, penyiksaan, pemaksaan untuk kerja rodi, perbedaan hak dan kewajiban. Pernyataan ini objektif karena diakui oleh bangsabangsa yang beradab di dunia. Alinea pertama juga mengandung dalil subjektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Bangsa Indonesia telah berjuang selama ratusan tahun untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan ini didorong oleh penderitaan rakyat Indonesia selama penjajahan dan kesadaran akan hak sebagai bangsa untuk merdeka. Perjuangan juga didorong keinginan supaya berkehidupan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakaan kemerdekaan Indonesia. Seperti ditegaskan dalam alinea III Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kedua makna dalam alinea pertama meletakkan tugas dan tanggung jawab kepada bangsa dan negara serta warga negara Indonesia untuk senantiasa melawan penjajahan dalam segala bentuk. Juga menjadi landasan hubungan dan kerja sama dengan negara lain. Bangsa dan negara, termasuk warga negara harus menentang setiap bentuk yang memiliki sifat penjajahan dalam berbagai kehidupan. Tidak hanya penjajahan antara bangsa terhadap bangsa, tetapi juga antar manusia karena sifat penjajahan dapat dimiliki dalam diri manusia.

ALENIA KEDUA
Alinea kedua menunjukkan ketepatan dan ketajaman penilaian bangsa Indonesia. Bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai tingkat yang menentukan. Bahwa momentum yang telah dicapai harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan. Kemerdekaan harus diisi dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Alinea ini menunjukkan kebanggaan dan penghargaan atas perjuangan bangsa Indonesia selama merebut kemerdekaan. Ini berarti kesadaran bahwa kemerdekaan dan keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan sebelumnya. Kemerdekaan yang diraih merupakan perjuangan para pendahulu bangsa Indonesia. Mereka telah berjuang dengan mengorbankan jiwa raga demi kemerdekaan bangsa dan negara. Juga kesadaran bahwa kemerdekaan bukanlah akhir dari perjuangan bangsa. Kemerdekaan yang diraih harus mampu mengantarkan rakyat Indonesia menuju cita-cita nasional, yaitu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Negara yang ”merdeka” berarti negara yang terbebas dari penpenjajahan bangsa lain. ”Bersatu” menghendaki bangsa Indonesia bersatu dalam negara kesatuan bukan bentuk negara lain. Bukan bangsa yang terpisah-pisah secara geografis maupun sosial. Kita semua adalah satu keluarga besar Indonsia. ”Berdaulat” mengandung makna sebagai negara, Indonesia sederajat dengan negara lain, yang bebas menentukan arah dan kebijakan bangsa, tanpa campur tangan negara lain. ”Adil” mengandung makna bahwa negara Indonesia menegakkan keadilan bagi warga negaranya.

Keadilan berarti adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara. Hubungan antara negara dan warga negara, warga negara dan warga negara, warga negara dan warga masyarakat dilandasi pada prinsip keadilan. Negara Indonesia hendak mewujudkan keadilan
dalam berbagai kehidupan secara politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Makna ”makmur” menghendaki negara mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi warga negaranya. Kemakmuran tidak saja secara materiil, tetapi juga mencakup kemakmuran atau kebahagian spiritual/batin. Kemakmuran yang diwujudkan bukan kemakmuran untuk perorangan atau kelompok, tetapi kemakmuran bagi seluruh masyarakat dan lapisan masyarakat. Dengan demikian, prinsip keadilan, kekeluargaan, dan persatuan melandasi perwujudan kemakmuran warga negara. Inilah cita-cita nasional yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia dengan membentuk negara. Kemerdekaaan bukanlah akhir dari perjuangan bangsa, tetapi harus diisi dengan perjuangan mengisi kemerdekaan untuk mencapai cita-cita nasional.

