Generasi Z Mulai Ragu Kuliah? Ini Curhatan Mereka

Table of Contents
Generasi Z Mulai Ragu Kuliah? Ini Curhatan Mereka


Gelombang penyesalan kini menghampiri sebagian generasi Z, yang dikenal tumbuh di era digital dan serba cepat. Sebuah studi terbaru menyoroti fenomena menarik: tak sedikit anak muda yang mulai mempertanyakan, bahkan menyesali, keputusan mereka untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Apa yang memicu perasaan ini, dan bagaimana dampaknya bagi masa depan dunia pendidikan?

Laporan "Prospek Karir Gen Z 2025" Mengungkap Keresahan Soal Kuliah

Laporan komprehensif berjudul "Prospek Karir Gen Z 2025" membuka mata kita pada pergeseran pandangan generasi Z terhadap nilai sebuah gelar. Laporan tersebut menemukan bahwa banyak anak muda yang sudah bekerja mulai mempertimbangkan ulang ekspektasi karir mereka, tak lagi melihat ijazah sarjana sebagai jaminan sukses. Temuan ini sontak memicu perdebatan hangat tentang masa depan pendidikan dan persiapan tenaga kerja.

Bagaimana Survei Dilakukan?

Laporan ini didasarkan pada survei yang digelar oleh Pollfish pada 24 April hingga 10 Mei 2025. Survei ini melibatkan 1.000 pekerja penuh waktu dari generasi Z di Amerika Serikat, yaitu mereka yang lahir antara tahun 1997 dan 2012. Tujuannya? Memahami pandangan mereka tentang pendidikan dan pilihan karir yang telah diambil. Keseimbangan demografis, termasuk jenis kelamin dan kelompok usia, dijaga ketat untuk memastikan hasil yang representatif. Guna menghindari bias, metode Random Device Engagement (RDE) digunakan, menjamin proses seleksi yang adil dan natural. Data kemudian dianalisis pada 14 hingga 22 Mei 2025.

Mengapa 1 dari 4 Pekerja Gen Z Merasa Salah Pilih Jurusan?

Survei mengungkap bahwa pengalaman kuliah tidak sepenuhnya memenuhi harapan sebagian pekerja Gen Z. Hampir seperempat (23%) dari mereka yang disurvei mengaku menyesal telah memilih kuliah. Biang keladinya? Biaya pendidikan yang terus melonjak, sementara prospek karir setelah lulus tak sebanding. Banyak yang kini terlilit utang pinjaman mahasiswa dan merasa terbebani, apalagi dengan ketatnya persaingan di pasar kerja.

"Aku merasa sudah buang-buang waktu dan uang untuk sesuatu yang enggak memberikan nilai sepadan buat karirku," keluh Sarah, responden berusia 26 tahun yang berprofesi di bidang pemasaran. "Seharusnya aku fokus mengembangkan keterampilan yang lebih praktis dan relevan dengan industri."

Faktor lain yang menambah penyesalan ini adalah anggapan bahwa keterampilan yang diajarkan di kampus kurang relevan dengan kebutuhan dunia kerja saat ini. Teknologi berkembang pesat, kebutuhan industri terus berubah, menuntut keterampilan yang lebih spesifik dan adaptif, yang sayangnya seringkali tak diajarkan secara mendalam dalam kurikulum tradisional.

Jika Bisa Memutar Waktu, Apa Pilihan Mereka?

Ketika ditanya apa yang akan mereka lakukan jika bisa mengulang pilihan pendidikan, jawaban para responden memberikan gambaran menarik tentang preferensi dan prioritas generasi Z. Sebanyak 32% mengaku puas dengan jalan yang sudah ditempuh dan tak ingin mengubahnya. Namun, mayoritas sisanya justru ingin mengambil jalur yang berbeda.

