Part 4 : Analisis Fundamental Saham
Daftar Isi
Belajar Saham Bag 4 : Melakukan Analisa Fundamental Saham
Analisa saham ada beberapa, yang paling mendasar adalah analisa fundamental, teknikal, lalu ada juga Bandarmology saham dan untuk dibagian ini yang akan dibahas adalah analisis secara fundamental.
Analisis fundamental adalah salah satu analisis yang mempelajari kondisi fundamental dari perusahaan termasuk mempelajari mengenai rasio keuangan perusahaan, dan juga pada umumnya digunakan untuk menentukan saham yang ingin dibeli ataupun dijual.
Analisis Fundamental Berdasar Rasio Keuangan (Mikro)
Berikut adalah beberapa dasar yang biasa dipakai untuk melihat fundamental perusahaan berdasar rasio keuangan, selain dibawah ini masih banyak rasio-rasio keuangan yang bisa digunakan.
1. PBV (Price to Book Value)
PBV atau Price to Book Value adalah rasio yang menggambarkan seberapa besar pasar menilai harga dari sebuah perusahaan dibandingkan dengan kekayaan bersihnya. PBV Sendiri dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
PBV = Harga Saham : Nilai Buku per Lembar Saham (BV)
Sebagai contoh Nilai PBV sebuah perusahaan adalah 3x, maka artinya adalah harga saham perusahaan tersebut telah tumbuh sebanyak 3 x lipat dibandingkan dengan kekayaan bersih yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Biasanya para investor sebaiknya memilih PBV saham sebuah perusahaan yang lebih rendah dibandingkan dengan PBV dari sektor industri. PBV yang terlampau rendah atau Undervalue sering dijadikan rujukan para investor untuk mencari saham yang harganya murah.
2. EPS (Earning Per Share)
EPS atau Earning Per Share merupakan laba bersih per satu lembar saham. Jika sebuah perusahaan memiliki nilai EPS 150, maka artinya setiap lembar saham mendapatkan laba sebesar Rp. 150,-.
Sebagai Investor sebaiknya mencari nilai EPS yang memiliki pertumbuhan positif atau naik setiap tahunnya karena ini artinya adalah perusahaan tersebut terus berkembang dengan laba yang terus meningkat.
Cara menghitung EPS adalah :
EPS = Laba Bersih : Jumlah Lembar Saham
3. PER (Price to Earning Ratio)
Price to Earning Ratio atau PER adalah rasio yang menggambarkan kondisi mengenai keuntungan perusahaan dibandingkan dengan harga saham perusahaan tersebut. Atau dengan kata lain PER merupakan waktu yang dibutuhkan untk mengambalikan modal.
Untuk menghitung nilai PER dari sebuah perusahaan dapat digunakan rumus berikut ini :
PER = Harga Saham : Laba per Lembar Saham (EPS)
Sebagai contoh, sebuah perusahaan memiliki harga saham Rp 1000,- dengan nilai EPS Rp 200, maka saham tersebut memiliki nilai PER sebanyak 5x.
Dengan arti yaitu jika perusahaan tersebut memiliki nilai EPS yang tetap yaitu Rp 200 setiap tahun, maka butuh waktu selama 5 tahun untuk mengembalikan modal.
Sebagai seorang investor sebaiknya memilih saham dengan nilai PER yang lebih rendah dari PER rata-rata sektor industri. Namun bila kita tidak melihat PER sektor indutri, kita bisa mengambil alternatif dengan mencari saham yang memiliki nilai PER dibawah 10x.
4. DY (Dividend Yield)
Dividend Yield adalah rasio yang menggambarkan mengenai seberapa besar pembagian dividen atau laba perusahaan terhadap harga saham kepada para pemegang saham.
Dividen sendiri adalah Laba perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham.
Untuk mencari nilai DY dapat menggunakan rumus :
DY = Dividend per Lembar Saham : Harga Saham
Sebagai contoh jika sebuah perusahaan yang tercatat di bursa Efek Indonesia membagikan Dividen sebesar 200 dengan harga saham adalah Rp 2000 maka Dividend Yieldnya adalah sebesar 10%
Sebagai seorang Investor carilah perusahaan yang rutin membagikan dividend serta memiliki nilai DY yang besar, semakin besar maka Dividen yang diterima semakin besar pula.
Analisa Fundamental berdasar Top Down Approach
1. Kondisi Ekonomi Makro
Sentimen-sentimen berita mengenai ekonomi dari pemerintah maupun pasar saham global atau juga politik dapat mempengaruhi pergerakan harga saham . Seperti contohnya ketika pemerintah memutuskan untuk terus membangun infrastruktur maka biasanya saham-saham perusahaan yang mendapatkan proyek dari pekerjaan tersebut sahamnya akan naik.
Kebijakan terkait suku bunga juga mempengaruhi, jika suku bunga rendah maka investor akan berbondong-bondong untuk invstasi di saham serta instrumen pasar modal lain. Namun jika suku bunga tinggi, maka investor akan memindahkan dananya ke Bank dan meninggalkan saham serta lainnya sehingga hal ini dapat mempengaruhi pergerakan harga saham.
2. Faktor sektor Industri
Sentimen mengenai sektor industri juga dapat mempengaruhi pergerakan harga saham. Sebagai contoh saja jika sektor pertambangan harga komoditasnya naik, maka saham-saham pertambangan seperti batu bara dapat juga ikut naik karena investor tertarik dengan pengaruh harga komoditas yang naik sehingga gambaran investor adalah laba perusahaan juga bisa naik.
Sebagai investor harus rajin memantau berita dan perkembangan ekonomi yang ada di Indonesia maupun global, karena hal-hal ini dapat menjadi sentimen pergerakan harga saham.
Selanjutnya : Belajar Saham Bag 5 : Melakukan Analisa Teknikal Saham