ALENIA KETIGA
Alineai ketiga memuat bahwa kemerdekaan didorong oleh motivasi spiritual, yaitu kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia merupakan berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa. Ini merupakan perwujudan sikap dan keyakinan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Alinea ketiga secara tegas menyatakan kembali kemerdekaan Indonsia yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Melalui alinea ketiga ini, bangsa Indonesia menyadari bahwa tanpa rahmat Tuhan Yang Mahakuasa, bangsa Indonesia tidak akan merdeka. Kemerdekaaan yang dicapai tidak semata-mata hasil jerih payah perjuangan bangsa Indonesia, tetapi juga atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

Alinea ketiga Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memuat motivasi riil dan material, yaitu keinginan luhur bangsa supaya berkehidupan yang bebas. Kemerdekaan merupakan keinginan dan tekad seluruh bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang bebas merdeka. Bebas dari segala bentuk penjajahan, bebas dari penindasan, bebas menentukan nasib sendiri. Niat yang luhur ini menjadi pendorong bangsa Indonesia untuk terus berjuang melawan penjajahan dan meraih kemerdekaan. Keyakinan dan tekad yang kuat untuk memperoleh kemerdekaan dan keyakinan akan kekuasaaan Tuhan menjadi kekuatan yang menggerakkan bangsa Indonesia. Persenjataan yang seder hana dan tradisional tidak menjadi halangan untuk berani melawan penjajah yang memiliki senjata lebih modern. Para pejuang bangsa yakin bahwa Tuhan akan memberikan bantuan kepada umatNya yang berjuang di jalan kebenaran.

Banyak peristiwa sejarah dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah, memperoleh kemenangan walaupun dengan segala keterbatasan senjata, organisasi, dan sumber daya manusia. Hal ini menunjukkan bahwa tekad yang kuat dan keyakinan pada kekuasaan Tuhan dapat menjadi faktor pendorong dan penentu keberhasilan sesuatu. Alinea ketiga mempertegas pengakuan dan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang terdiri atas jasmani dan rohani. Manusia bukanlah mesin yang tidak memiliki jiwa. Berbeda dengan pandangan yang beranggapan bahwa manusia hanya bersifat fisik belaka. Ini menegaskan prinsip keseimbangan dalam kehidupan secara material dan spiritual, kehidupan dunia dan akhirat, jasmani, dan rohani.

ALENIA KEEMPAT
Alinea keempat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat prinsip-prinsip negara Indonesia, yaitu:
Tujuan negara yang akan diwujudkan oleh pemerintah negara, 
Ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar
Bentuk negara, yaitu bentuk republik yang berkedaulatan rakyat,
Dasar negara, yaitu Pancasila

Negara Indonesia yang dibentuk memiliki tujuan negara yang hendak diwujudkan, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Keempat tujuan negara tersebut merupakan arah perjuangan bangsa Indonesia setelah merdeka. Kemerdekaan yang telah dicapai harus diisi dengan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan tujuan negara. Sehingga secara bertahap terwujud cita-cita nasional, yaitu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menghendaki diadakannya Undang-Undang Dasar dalam hal ini adalah batang tubuh atau pasal-pasal. Kehendak ini menegaskan prinsip Indonesia sebagai negara hukum. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan konstitusi atau peraturan perundangundangan, tidak atas dasar kekuasaan belaka. Segala sesuatu harus berdasarkan hukum yang berlaku. Setiap warga negara wajib menjunjung tinggi hukum, artinya wajib menaati hukum.

Prinsip bentuk negara, yaitu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Republik merupakan bentuk pemerintahan di mana pemerintah dipilih oleh rakyat. Berbeda dengan bentuk kerajaan di mana pemerintah sebagian bersifat turun-temurun. Bentuk ini sejalan dengan kedaulatan rakyat yang bermakna kekuasaan tertingi dalam negara dipegang
oleh rakyat. Rakyat yang memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan rakyat.

Alinea keempat memuat dasar negara Pancasila, yaitu ”...dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Kelima sila
Pancasila merupakan satu kebulatan utuh, satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Rumusan Pancasila dimuat dalam Pembukaan. Maka, secara yuridis-konstitusional adalah sah, berlaku, dan mengikat seluruh lembaga negara, lembaga masyarakat, dan setiap warga negara.


Sifat dan Fungsi UUD Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki sifat sebagai berikut:
1. Tertulis, rumusannya jelas, merupakan suatu hukum yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi setiap warga negara. 
2. Singkat dan supel, memuat aturan-aturan, yaitu memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman, serta memuat hak-hak asasi manusia. 
3. Memuat norma-norma, aturan-aturan, serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
4. Merupakan peraturan hukum positif yang tertinggi; juga sebagai alat kontrol terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dalam hierarki tertib hukum Indonesia.

Dalam sifat yang demikian itu, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki fungsi sebagai berikut.

1. Alat Kontrol
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai alat kontrol apakah aturan hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang lebih tinggi, yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pengatur
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga berperan sebagai pengatur bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan. 

3. Penentu
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga berfungsi sebagai penentu hak dan kewajiban negara, aparat negara, dan warga negara. 


NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Para pendiri bangsa (the founding fathers) sepakat memilih bentuk negara kesatuan karena bentuk negara kesatuan itu dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara integralistik (persatuan) yaitu negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan negara mengutamakan
kepentingan umum. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan (nasionalisme) oleh bangsa Indonesia yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara yang berada di bumi belahan bagian timur di Benua Asia tepatnya Asia bagian tenggara. Indonesia diapit oleh dua samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia dengan iklim teropis serta letak astronomis 6o lintang utara – 11o lintang selatan dan 95o bujur timur – 141o bujur timur. Indonesia juga dilewati oleh dua pegunungan muda dunia yakni disebelah barat dengan Mediterania serta sebelah timur dengan Pegunungan Sirkum Pasifik. Mempunyai tiga zona waktu yang berbeda yaitu aktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia Timur (WIT). Serta tercatat sebagai Negara kepulauan terbesar yang ada di dunia dengan total luas wilayahnya sebesar 1.904.569 KM2.

Selain itu, Indonesia juga memiliki identitas resmi sebagai suatu negara, diantaranya :
Indonesia Raya sebagai Lagu kebangsaan.
Bendera Merah Putih sebagai Bendera Kebangsaan.
Burung Garuda sebagai simbol Kebangsaan.
Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan Kebangsaan.


Terbentuknya NKRI
1. Pembentukan dan Perkembangan Awal NKRI
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki sifat sebagai berikut:
Sejak pagi hari pada tanggal 17 Agustus 1945 telah diadakan persiapan- persiapan di rumah Ir.Soekarno di Pegangsaan Timur 56 untuk menyambut proklamasi kemerdekaan Indonesia. Lebih kurang 1000 orang telah hadir untuk menyaksikan peristiwa yang maha penting itu. Pada pukul 10 kurang lima menit Hatta datang dan langsung masuk ke kamar Soekarno. Kemudian kedua pemimpin itu menuju ke ruang depan, dan acara segera dimulai tepat pada jam 10 sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Soekarno membacakan naskah proklamasi yang sudah diketik dan ditandatangani bersama dengan Moh. Hatta. Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. 

Dalam sidang itu mereka menghasilkan beberapa keputusan penting berikut:
Mengesahkan UUD yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh Dokuritsu Junbi Cosakai (yang sekarang dikenal dengan nama UUD 1945)
Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh.Hatta sebagai wakil presiden.
Dalam masa eralihan Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Pada tanggal 19 Agustus 1945, Presiden dan wakil presiden memanggil beberapa anggota PPKI beserta golongan cendekiawan dan pemuda untuk membentuk “Komite Nasional Indonesia Pusat” (KNIP). KNIP akan berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebelum terbentuknya DPR hasil pilihan rakyat. Sejak hari itu sampai awal September, Presiden dan wakil Presiden membentuk kabinet yang sesuai dengan UUD 1945 dipimpin oleh Presiden sendiri dan mempunyai 12 departemen serta menentukan wilayah RI dari Sabang sampai Merauke yang dibagi menjadi 8 propinsi yang masing- masing dikepalai oleh seorang Gubernur. Propinsi-propinsi itu adalah Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara).

2. Tujuan NKRI
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdapat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

Dari rumusan tersebut, tersirat adanya tujuan nasional/Negara yang ingin dicapai sekaligus merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh Negara, yaitu:
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
Memajukan kesejahteraan umum;
Mencerdaskan kehidupan bangsa;
Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.

b. Konsep Negara Kesatuan Menurut UUD 1945
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengukuhkan keberadaan Indonesia sebagai Negara Kesatuan dan menghilangkan keraguan terhadap pecahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memperkukuh prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak sedikit pun mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara federal.

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk final negara bagi bangsa Indonesia. Hal ini ditegaskan dengan menyatakan bahwa Pasal 1 ayat 1 tidak dapat diubah. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar yang menyebutkan tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam lima Pasal, yaitu: Pasal 1 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 25A dan pasal 37 ayat (5). Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan naskah asli mengandung prinsip bahwa ”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.” Pasal ini merupakan naskah asli yang tidak dilakukan perubahan. Pada 13 Desember 1957 pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Djuanda. Deklarasi itu menyatakan:
“Bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 2 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan 1 titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan undang- undang.”

Sebelumnya, pengakuan masyarakat internasional mengenai batas laut teritorial hanya sepanjang 3 mil laut terhitung dari garis pantai pasang surut terendah. Deklarasi Juanda menegaskan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah Nusantara. Laut bukan lagi
sebagai pemisah, tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Prinsip ini kemudian ditegaskan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.

c Pengertian Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan awal dibentuk nya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Indonesia yang diproklamasikan oleh para pendiri negara adalah negara kesatuan. Pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, ”Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Berikan deskripsi
tentang pasal ini:
Para pendiri negara menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan yang diwujudkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Para pendiri negara telah mewariskan nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur persatuan dan kesatuan dalam beberapa ketentuan, yaitu sebagai berikut:

1.Sila ke-3 Pancasila, ”Persatuan Indonesia”;
2.Pembukaan UUD 1945 alinea IV, ”… Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada … persatuan Indonesia ...”; serta
3.Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, ”Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik”. 

Konstitusi negara Indonesia juga secara tegas mengakui dan menghormati satuan-satuan peme rintahan daerah yang bersifat istimewa dan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Adapun yang dimaksud dengan masyarakat hukum adat adalah masyarakat hukum adat atau adat istiadat seperti desa, marga, nagari, gampong, huta, dan huria. Kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang telah disebutkan, selain dihormati dan diakui dalam sistem pemerintahan negara Indonesia juga mempunyai hak hidup yang sederajat dengan kesatuan pemerintahan lain seperti kabupaten, kota dan provinsi. Hal ini dipertegas kembali dalam Pasal 18B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan pasal ini, negara mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat hukum adat seperti desa, marga, nagari, gampong, huta, dan huria. 

Dalam perkembangannya, mengingat luasnya wilayah negara, urusan pemerintahan yang semakin kompleks, dan jumlah warga negara yang makin banyak dan heterogen maka dilaksanakan azas otonomi dan tugas perbantuan. Pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskanbahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem pemerintahan daerah yang berasaskan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Majelis Permusyawartan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menyatakan bahwa ada tujuh prinsip yang menjadi paradigma dan arah politik yang mendasari pasal-pasal 18, 18A, dan 18B, yaitu sebagai berikut:
a. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
b. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya.
c. Prinisp kekhususan dan keragaman daerah.
d. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan mas-
yarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
e. Prinisip mengakui dan menghormati pemerintahanm daerah yang bersifat khusus dan istimewa.
f. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum.
g. Prinsip hubungan pusat dan daerah dilaksanakan secara selaras dan adil.

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Pemberian otonomi daerah ini dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan sehingga otonomi daerah merupakan subsistem dari negara kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan hanya ada pada pemerintah pusat dan tidak ada pada daerah. Pemerintahan daerah dalam negara kesatuan merupakan satu kesatuan dengan pemerintahan nasional. Oleh karena itu, walaupun daerah diberikan kewenangan otonomi seluas-luasnya akan tetapi tanggung jawab akhir tetap berada di tangan pemerintah pusat.

d Peran Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
1.Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan hasil perjuangan rakyat di seluruh wilayah Indonesia.
2.Seluruh rakyat berjuang bersama untuk merebut hak bangsa yang diambil oleh penjajah. Semenjak kedatangan bangsa Barat berawal dengan melakukan perdagangan di Indonesia. Namun dengan perubahan sikap bangsa Barat yang ingin menguasai dan menjajah Indonesia, maka semenjak itu perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan hak tidak pernah kunjung padam.

Kedatangan bangsa Portugis, Belanda, dan Jepang di wilayah Indonesia yang diteruskan dengan penjajahan, mendapat perlawanan dari bangsa Indonesia di berbagai daerah. Perlawanan selama penjajahan Portugis antara lain perlawanan rakyat Maluku dipimpin oleh
Sultan Harun, perlawanan rakyat Demak menyerang Malaka dipimpin oleh Pati unus dan menyerang Sunda Kelapa dipimpin oleh Falatehan. Selama penjajahan Belanda banyak perlawanan antara lain perlawanan rakyat Aceh dipimpin oleh Tjut Nyak Dien, Teuku Umar, Panglima Polem, dan yang lain. Perlawanan rakyat di Sumatra Utara dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perlawanan di daerah Jawa dengan tokohnya seperti Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Agung, dan Pangeran Diponegoro. Di Kalimantan rakyat melawan penjajahan dipimpin oleh Pangeran Antasari, perlawanan rakyat Sulawesi dengan tokoh Sultan Hasanudin dan Maluku dipimpin oleh Pattimura,serta perlawanan rakyat Bali dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik.


BHINNEKA TUNGGAL IKA

a.Sejarah
Istilah Bhinneka Tunggal Ika dikenal pertama kalinya pada zaman Majapahit di era kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan dari semboyan Bhineka Tunggl Ika dilakukan oleh Mpu Tantular di dalam kitab Sutasoma. Pada dasarnya, semboyan tersebut merupakan pernyataan kreatif dalam usaha untuk mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan juga keagamaan. Hal itu juga dilakukan karena sehubungan dengan usaha bina Negara kerajaan Majapahit pada waktu itu. Di dalam kitab Sutasoma sendiri, Bhineka Tunggl Ika lebih ditekankan untuk perbedaan dalam hal kepercayaan serta keaneragaman agama yang ada di kalangan rakyat Majapahit.Semboyan Bhineka Tunggl Ika -, memberikan nilai yang inspirataif di dalam system pemerintahan Indonesia pada masa kemerdekaan. Semboyan tersebut juga mampu menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan di dalam NKRI.

Namun sebagai semboyan NKRI, konsep yang ada di dalam Bhineka Tunggl Ika tak hanya menyangkut perbedaan agama dan kepercayaan yang menjadi fokus utama.Namun dijadikan
semboyan dalam artian yang lebih luas yaitu seperti perbedaan suku, bangsa, budaya (adat-istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan juga kepercayaan untuk menuju persatuan dan kesatuan Negara.

Berbicara tentang lambang dari negara Indonesia, Lambang yang tergambar Garuda Pancasila lengkap dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada cakarnya ditetapkan secara resmi menjadi salah satu bagian NKRI. Yaitu melalui Peraturan Pemerintahan Nomor 66 Tahun 1951 pada 17 Oktober 1951 serta telah diundang – undangkan di tanggal 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara.

b. Prinsip Bhinneka Tunggal Ika
Common Denominator
Di dalam negara Indonesia, kita telah mengetahui bahwa ada 5 macam agama di dalamnya, namun hal tersebut sampai saat ini tak lantas menjadi celaan agama satu dengan lainnya. Karena sesuasi dengan prinsip semboyan yang pertama, perbedaan di dalam agama tersebut harus kita cari common denominatornya atau dengan kata lain mencari persamaan di dalam perbedaan tersebut. Sehingga masyarakat Indonesia dapat hidup dalam keanekaragaman dan juga kedamaian dengan terdapatnya kesamaan di dalam perbedaan tersebut. Begitu juga pada aspek yang lain, sehingga segala macam perbedaan tersebut tetap bersatu di dalam bingkai NKRI.

Tidak Bersifat Sektarian dan Enklusif
Maksud dari prinsip yang kedua yakni bahwasannya seluruh warga negara Indonesia tidak dibenarkan menganggap dirinya atau kelompoknya merupakan orang yang paling benar, paling hebat, atau paling diakui. Pandangan sectarian dan enklusif harus dihapuskan dari bangsa ini karena akan menimbulkan banyak konfik yang disebabkan kecemburuan, kecurigaan, sikap yang berlebihan serta egois dan tidak mau memperhitungkan keberadaan kelompok atau pribadi lain. Dengan Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki sifat inklusif yang berarti kebersamaan, jadi semua kelompok yang ada harus saling memupuk rasa persaudaraan dan tetapi haruslah hidup berdampingan satu sama lain. Serta kelompok mayoritas tidak diperkenankan untuk memaksakan kehendaknya kepada kelompok lainnya.

