Dompet Tipis? Rahasia Gen Z Bertahan Hidup di Tengah Biaya Hidup Mahal

Table of Contents
Dompet Tipis? Rahasia Gen Z Bertahan Hidup di Tengah Biaya Hidup Mahal


Dompet anak muda makin cekak? Generasi Z punya cara sendiri untuk menyiasati mahalnya biaya hidup di era sekarang. Bagaimana mereka melakukannya? Mari kita intip strategi mereka dalam menghadapi tantangan ekonomi ini.

Gen Z dan Tren Pekerjaan Sampingan: Satu Gak Cukup!

Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 90-an hingga awal 2010-an, merasakan betul dampak ekonomi yang semakin berat. Harga-harga kebutuhan pokok terus naik, biaya pendidikan melambung tinggi, dan persaingan kerja makin ketat. Alhasil, banyak dari mereka yang putar otak mencari cara untuk menambah penghasilan. Salah satu yang lagi ngetren adalah pekerjaan sampingan. Banyak anak muda Gen Z merasa bahwa satu pekerjaan utama saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Menurut survei dari Remote Genius, terungkap fakta menarik: 58% pekerja Gen Z punya pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama mereka. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya pendapatan tambahan bagi generasi ini. Sementara itu, 25% lainnya masih mempertimbangkan untuk memulai pekerjaan sampingan. Hanya 17% saja yang tidak memiliki dan tidak berencana untuk mencari penghasilan tambahan. Jadi, bisa dibilang, mayoritas Gen Z aktif mencari peluang untuk menstabilkan kondisi keuangan mereka.

Kenapa Gen Z Getol Cari Kerja Sampingan?

Alasan Gen Z mengambil pekerjaan sampingan ternyata beragam. Lebih dari sekadar mengejar uang tambahan, pekerjaan sampingan sering jadi wadah untuk mengembangkan diri dan mengeksplorasi minat. Survei Remote Genius mengungkap beberapa alasan utama:

* Butuh duit tambahan (22%): Alasan klasik dan paling mendasar. Memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menabung jadi prioritas. * Hobi jadi cuan (18%): Pekerjaan sampingan jadi cara asyik untuk menghasilkan uang dari hal yang disukai. Passion ketemu profit, deh! * Nambah skill baru (7%): Gen Z melihat pekerjaan sampingan sebagai peluang untuk mengasah keahlian yang mungkin gak didapat dari pekerjaan utama. Skill ini bisa jadi bekal bagus untuk karier di masa depan. * Nyambi bangun bisnis (6%): Pekerjaan sampingan jadi batu loncatan bagi mereka yang punya jiwa wirausaha dan pengen mewujudkan ide bisnisnya. * Jaring pengaman finansial (5%): Di tengah ketidakpastian ekonomi, pekerjaan sampingan bisa jadi penyelamat kalau terjadi sesuatu yang gak diinginkan di pekerjaan utama.

"Kerja sampingan itu bukan cuma soal duit, tapi juga pengembangan diri dan persiapan buat masa depan," ujar seorang pekerja Gen Z yang ogah disebut namanya. "Gue pengen punya lebih banyak skill dan pengalaman, makanya gue nyoba beberapa kerjaan sampingan yang beda-beda."

Laki-laki vs Perempuan: Beda Pilihan, Beda Motivasi

Ada perbedaan menarik antara laki-laki dan perempuan Gen Z dalam hal pekerjaan sampingan. Laporan Remote Genius menunjukkan, cowok cenderung lebih banyak punya pekerjaan sampingan dibanding cewek. Tapi, cewek justru lebih tertarik untuk segera memulai pekerjaan sampingan.

Data menunjukkan, 63% cowok Gen Z saat ini punya pekerjaan sampingan, sementara pada cewek angkanya 55%. Sementara itu, 20% cowok mempertimbangkan untuk memulai pekerjaan sampingan, sedangkan persentase ini lebih tinggi pada cewek, yaitu 27%.

Alasan Kerja Sampingan Berdasarkan Gender

Motivasi cowok dan cewek dalam mengambil pekerjaan sampingan juga beda. Cowok lebih fokus pada pengembangan karier dan kewirausahaan, sementara cewek lebih mungkin mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sebanyak 10% cowok bilang mereka punya pekerjaan sampingan untuk mendapatkan keterampilan atau pengalaman baru yang berguna bagi karier mereka. Angka ini lebih tinggi dibandingkan cewek yang hanya 5%. Selain itu, 10% cowok punya pekerjaan sampingan karena mereka sedang berusaha untuk memulai bisnis sendiri, dibandingkan dengan hanya 3% cewek.

