Duel Kekuatan Militer, Kamboja vs Thailand, Siapa Penguasa Sebenarnya?

Table of Contents
Duel Kekuatan Militer, Kamboja vs Thailand, Siapa Penguasa Sebenarnya?


Ketegangan yang kembali membara antara Kamboja dan Thailand, ditandai dengan konflik bersenjata yang disebut-sebut terberat dalam lebih dari satu dekade, memicu pertanyaan: seberapa kuatkah kekuatan militer kedua negara ini sebenarnya?

Adu Kekuatan Militer: Kamboja vs. Thailand

1. Anggaran dan Jumlah Personel Militer

Kamboja:

Pada tahun 2024, Kamboja mengalokasikan dana USD 1,3 miliar (setara Rp 22 triliun) untuk pertahanan. Dengan anggaran ini, Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja (RCAF), yang terbentuk pada tahun 1993 melalui integrasi militer komunis dan kelompok perlawanan, memiliki personel aktif sejumlah 124.300 orang.

Menurut laporan, kekuatan darat menjadi tulang punggung RCAF dengan perkiraan 75.000 tentara. Lebih dari 200 tank tempur dan sekitar 480 unit artileri melengkapi kekuatan darat Kamboja.

Thailand:

Sebagai sekutu utama non-NATO yang ditunjuk oleh Amerika Serikat, Thailand menunjukkan komitmen yang lebih besar pada pertahanan. Anggaran pertahanan mereka mencapai USD 5,73 miliar (sekitar Rp 93 triliun) pada tahun 2024, dengan personel angkatan bersenjata aktif yang jauh lebih besar, yaitu lebih dari 360.000 orang.

Angkatan Darat Thailand (RTA) menjadi komponen terbesar dengan total 245.000 personel, termasuk sekitar 115.000 wajib militer. Alutsista Thailand juga terbilang mumpuni dengan sekitar 400 tank tempur, lebih dari 1.200 pengangkut personel lapis baja (APC), dan sekitar 2.600 pucuk senjata artileri. Hal unik dari RTA adalah kepemilikan armada pesawat sendiri, termasuk helikopter Black Hawk buatan AS dan drone.

2. Kekuatan Udara

Kamboja:

Angkatan Udara Kerajaan Kamboja (RCAF) relatif kecil, dengan hanya sekitar 1.500 personel. Armada udara mereka juga terbatas, hanya terdiri dari 10 pesawat angkut dan 10 helikopter angkut.

Kamboja tidak memiliki pesawat tempur khusus. Kekuatan udara mereka mengandalkan 16 helikopter serbaguna, termasuk enam unit Mi-17 era Soviet dan sepuluh unit Z-9 buatan Tiongkok. Keterbatasan ini menempatkan RCAF pada posisi yang kurang ideal dalam hal superioritas udara.

Thailand:

Angkatan Udara Kerajaan Thailand (RTAF) dianggap sebagai salah satu yang terbaik dan terlatih di Asia Tenggara. Diperkuat oleh sekitar 46.000 personel, RTAF memiliki armada pesawat tempur yang signifikan, yaitu 112 unit. Ini termasuk 28 unit F-16 dan 11 jet tempur Gripen buatan Swedia. Selain itu, mereka juga memiliki puluhan helikopter untuk berbagai keperluan. "Kami terus berinvestasi dalam modernisasi angkatan udara kami untuk menjaga keunggulan di kawasan," ujar seorang pejabat tinggi RTAF.

3. Kekuatan Angkatan Laut

Kamboja:

Angkatan Laut Kerajaan Kamboja (RCN) memiliki perkiraan kekuatan personel sekitar 2.800 orang, termasuk 1.500 anggota infanteri angkatan laut. Armada laut mereka terdiri dari 13 kapal patroli dan kapal tempur pesisir, serta satu kapal pendarat amfibi.

Thailand:

Angkatan Laut Kerajaan Thailand (RTN) jauh lebih besar dan lebih lengkap dibandingkan dengan Kamboja. Dengan jumlah personel mendekati 70.000 orang, RTN mencakup berbagai elemen, termasuk penerbangan angkatan laut, marinir, pertahanan pesisir, dan personel wajib militer.

RTN memiliki armada yang mengesankan, termasuk satu kapal induk, tujuh fregat, dan 68 kapal patroli dan kapal tempur pesisir. Armada mereka juga memiliki beberapa kapal amfibi dan pendarat yang masing-masing mampu menampung ratusan pasukan, serta 14 kapal pendarat yang lebih kecil. Divisi penerbangan angkatan laut Thailand juga memiliki armada pesawat sendiri, termasuk helikopter dan UAV. Korps Marinir Thailand memiliki kekuatan 23.000 personel yang didukung oleh puluhan kendaraan tempur bersenjata.

Kesimpulan: Siapa Lebih Unggul?

Dari data perbandingan, terlihat jelas bahwa Thailand memiliki keunggulan signifikan dalam hal anggaran pertahanan, jumlah personel, dan peralatan militer, terutama di angkatan udara dan laut. Kamboja, meskipun memiliki kekuatan darat yang cukup besar, menghadapi keterbatasan dalam modernisasi alutsista dan kekuatan udara.

Namun, penting untuk diingat bahwa kekuatan militer bukan hanya tentang angka. Faktor lain seperti geografi, doktrin militer, dan kualitas personel juga memainkan peran penting dalam menentukan hasil konflik potensial. "Kekuatan militer bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang strategi dan kemampuan adaptasi," kata seorang analis pertahanan independen.

Pertanyaannya sekarang, apakah Thailand akan terus mempertahankan dominasinya, atau apakah Kamboja akan berupaya keras mengejar ketertinggalan? Waktu yang akan menjawabnya. Analis memperkirakan bahwa investasi Kamboja di bidang pertahanan, terutama melalui kerjasama dengan negara-negara sahabat, dapat mengubah peta kekuatan militer di kawasan ini dalam beberapa tahun mendatang.

Yukina Kato
Yukina Kato Saya Yukina Kato, penulis artikel edukasi yang senang berbagi wawasan praktis untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan diri.