Tidak Bersifat Formalistis
Dalam artian, semboyan negara kita tidak hanya menunjukan sikap yang kaku dan semu, tetapi justru menonjolkan sifat yang menyeluruh atau universal. Dilandasi dengan rasa kasih-sayang, hormat, percaya, serta rukun antar sesama. Sebab, dengan cara tersebutlah keanekaragaman bisa disatukan dalam bingkai ke-Indonesiaan yang damai.

Tidak Bersifat Formalistis
Dalam artian, semboyan negara kita tidak hanya menunjukan sikap yang kaku dan semu, tetapi justru menonjolkan sifat yang menyeluruh atau universal. Dilandasi dengan rasa kasih-sayang, hormat, percaya, serta rukun antar sesama. Sebab, dengan cara tersebutlah keanekaragaman bisa disatukan dalam bingkai ke-Indonesiaan yang damai.

Bersifat Konvergen
Bersifat konvergen yang berarti bila negara telah dilanda masalah mengenai keragaman bukan untuk dibesar-besarkan, melainkan dicari titik temu yang dapat membuat segala macam kepentingan menjadi satu. Hal tersebut dapat dicapai jika terdapat sikap toleran, saling percaya, rukun, non sectarian, serta inklusif.

c Implementasi Bhinneka Tunggal Ika

Perilaku Inklusif
Seseorang harus dapat menganggap bahawa dirinya masuk kedalam suatu populasi yang luas, sehingga sifat sombong atau melihat dirinya melebihi dari yang lain tidak muncul. Berlaku juga di suatu kelompok. Kepentingan bersama harus selalu diutamakan daripada hanya untuk keuntungan kepentingan pribadi atau kelompoknya dibanding kelompok lainnya.
Dengan tercapainya mufakat, semua elemen di dalamnya akan merasa puas dan senang. Karena setiap kelompok yang berbeda mempunyai perannya masing-masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mengakomodasi Sifat Prulalistik
Dilihat dari keberadaan keragaman yang ada di dalamnya, Indonesia merupakan bangsa dengan tinglat prulalistik terbesar yang ada di dunia. Hal ini lah yang menjadikan negara Indonesia disegani oleh bangsa lain yang ada di dunia, namun jika hal ini tidak dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin akan ada disintegrasi di dalam bangsa. Suku bangsa, bahasa, adat, agama, ras serta budaya di Indonesia jumlahnya sangatlah banyak. Sikap toleran, kasih sayang, saling menghormati, menjadi kebutuhan wajib untuk segenap rakyat Indonesia agar terciptanya masyarakat yang tenteram dan damai. 

Tidak Mencari Menangnya Sendiri
Perbedaan pendapat memang hal yang lumrah kita temui di dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih lagi dengan diberlakukannya sistem demokrasi yang dimana menuntut rakyatnya untuk mengungkapkan pendapatnya masing-masing. Oleh karenanya, sikap saling hormat antar sesama merupakan hal yang sangat penting.Dari sifat Bhinneka Tunggal Ika yang kon-
vergen haruslah benar-benar nyata ada di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta jauhkan sifat divergen untuk kepentingan bersama.

Musyawarah untuk Mufakat
Pentingnya mencapai mufakat dalam musyawarah memang mejadi kunci kerukunan hidup di negara Indonesia. Segala perbedaan dicari solusi tengahnya untukmencari inti kesamaan sehingga segala macam gagasan yang timbul akan diakomodasikan dalam kesepakatan.

