Konflik Thailand-Kamboja, Apa Artinya Buat Kita di Indonesia?

Table of Contents
Konflik Thailand-Kamboja, Apa Artinya Buat Kita di Indonesia?


Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja memicu perhatian di Asia Tenggara. Sengketa wilayah yang mengakar kuat pada sejarah kedua negara ini dikhawatirkan dapat merusak stabilitas kawasan. Lalu, bagaimana dampaknya bagi Indonesia dari sisi ekonomi, politik, dan keamanan?

Akar Konflik Thailand-Kamboja

Perselisihan antara Thailand dan Kamboja berawal dari penentuan garis perbatasan oleh Prancis saat menjajah Kamboja. Perebutan wilayah, terutama terkait Kuil Preah Vihear dan sekitarnya, menjadi sumber masalah yang tak kunjung padam. Pada tahun 2008, Kamboja mengajukan Kuil Ta Moan Thom, yang berada di wilayah sengketa, sebagai warisan dunia ke UNESCO, memicu protes keras dari Thailand.

Ketegangan ini memicu serangkaian bentrokan sporadis selama bertahun-tahun. Hingga Sabtu (26/7/2025), eskalasi terakhir dilaporkan telah menelan puluhan korban jiwa di kedua belah pihak. Sebagai bentuk protes, Thailand menarik duta besarnya dari Kamboja. Tak tinggal diam, Kamboja membalas dengan melarang impor buah dan sayur dari Thailand, serta menghentikan pasokan listrik dan internet. Pergerakan pasukan militer di sepanjang perbatasan pun semakin intensif.

Potensi Dampak Bagi Indonesia

Meski jaraknya cukup jauh, konflik Thailand-Kamboja menyimpan potensi dampak bagi Indonesia. Dari sisi ekonomi, gangguan pada rantai pasok dan perdagangan regional dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi dalam negeri. Secara politik, soliditas ASEAN dan peran sentral Indonesia sebagai salah satu negara pendiri berpotensi teruji.

"Stabilitas kawasan adalah fondasi pertumbuhan ekonomi. Konflik apapun, sekecil apapun, bisa merusak iklim investasi dan perdagangan," kata Dr. Andi Wijaya, pengamat politik internasional dari Universitas Indonesia.

Sikap Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menyatakan bahwa hingga saat ini konflik tersebut belum berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia. "Kami terus memantau perkembangan di perbatasan Thailand-Kamboja, dan sejauh ini belum ada indikasi gangguan yang berarti terhadap perdagangan atau investasi," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada Jumat (25/7/2025).

Namun, pemerintah mengimbau kedua negara untuk menahan diri dan mencari solusi damai. Kementerian Luar Negeri Indonesia juga berharap agar Thailand dan Kamboja dapat kembali berdialog dan menyelesaikan perbedaan sesuai prinsip-prinsip Piagam ASEAN dan Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation/TAC).

"Kami percaya bahwa penyelesaian damai melalui dialog adalah cara terbaik untuk mencapai stabilitas dan keamanan di kawasan," demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri.

Imbauan untuk WNI di Thailand

Di tengah meningkatnya ketegangan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Bangkok mengeluarkan imbauan kepada WNI di Thailand. KBRI mengimbau agar WNI meningkatkan kewaspadaan, tetap tenang, dan menghindari perjalanan ke wilayah perbatasan.

"Kami mengimbau kepada seluruh WNI untuk terus memantau perkembangan situasi dan mengikuti arahan dari otoritas setempat," kata Duta Besar Republik Indonesia untuk Thailand, Rachmat Budiman.

KBRI juga meminta WNI yang telah tinggal di Thailand lebih dari enam bulan untuk segera melapor diri melalui portal Peduli WNI, www.peduliwni.kemlu.go.id. Bagi WNI yang membutuhkan bantuan darurat atau ingin memberikan informasi mengenai WNI yang terdampak konflik, dapat menghubungi Hotline Konsuler KBRI di Bangkok (+66 92-903-1103).

Upaya Meredakan Ketegangan

Di tengah situasi yang tegang, upaya untuk mencapai gencatan senjata terus diupayakan. Pada Sabtu (26/7/2025), Presiden Donald Trump mengumumkan telah berbicara dengan para pemimpin Thailand dan Kamboja, mengisyaratkan kemungkinan pembatalan kesepakatan perdagangan jika konflik terus berlanjut. Ia juga mengklaim bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk bertemu guna merundingkan gencatan senjata.

Menanggapi usulan tersebut, Kementerian Luar Negeri Thailand menyatakan bahwa Penjabat Perdana Menteri Phumtham Wechayachai berterima kasih atas perhatian Presiden Trump dan setuju untuk mempertimbangkan gencatan senjata. "Namun, Thailand ingin melihat niat tulus dari pihak Kamboja," demikian pernyataan kementerian tersebut, seperti dikutip dari AP News, Minggu (27/7/2025).

Sementara itu, Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menyatakan kesediaannya untuk melakukan gencatan senjata segera dan tanpa syarat antara kedua pasukan.

Perkembangan ini memberi secercah harapan untuk terciptanya perdamaian dan stabilitas di wilayah perbatasan Thailand-Kamboja. Namun, keberhasilan gencatan senjata dan perundingan selanjutnya sangat bergantung pada komitmen dan itikad baik kedua belah pihak. Pemerintah Indonesia, bersama negara-negara ASEAN lainnya, diharapkan dapat terus berperan aktif dalam mendorong penyelesaian damai dan menjaga stabilitas kawasan.

Yukina Kato
Yukina Kato Saya Yukina Kato, penulis artikel edukasi yang senang berbagi wawasan praktis untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan diri.