Sebanyak 22% responden ingin memilih jurusan yang terkait dengan peluang di bidang bergaji tinggi, seperti teknologi, keuangan, teknik, atau kesehatan. Sementara itu, 13% lebih memilih untuk mempelajari keterampilan praktis atau mengejar karir yang tak memerlukan gelar formal. "Aku lebih memilih belajar coding atau desain grafis secara intensif daripada kuliah," ujar David, responden berusia 24 tahun. "Keterampilan ini jauh lebih dicari di pasar kerja sekarang."

Sebanyak 12% responden berminat mengambil jurusan di bidang kreatif atau berbasis minat, menunjukkan adanya keinginan untuk mengejar passion dan minat pribadi. Sementara itu, 11% lainnya akan memilih jurusan yang sama atau serupa, namun dari institusi yang lebih terjangkau atau kurang bergengsi. Lalu, 10% responden berfokus pada wirausaha, menunjukkan minat untuk membangun bisnis sendiri.

Perbedaan Penyesalan Antara Laki-Laki dan Perempuan Gen Z

Analisis lebih lanjut mengungkap perbedaan mencolok antara laki-laki dan perempuan Gen Z terkait penyesalan terhadap pendidikan tinggi. Sebanyak 28% laki-laki Gen Z mengaku menyesal telah kuliah, dibandingkan dengan 19% perempuan. Ini mengindikasikan bahwa laki-laki cenderung lebih kritis terhadap nilai investasi pendidikan tinggi.

Laki-laki juga lebih cenderung memilih jalur pendidikan alternatif yang tak memerlukan gelar formal. Sebanyak 14% laki-laki mengaku akan mempelajari keterampilan khusus atau mengejar karir yang tak memerlukan gelar, dibandingkan dengan 12% perempuan. Selain itu, 14% laki-laki mengaku akan fokus pada kewirausahaan, dibandingkan dengan 8% perempuan.

Sebaliknya, perempuan cenderung lebih puas dengan jalur pendidikan yang telah mereka tempuh. Sebanyak 32% perempuan mengaku puas dengan jalur pendidikan mereka, dibandingkan dengan 26% laki-laki. Hal ini mungkin mencerminkan perbedaan prioritas dan ekspektasi antara laki-laki dan perempuan dalam hal karir dan pendidikan.

"Perempuan mungkin lebih cenderung melihat pendidikan sebagai investasi jangka panjang yang memberikan manfaat lebih dari sekadar peningkatan pendapatan," kata Dr. Amelia Hartono, seorang sosiolog yang mempelajari tren pendidikan. "Pendidikan juga dapat memberikan manfaat seperti pengembangan diri, peningkatan kepercayaan diri, dan perluasan jaringan sosial."

Namun demikian, penting untuk diingat bahwa penyesalan terhadap pendidikan tinggi adalah fenomena kompleks dan multifaset. Faktor-faktor seperti latar belakang keluarga, kondisi ekonomi, dan aspirasi pribadi juga berperan dalam membentuk pandangan individu terhadap nilai dan relevansi pendidikan. Data ini menunjukkan adanya tren yang perlu diperhatikan oleh para pemangku kepentingan di bidang pendidikan dan tenaga kerja, serta mendorong perdebatan yang lebih mendalam tentang bagaimana mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan.

Temuan ini menggarisbawahi betapa pentingnya memberikan informasi yang lebih komprehensif dan realistis kepada generasi muda mengenai prospek karir dan biaya pendidikan. Bimbingan karir yang lebih baik, kesempatan magang, dan program pelatihan keterampilan yang relevan dapat membantu mereka membuat keputusan yang lebih tepat mengenai masa depan. Selain itu, perguruan tinggi perlu beradaptasi dengan perubahan kebutuhan industri dan menawarkan kurikulum yang lebih relevan dan praktis. Dengan begitu, pendidikan tinggi dapat terus menjadi investasi yang berharga bagi generasi Z dan generasi mendatang.

Yukina Kato
Yukina Kato Saya Yukina Kato, penulis artikel edukasi yang senang berbagi wawasan praktis untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan diri.