Pengangguran Turun? Jangan Senang Dulu, Ini Kata Ahli Soal Kondisi Kerja Sebenarnya

Table of Contents
Pengangguran Turun? Jangan Senang Dulu, Ini Kata Ahli Soal Kondisi Kerja Sebenarnya


Kabar baik datang dari Badan Pusat Statistik (BPS): Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2025 dilaporkan mengalami penurunan. Namun, para ahli mewanti-wanti agar kita tidak langsung berpuas diri. Apakah ini benar-benar sinyal positif bagi kondisi kerja di Indonesia?

Data BPS menunjukkan TPT berada di angka 4,76% pada Februari 2025. Sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 4,82%. Tapi, jangan buru-buru senang dulu, ya.

"Penurunan TPT ini memang berita baik, tapi kita perlu melihatnya lebih dalam. Apakah penurunan ini juga berarti peningkatan kualitas pekerjaan, upah yang layak, dan jaminan sosial bagi pekerja?" ujar Dr. Anita Sari, seorang pengamat ekonomi dari universitas ternama di Jakarta, saat dihubungi via telepon.

Penurunan angka pengangguran ini, menurutnya, bisa saja disebabkan oleh faktor lain. Misalnya, meningkatnya partisipasi angkatan kerja yang terserap di sektor-sektor tertentu, namun belum tentu menawarkan pekerjaan yang berkualitas.

Pertumbuhan Penduduk Lebih Tinggi dari Penyerapan Tenaga Kerja

Laju pertumbuhan penduduk juga menjadi faktor penting untuk diperhatikan. Jika jumlah penduduk terus bertambah lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan menyerap tenaga kerja, maka penurunan TPT ini bisa jadi hanya "pemanis" saja.

Data demografi terkini menunjukkan pertumbuhan penduduk usia kerja di Indonesia masih cukup tinggi. Artinya, kita membutuhkan lebih banyak lapangan kerja yang berkualitas setiap tahunnya. Jika tidak, penurunan TPT hanya akan jadi ilusi, dan masalah pengangguran serta setengah pengangguran akan terus menghantui.

"Pemerintah perlu fokus pada kebijakan yang mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, sehingga lapangan kerja yang cukup bisa tercipta untuk menampung angkatan kerja yang terus bertambah," kata Dr. Sari. Ia juga menekankan pentingnya meningkatkan keterampilan dan daya saing tenaga kerja agar mereka bisa bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif.

Fokus pada Pekerjaan yang Layak (Decent Job)

Lebih dari sekadar menciptakan lapangan kerja, pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu memprioritaskan penciptaan pekerjaan yang layak (decent job). Konsep ini, seperti yang didefinisikan oleh International Labour Organization (ILO), mencakup empat pilar utama: penciptaan lapangan kerja, perlindungan sosial, hak-hak pekerja, dan dialog sosial.

Sayangnya, keempat pilar ini masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Banyak pekerja masih harus bekerja dengan upah yang rendah, tanpa jaminan sosial, dan tanpa perlindungan hukum yang memadai. Kondisi ini paling banyak terjadi di sektor informal, di mana mayoritas pekerja tidak memiliki kontrak kerja dan sangat rentan terhadap eksploitasi.

"Kita tidak bisa hanya berpuas diri dengan penurunan angka pengangguran," tegas Dr. Sari. "Kita juga harus memastikan bahwa pekerjaan yang tersedia memberikan kehidupan yang layak bagi para pekerja dan keluarganya."

Sektor Informal Mendominasi, Pekerja Jadi Rentan

Data terbaru menunjukkan sektor informal masih mendominasi pasar tenaga kerja di Indonesia. Jumlah pekerja di sektor ini jauh lebih banyak daripada di sektor formal. Akibatnya, pekerja menjadi lebih rentan karena umumnya tidak memiliki perlindungan hukum dan jaminan sosial yang memadai.

Pekerja di sektor informal seringkali harus menerima upah rendah, jam kerja panjang, dan kondisi kerja yang tidak aman. Mereka juga rentan terhadap diskriminasi dan eksploitasi, serta tidak memiliki akses ke layanan kesehatan dan pensiun yang memadai.

"Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk memformalkan sektor informal dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja di sektor ini," saran Dr. Sari. Ia menyarankan pemberian pelatihan keterampilan, akses ke modal usaha, dan perlindungan hukum yang memadai.

Kualitas Hubungan Kerja Masih Rendah

Selain dominasi sektor informal, kualitas hubungan kerja di Indonesia juga masih memprihatinkan. Banyak pekerja yang bekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau bahkan tanpa kontrak kerja sama sekali. Kondisi ini membuat mereka rentan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tidak memiliki jaminan kepastian kerja.

Data menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pekerja yang memiliki perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), yang memberikan jaminan kepastian kerja yang lebih baik. Sebagian besar lainnya bekerja dengan PKWT atau tanpa kontrak, sehingga berada dalam posisi yang sangat rentan.

"Pemerintah perlu memperkuat regulasi ketenagakerjaan dan memastikan bahwa semua pekerja memiliki kontrak kerja yang jelas dan adil," tegas Dr. Sari. "Selain itu, perlu juga ditingkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan pekerja."

Jadi, penurunan TPT memang patut disyukuri, tapi jangan sampai membuat kita lengah. Analisis yang lebih mendalam diperlukan untuk memahami kondisi pasar tenaga kerja yang sebenarnya. Pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya perlu bahu-membahu menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan berkualitas, serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja. Dengan begitu, penurunan TPT akan benar-benar mencerminkan perbaikan yang signifikan dalam kesejahteraan masyarakat. Diketahui, pemerintah tengah menyusun strategi untuk meningkatkan kualitas SDM dan mempermudah akses pelatihan vokasi sebagai upaya mengatasi permasalahan yang ada, termasuk meningkatkan kualitas hubungan kerja.

Yukina Kato
Yukina Kato Saya Yukina Kato, penulis artikel edukasi yang senang berbagi wawasan praktis untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan diri.