Inspiratif! Pasutri Ini Buktikan Cinta Literasi Tak Kenal Usia Setelah Antar Anak Raih Mimpi di Luar Negeri

Table of Contents
Inspiratif! Pasutri Ini Buktikan Cinta Literasi Tak Kenal Usia Setelah Antar Anak Raih Mimpi di Luar Negeri


Di balik layar kesuksesan anak-anak yang menembus pendidikan tinggi di luar negeri, ada kisah inspiratif Suradi dan Safrudiningsih, pasangan yang tak hanya fokus pada pendidikan keluarga, namun juga menebar manfaat bagi masyarakat sekitar.

Kisah Anak-Anak yang Terbang Tinggi

Tiga buah hati Suradi dan Safrudiningsih telah membuktikan bahwa mimpi dapat diraih hingga ke mancanegara. Muhammad Rizky, si bungsu, baru saja meraih gelar Sarjana Ekonomi dari KU Leuven University, Belgia, pada Maret lalu, dan kini melanjutkan studi S-2 di kampus yang sama dengan fokus pada Information Manajemen (data science). Sebelumnya, Rizky lulus dari SMP Lab School Rawamangun, Jakarta, dan sempat menimba ilmu di Montenegro, Eropa Selatan pada 2018.

Kedua kakaknya pun tak kalah gemilang. Qomaruliati (Ruli) Setiawati, sulung dari tiga bersaudara ini, sempat mengenyam pendidikan menengah di UCW Pearson College, Kanada (2014-2016), sebelum akhirnya melanjutkan studi Ekonomi di Maine, Amerika Serikat (2016-2020). Setelah itu, Ruli kembali ke Kanada untuk meraih gelar S-2 bidang Data Science di University of British Columbia (2020-2021). Sementara itu, Rachmadiani (Rachma) Lestari memilih Jurusan Hukum Internasional di IE University Madrid, Spanyol (2016-2020). Kini, Rachma berkarier di bidang keuangan di Luxembourg.

Rahasia di Balik Layar: Dukungan Penuh Orang Tua

"Alhamdulillah, ketiga anak kami mendapat beasiswa, jadi tidak terlalu pusing memikirkan biaya kuliahnya," ungkap Suradi dengan rendah hati. Namun, di balik beasiswa yang diraih anak-anaknya, ada peran besar Suradi dan Safrudiningsih yang tak pernah lelah memberikan dukungan moral dan menanamkan kecintaan pada ilmu pengetahuan sejak dini.

Taman Bacaan Masyarakat: Cinta Literasi yang Menginspirasi

Kiprah Suradi dan Safrudiningsih di dunia pendidikan tak berhenti di lingkup keluarga. Pada November 2019, mereka mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Bukit Duri Membaca di kediaman mereka di Bukit Duri Tanjakan III No. 8. TBM ini hadir sebagai wujud kepedulian mereka terhadap akses pendidikan bagi anak-anak di lingkungan sekitar.

"Bukan Karena Kesepian"

"Aku bikin TBM Bukit Duri Membaca ini bukan karena kesepian, tapi justru kepingin agar anak-anak di kampung ini juga merasakan kemewahan seperti anak-anakku. Tiap minggu bebas beli buku yang mereka suka, main ke museum, atau rekreasi ke tempat-tempat lain," tutur Safrudiningsih, yang akrab disapa Mbak Ning Nong oleh anak-anak, pada 26 Juli 2025.

Mbak Ning Nong mengaku, ide mendirikan TBM sudah lama terpendam. Semangatnya semakin berkobar setelah mengikuti berbagai seminar dan pelatihan literasi. Ia terinspirasi oleh ucapan seorang narasumber bahwa untuk berbuat sesuatu, tidak perlu menunggu segalanya sempurna. Berbekal diskusi dan dukungan dari sang suami, mereka mulai mengumpulkan buku seadanya dan mewujudkan TBM impian.

"Tapi dalam hitungan bulan, berkat jejaring pertemanan yang kami punya, koleksi buku bertambah pesat. Juga peralatan pendukung lainnya," imbuh Mbak Ning Nong.

Kolaborasi dan Semangat Berbagi

Dua tahun berselang, tepatnya pada 30 Agustus 2021, TBM resmi bernaung di bawah yayasan dengan akta notaris Lenny Helena, SH. Suradi bahkan membuka rekening khusus di bank BUMN dengan dana awal Rp 15 juta.

Semangat berbagi ini pun menarik perhatian banyak pihak. Relawan pengajar dari berbagai kalangan turut ambil bagian dalam kegiatan TBM. Pada 21 Desember 2024, Agus Nuramal alias PM Toh, seorang pendongeng kawakan asal Aceh, hadir untuk menghibur dan menginspirasi anak-anak. Dosen-dosen dari Institut Media Digital Emtek (MDE), tempat Suradi dan Safrudiningsih mengajar, juga memberikan pelatihan membuat konten media sosial. Tak hanya itu, mahasiswa asing dari Korea dan China yang sedang menempuh S-2 di UI pun turut berbagi pengetahuan tentang bahasa dan budaya mereka.

Psikolog Turut Andil

Sejak dua bulan lalu, tiga mahasiswa S-2 Psikologi Universitas YAI Jakarta, yaitu Gita Cendana Putri, Qanita Salsabila Tanjung, dan Muhammad Imam Shiddiq, melakukan layanan komunitas di TBM tersebut. Mereka mengadakan berbagai permainan psikologi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran anak-anak tentang kesehatan mental, seni, dan cita-cita.

Gita, misalnya, mengajak anak-anak berdiskusi tentang cara menghadapi perundungan (bullying). "Aku gak mau main sama kamu, karena gendut dan bau. Bagaimana sikap atau jawaban kamu?" tanya Gita.

"Ah, kayak lu cakep aja," jawab seorang anak perempuan disambut tawa teman-temannya. Sementara anak yang lain menukas, "Eh, kamu gak boleh ngomong gitu. Kita kan sesama teman."

Menurut Gita, tak ada jawaban yang salah atau benar. Yang terpenting adalah bagaimana anak-anak dapat menghadapi perundungan dengan tenang dan bijaksana.

Dampak Positif TBM Bukit Duri Membaca

Mbak Ning Nong tak bisa memastikan apakah kegiatan di TBM secara langsung meningkatkan nilai akademis anak-anak. Namun, ia meyakini bahwa TBM telah membantu anak-anak untuk memiliki kesadaran, mimpi, angan-angan, mandiri, dan percaya diri. Selain itu, TBM juga telah menanamkan budi pekerti yang baik.

"Awalnya anak-anak itu suka nyelonong begitu aja, terus ngambil buku, ada kalanya disobek. Perlahan mereka berubah. Selalu izin, memberi salam, ngomong juga gak lagi pake kata-kata kasar," pungkas Mbak Ning Nong.

Kisah Suradi dan Safrudiningsih adalah bukti nyata bahwa cinta literasi tak mengenal batas usia. Dengan dedikasi dan semangat berbagi, mereka telah menginspirasi banyak orang untuk turut berkontribusi dalam memajukan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Keberadaan TBM Bukit Duri Membaca menjadi oase bagi anak-anak di lingkungan sekitar, memberikan mereka kesempatan untuk meraih mimpi dan menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas.

Yukina Kato
Yukina Kato Saya Yukina Kato, penulis artikel edukasi yang senang berbagi wawasan praktis untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan diri.