Konflik Thailand-Kamboja Memanas, ASEAN Bisa Terseret? Analisis Mendalam Pakar

Kabar kurang sedap datang dari kawasan Asia Tenggara. Eskalasi ketegangan antara Thailand dan Kamboja, dua negara anggota ASEAN, kembali mencuat dan memicu kekhawatiran. Akar masalahnya? Sengketa wilayah perbatasan yang sudah berlangsung lebih dari seabad, bermula sejak era kolonialisme Prancis di Kamboja. Pertanyaannya, seberapa besar potensi konflik ini meluas?
Akar Masalah Konflik Thailand-Kamboja
Menurut Dr. Muhadi Sugiono, dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), konflik ini belum bisa disebut perang besar. Kepada awak media pada Jumat (26/7/2025), Dr. Muhadi menjelaskan bahwa sengketa ini sebenarnya sudah dibawa ke ranah hukum internasional.
"Sebenarnya, isu ini sudah dibawa ke International Court of Justice (ICJ) pada tahun 2013. ICJ telah memutuskan bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari Kamboja," ujarnya.
Permasalahan yang ada lebih condong pada gesekan-gesekan kecil di lapangan, terutama karena hubungan yang belum sepenuhnya harmonis di tingkat militer perbatasan. Kurangnya rasa saling percaya jadi pemicu utama.
"Jika ada ranjau darat melukai tentara Thailand di sana, di wilayah Kamboja, pertanyaan yang muncul adalah, kenapa tentara Thailand berada di situ?" tanya Dr. Muhadi, menyoroti insiden yang berpotensi memperkeruh suasana.
Menariknya, dalam konflik sebelumnya, pemerintah pusat Thailand justru menyalahkan militernya yang bertugas di perbatasan. "Dahulu, pemerintah pusat (Thailand) menyalahkan militernya di perbatasan. Perdana menterinya, adik dari Thaksin saat itu, menelepon Perdana Menteri Hun Sen dan menyalahkan militernya sendiri. Bahkan, markas besar angkatan darat (Thailand) juga menyalahkan tentara di lapangan," beber Dr. Muhadi.
Ia menambahkan, "Jadi, sebenarnya konflik Preah Vihear itu secara politik sudah selesai melalui jalur hukum, tetapi belum ada rekonsiliasi di tingkat lapangan. Sehingga, kalaupun terjadi konflik, itu konflik-konflik karena misalnya misunderstanding, kemudian ketidaksengajaan, kurangnya komunikasi dan sebagainya."
Situasi semakin runyam dengan ditariknya Duta Besar Thailand dari Kamboja, dan permintaan serupa agar Duta Besar Kamboja meninggalkan Thailand. Menurut Dr. Muhadi, konflik ini lebih bersifat operasional di lapangan, diperparah perbedaan sikap antara militer di lapangan dan pemerintah pusat Thailand.
"Tetapi dengan sikap pemerintah pusat yang ternyata menyalahkan tentaranya sendiri di Thailand itu, pemerintah pusat justru kemudian diprotes oleh rakyatnya sendiri," ungkapnya. "Jadi, ini bukan konflik yang seharusnya melibatkan kedua negara," tegasnya.
Potensi Eskalasi Konflik di ASEAN?
Mungkinkah konflik Thailand dan Kamboja ini meluas hingga menyeret negara-negara ASEAN lainnya? Dr. Muhadi meyakini hal tersebut tidak akan terjadi. Ia berpendapat, ASEAN adalah forum yang memberikan keuntungan bagi semua anggotanya.
"Kalau mereka sampai terlibat di situ sepertinya tidak mungkin. Kedua, negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, negara-negara itu pasti juga tidak akan tinggal diam. Indonesia pasti akan harus cawe-cawe juga memainkan peran," ujarnya.
"Persoalannya kan sekarang adalah apakah Indonesia bisa memainkan peran seperti waktu Pak Marty (Marty Natalegawa, Menteri Luar Negeri periode 2009-2014) dulu. Mengingat saat ini Menteri Luar Negerinya kan tidak terlalu aktif, yang aktifkan Presidennya. Apakah nanti justru Presidennya yang akan aktif, saya tidak tahu," imbuhnya.
Indonesia, menurutnya, masih punya peran signifikan di ASEAN dan dapat mencegah konflik berkembang menjadi eskalasi besar. Namun, dinamika kepemimpinan di Kementerian Luar Negeri saat ini, di mana Presiden lebih dominan, perlu menjadi pertimbangan.
Dr. Muhadi juga menegaskan bahwa eskalasi perang besar dan berkepanjangan sangat kecil kemungkinannya terjadi, mengingat perbedaan kekuatan militer yang mencolok antara Thailand dan Kamboja.
"Thailand kemarin sudah menggunakan pesawat untuk menyerang Kamboja. Sementara Kamboja tidak punya pesawat sama sekali," jelasnya.
"Jadi, perang itu juga tidak akan bereskalasi besar dan saya kira ASEAN juga tidak akan tinggal diam sampai itu menjadi satu perang dengan skala yang besar, tidak mungkin," pungkasnya.
Dengan ketidakseimbangan kekuatan militer dan peran aktif yang diharapkan dari ASEAN, khususnya Indonesia, potensi eskalasi konflik Thailand-Kamboja menjadi perang skala besar tampaknya kecil. Kendati demikian, upaya diplomasi dan rekonsiliasi di lapangan tetap krusial untuk mencegah insiden serupa dan menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara.