5 Masalah Pendidikan di Jawa Barat yang Bikin Kita Mikir Keras

Table of Contents
5 Masalah Pendidikan di Jawa Barat yang Bikin Kita Mikir Keras


Jawa Barat tengah bergulat dengan sederet masalah pelik di dunia pendidikan. Mulai dari angka putus sekolah yang tinggi, kasus kekerasan, intoleransi, hingga praktik penahanan ijazah, semuanya menjadi perhatian serius yang mendesak solusi nyata. Data terbaru menunjukkan bahwa intervensi yang efektif sangat dibutuhkan untuk membenahi sistem pendidikan di provinsi ini.

Krisis Pendidikan di Jawa Barat: Apa yang Terjadi?

Sebuah laporan dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang dirilis Kamis (24/7/2025), mengungkapkan lima masalah utama yang memperburuk kondisi pendidikan di Jawa Barat. JPPI menyoroti pendekatan "jalan sendiri" yang diterapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) dalam merumuskan kebijakan sebagai salah satu penyebab utama.

1. Anak Tidak Sekolah (ATS): Angka yang Mencengangkan

Jumlah anak yang tidak bersekolah (ATS) di Jawa Barat sangat mengkhawatirkan. Lebih dari 616 ribu anak, tepatnya 616.080 jiwa, tidak mendapatkan pendidikan formal. Angka ini menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah ATS tertinggi di Indonesia, jauh melebihi Jawa Tengah (333.152 anak) dan Jawa Timur (332.844 anak). JPPI menilai ini adalah kegagalan mendasar dalam menjangkau dan mempertahankan anak-anak di sekolah.

2. Kekerasan di Lingkungan Pendidikan: Momok yang Menakutkan

Kekerasan di sekolah menjadi masalah serius yang meresahkan siswa dan orang tua. Jawa Barat termasuk dalam tiga besar provinsi dengan kasus kekerasan terbanyak di lingkungan pendidikan. Data menunjukkan bahwa kekerasan seksual mendominasi laporan (38%), disusul perundungan (29%), dan kekerasan fisik (22%).

3. Tawuran Pelajar: Merajalela di Mana-Mana

Aksi tawuran antar pelajar semakin marak terjadi di berbagai daerah di Jawa Barat. Kasus tawuran tercatat merajalela di 41 desa/kelurahan. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Jakarta (25 kelurahan) dan Sumatera Utara (20 desa/kelurahan). JPPI menilai ini bukan sekadar kenakalan remaja, tetapi mencerminkan kegagalan pendidikan karakter dan intervensi sosial.

4. Intoleransi di Sekolah: Menggerogoti Keberagaman

Intoleransi menjadi masalah serius yang mengancam dunia pendidikan di Jawa Barat. Provinsi ini tercatat sebagai daerah dengan kasus intoleransi tertinggi di lingkungan pendidikan. Masalah ini beragam, mulai dari minimnya guru agama untuk minoritas, persekusi terhadap pelajar dengan keyakinan berbeda, hingga intimidasi dan stigmatisasi. Salah satu contohnya adalah kasus perisakan terhadap peserta retret pelajar Kristen di Cidahu, Sukabumi, pada Jumat (27/6/2025). Warga setempat melakukan perusakan fasilitas dan mengusir peserta, yang sebagian besar adalah pelajar, seperti yang diberitakan BBC.

5. Penahanan Ijazah: Skandal yang Terus Berulang

Skandal penahanan ijazah oleh sekolah terus menjadi masalah klasik yang belum terselesaikan di Jawa Barat. Hingga Juli 2025, JPPI menerima 612 pengaduan terkait penahanan ijazah. JPPI menyoroti bahwa Pemprov Jawa Barat dinilai mengingkari janji untuk membayar uang tebusan kepada sekolah swasta.

Rekomendasi Kebijakan: Apa yang Harus Dilakukan Pemprov Jabar?

Menghadapi berbagai permasalahan pendidikan yang kompleks ini, JPPI memberikan sejumlah rekomendasi kepada Pemprov Jawa Barat:

1. Hentikan Pendekatan "Jalan Sendiri": Pemprov Jabar harus meninggalkan praktik perumusan kebijakan yang tertutup dan eksklusif. 2. Perkuat Ruang Partisipasi Publik yang Inklusif: Libatkan berbagai elemen masyarakat dalam proses perumusan kebijakan. 3. Bersikap Terbuka Terhadap Kritikan: Jadikan kritikan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja. 4. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) harus berani dan tegas menegur Gubernur Jawa Barat terkait kebijakan pendidikan yang cenderung "jalan sendiri".

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menekankan bahwa masalah-masalah ini bukan sekadar angka, melainkan tragedi yang kompleks. Ia juga menyayangkan sikap Pemprov Jawa Barat yang seolah-olah mampu menyelesaikan semua masalah sendirian.

Yukina Kato
Yukina Kato Saya Yukina Kato, penulis artikel edukasi yang senang berbagi wawasan praktis untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan diri.