Dilandasi Rasa Kasih Sayang dan Rela Berkorban
Sesuai dengan pedoman yang menyebutkan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya, rasa rela berkorban haruslah ada dan diterapkan di dalam
kehidupan sehari-hari. Rasa itulah yang akan terbentuk dengan dilandasinya rasa salin kasih mangasihi, dan juga sayang menyayangi. Menjauhi rasa benci sebab hanya akan memicu konflik di dalam kehidupan bermasyarakat.

d Arti Penting Memahami Keberagaman dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika
Kondisi kewilayahan negara Indonesia sebagai negara kepulauan, dapat menyebabkan terjadinya perpecahan bangsa (disintegrasi). Sejarah telah membuktikan bahwa pemerintah Indonesia pernah menghadapi persoalan adanya daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain kondisi kewilayahan, aspek sosial budaya menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia diwarnai oleh berbagai macam perbedaan. Kondisi sosial budaya yang demikian menjadikan kehidupan bangsa Indonesia menyimpan potensi terjadinya konflik. Kenyataan juga menunjukkan, bahwa dalam kehidupan bangsa Indonesia sering terjadi konflik antar-kelompok masyarakat yang dilatarbelakangi oleh perbedaan-per bedaan tersebut. Kenyataan terjadinya konflik perlu manjadikan perhatian bagi semua komponen bangsa agar dapat tetap mem pertahankan persatuan dan kesatuan bangsa.

Atas dasar dua alasan tersebut, maka penting sekali memahami keberagaman dalam masyarakat Indonesia yang ditujukan untuk mengusahakan dan mempertahankan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberagaman masyarakat Indonesia memiliki dampak positif sekaligus dampak negatif bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Dampak positif memberikan manfaat bagi perkembangan dan kemajuan, sedangkan dampak negatif mengakibatkan ketidakharmonisan bahkan kehancuran bangsa dan negara. Bhinneka Tunggal Ika mengandung makna meskipun bangsa Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, adat istiadat, ras dan agama namun keseluruhannya itu merupakan satu
kesatuan, yaitu bangsa dan negara Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia, dimana kita harus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari seperti hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, warna kulit dan lainlain. Tanpa adanya kesadaran sikap dan perilaku untuk mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika pasti akan terjadi perpecahan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena setiap orang hanya akan hanya mementingkan diri atau daerahnya sendiri daripada kepentingan bangsa dan negara.


Perilaku Toleran terhadap Keberagaman Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan

Sikap toleran berarti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Toleransi sejati didasarkan sikap hormat terhadap martabat manusia, hati nurani, dan keyakinan, serta keikhlasan sesama apa pun agama, suku, golongan, ideologi atau pandangannya.

1. Perilaku Toleran dalam Kehidupan Beragama
Pemerintah Indonesia mengakui enam agama yang ada di Indonesia. Agama tersebut adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Jaminan negara terhadap warga negara untuk memeluk dan beribadah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi, ”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Oleh karena itu, bentuk perilaku kehidupan dalam keberagaman agama di antaranya diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
Melaksanakan ajaran agama yang dianutnya dengan baik dan benar.
Menghormati agama yang diyakini orang lain.
Tidak memaksakan keyakinan agama yang dianutnya kepada orang lain.
Toleran terhadap pelaksanaan ibadah yang dianut pemeluk agama lain.

2. Perilaku Toleran terhadap Keberagaman Suku dan Ras di Indonesia
Perbedaan suku dan ras antara manusia yang satu dengan manusia yang lain hendaknya tidak menjadi kendala dalam membangun persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia maupun dalam pergaulan dunia. Perbedaan kita dengan orang lain tidak berarti bahwa orang lain lebih baik dari kita atau kita lebih baik dari orang lain. Baik dan buruknya penilaian orang lain kepada kita bukan karena warna kulit, rupa wajah dan bentuk tubuh melainkan karena baik dan buruknya dalam berperilaku. Oleh karena itu, sebaiknya kita berperilaku baik kepada semua orang tanpa memandang berbagai perbedaan tersebut. Berikut contoh perilaku toleran terhadap keberagaman Suku dan Ras di Indonesia 
Tidak memandang rendah suku atau budaya yang lain 
Tidak menganggap suku dan budayanya paling tinggi dan paling baik.
Menerima keragaman suku bangsa dan budaya sebagai kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya.
Lebih mengutamakan Negara daripada kepentingan daerah atau suku masing-masing.