Perbedaan ini mungkin mencerminkan prioritas dan ekspektasi gender dalam masyarakat. Cowok mungkin merasa lebih terdorong untuk mengembangkan karier dan jadi wirausahawan, sementara cewek mungkin lebih fokus pada stabilitas finansial dan memenuhi kebutuhan keluarga. Tapi, yang jelas, kedua gender sama-sama melihat pekerjaan sampingan sebagai cara penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencapai tujuan finansial.

Usia Mempengaruhi Pilihan Kerja Sampingan?

Usia juga berperan penting dalam keputusan Gen Z untuk punya pekerjaan sampingan. Data menunjukkan, pekerja Gen Z yang lebih muda cenderung lebih getol mencari pekerjaan sampingan. Mungkin karena mereka masih merintis karier dan pengen meningkatkan penghasilan, mengembangkan keterampilan, atau mencari peluang baru.

Sebanyak 85% pekerja berusia 18-21 tahun punya pekerjaan sampingan (69%) atau sedang mempertimbangkan untuk memulainya (15%). Angka ini sedikit menurun pada kelompok usia yang lebih tua, yaitu 84% pekerja berusia 22-25 tahun punya pekerjaan sampingan (57%) atau sedang mempertimbangkan untuk memulainya (27%). Pada kelompok usia 26-28 tahun, angkanya sedikit lebih rendah, yaitu 81% punya pekerjaan sampingan (56%) atau sedang mempertimbangkan untuk memulainya (24%).

"Buat gue, kerja sampingan itu cara buat eksplorasi minat dan nyari tahu apa yang bener-bener gue suka," kata seorang mahasiswa berusia 20 tahun yang kerja sebagai freelancer. "Gue masih muda dan punya banyak waktu luang, jadi gue pengen manfaatin sebaik mungkin."

Pendidikan dan Hubungannya dengan Kerja Sampingan

Uniknya, ada hubungan terbalik antara tingkat pendidikan formal dan kecenderungan untuk punya pekerjaan sampingan di kalangan Gen Z. Pekerja Gen Z dengan pendidikan formal yang lebih rendah justru lebih mungkin punya pekerjaan sampingan.

Data menunjukkan, 89% pemegang gelar associate Gen Z punya usaha sampingan (64%) atau sedang mempertimbangkan untuk memulainya (25%). Angka ini sedikit menurun pada pekerja Gen Z dengan pengalaman kuliah, yaitu 85% punya usaha sampingan (69%) atau sedang mempertimbangkan untuk memulainya (16%).

Sementara itu, 83% pemegang gelar sarjana punya usaha sampingan (55%) atau sedang mempertimbangkan untuk memulainya (28%). Angka terendah terdapat pada pemegang gelar magister atau lebih tinggi, yaitu 80% punya usaha sampingan (56%) atau sedang mempertimbangkan untuk memulainya (24%).

Fenomena ini bisa jadi karena beberapa faktor. Pertama, pekerja dengan pendidikan formal yang lebih rendah mungkin kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang memadai. Kedua, mereka mungkin lebih terbuka terhadap peluang kerja informal dan freelance yang seringkali tidak memerlukan pendidikan tinggi. Ketiga, mereka mungkin punya kebutuhan finansial yang lebih mendesak dan gak punya pilihan selain mencari penghasilan tambahan lewat pekerjaan sampingan.

"Gue emang gak punya gelar sarjana, tapi gue punya banyak skill yang bisa gue tawarin," kata seorang pekerja lepas berusia 27 tahun yang cuma punya ijazah SMA. "Gue belajar banyak hal secara otodidak dan gue terus meningkatkan kemampuan gue setiap hari."

Secara keseluruhan, tren pekerjaan sampingan di kalangan Gen Z menunjukkan bahwa mereka adalah generasi yang adaptif dan kreatif dalam menghadapi tantangan ekonomi. Mereka gak cuma mencari cara untuk memenuhi kebutuhan hidup, tapi juga untuk mengembangkan diri dan mencapai tujuan finansial mereka. Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan perubahan lanskap ekonomi dan pasar kerja di masa depan. Generasi Z membuktikan bahwa mereka siap beradaptasi dan berinovasi demi meraih kesuksesan di era yang penuh ketidakpastian ini.

Yukina Kato
Yukina Kato Saya Yukina Kato, penulis artikel edukasi yang senang berbagi wawasan praktis untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan diri.