3. Perilaku Toleran terhadap Keberagaman Sosial Budaya
Kehidupan sosial dan keberagaman kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia tentu menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Kita tentu harus bersemangat untuk memelihara dan menjaga kebudayaan bangsa Indonesia. Bagi seorang pelajar, perilaku dan semangat kebangsaan dalam mem pertahankan keberagaman budaya bangsa dapat dilaksanakan dengan :
Mengetahui keanekaragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia;
Mempelajari dan menguasai salah satu seni budaya sesuai dengan minat dan kesenangannya;
Merasa bangga terhadap budaya bangsa sendiri;
Menyaring budaya asing yang masuk ke dalam bangsa Indonesia


Kedudukan 4 Pilar Negara
Penyebutan Empat Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tidaklah dimaksudkan bahwa keempat pilar tersebut memiliki kedudukan yang sederajat. Setiap pilar memiliki tingkat, fungsi dan konteks yang berbeda. Pada prinsipnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara kedudukannya berada di atas tiga pilar yang lain. Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara harus menjadi jiwa yang menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 
Nilai-nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar Negara sampai hari ini tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara. Pancasila juga tetap tercantum dalam konstitusi Negara kita meskipun beberapa kali mengalami pergantian dan perubahan konstitusi. Ini menunjukan bahwa Pancasila merupakan konsensus nasional dan dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat Indonesia. Pancasila terbukti mampu memberi kekuatan kepada bangsa Indonesia, sehingga perlu dimaknai, direnungkan, dan diingat oleh seluruh komponen bangsa. 
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah konstitusi Negara sebagai landasan konstitusional bangsa Indonesia yang menjadi hukum dasar bagi setiap peraturan perundang-undangan di bawahnya. Oleh karena itu, dalam Negara yang menganut paham konstitusional tidak ada satupun perilaku penyelenggara Negara dan masyarakat yang tidak berlandaskan konstitusi. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk Negara yang dipilih sebagai komitmen bersama.
Republik Indonesia adalah pilihan yang tepat untuk mewadahi kemajemukan bangsa. Oleh Negara Kesatuan karena itu komitmen kebangsaan akan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi suatu “keniscayaan” yang harus dipahami oleh seluruh komponen bangsa. Dalam Pasal 37 ayat (5) secara tegas menyatakan bahwa khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan tidak dapat dilakukan perubahan karena merupakan landasan hukum yang kuat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat diganggu gugat. 
Republik Indonesia Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan Negara sebagai modal untuk bersatu. Kemajemukan bangsa merupakan kekayaan kita, kekuatan kita, yang sekaligus juga menjadi tantangan bagi kita bangsa Indonesia, baik kini maupun yang akan datang.
Oleh karena itu kemajemukan itu harus kita hargai, kita junjung tinggi, kita terima dan kita hormati serta kita wujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, memiliki tanggung jawab untuk mengukuhkan nilai-nilai fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan mandat konstitusional yang diembannya. Dalam kaitan ini, MPR melaksanakan tugas- tugas konstitusionalnya dengan menjungjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa. Salah satu upaya yang dilakukan MPR adalah dengan melaksanakan tugas untuk memberikan suatu pemahaman nilai-nilai luhur bangsa yang terdapat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika kepada masyarakat.
Terbentuknya Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara untuk mengingatkan kembali komitmen seluruh komponen bangsa agar melaksanakan dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara selalu menjungjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. 

Fungsi 4 PPilar Kebangsaan : 
Sebagai tombak untuk tetap kokohnya berdirinya bangsa 
Menginspirasi rakyat Indonesia untuk kembali ke revolusi atau tujuan yang benar 
Menjaga kemurnian UUD 1945 
Membangun kepahaman tentang jiwa bangsa secara utuh 
Membangun karakter bangsa 
Membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa 
Sarana pembangunan hukum bangsa 
Sarana pembaharuan masyarakat 
Sebagai landasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 
Alat ketertiban dan pengaturan masyarakat

Wujud Sikap yang Mencerminkan 4 Pilar Kebangsaan
Setia dan cinta tanah air
Mengembangkan persatuan dan kesatuan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika
Tidak menjadi koruptor
Tidak membuat pernyataan atau keputusan yang merugikan bangsa
Tidak membedakan ras, suku, agama, adat, maupun bahasa
Tidak menyalahgunakan kekuasaan
Menjaga ketertiban dan keamanan
Peduli terhadap bangsa dan Negara
Saling tolong – menolong
Saling menghormati antar sesama manusia