Rahasia Bakteri Pemakan Plastik di Indonesia, Penjelasan Ilmuwan Akhirnya Terungkap!

Kabar baik datang dari dunia riset: bakteri pemakan plastik ternyata bukan cuma ada di luar negeri! Ilmuwan Indonesia tengah mengembangkan potensi bakteri ini sebagai solusi inovatif untuk mengatasi tumpukan sampah plastik yang jadi masalah pelik di tanah air. Meski belum bisa langsung diterapkan secara luas, penelitian terus berjalan, membuka harapan baru dalam perang melawan polusi plastik.
Bakteri Pemakan Plastik: Ada, Tapi Belum Siap "Tempur" Skala Besar
Keberadaan bakteri "pemakan" plastik di Indonesia bukanlah sekadar wacana. Dwinanti Rika Marthanty, Kepala Laboratorium Hidrolika, Hidrologi, dan Sungai Universitas Indonesia (UI), mengungkapkan bahwa mikroorganisme ini sudah ditemukan dan diteliti di berbagai laboratorium dalam negeri.
"Sudah ada dalam skala riset, belum pada skala dipasarkan," tegas Dwinanti dalam diskusi media di Jakarta, Kamis (24/7/2025). Ia menjelaskan, meski potensi bakteri ini sangat menjanjikan, masih butuh serangkaian riset dan pengembangan lanjutan sebelum bisa diterapkan secara efektif di skala industri.
Riset Bakteri Terus Digalakkan di Indonesia
Indonesia tak berdiam diri menghadapi persoalan sampah plastik. Berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian terus menggiatkan riset terkait bakteri pendegradasi plastik. Fokus utamanya adalah menemukan jenis bakteri lokal yang paling efektif dalam mengurai berbagai jenis plastik yang umum ditemukan di Indonesia.
"Jangankan pemakan plastik, pemakan minyak pakai bakteri sudah ada. Cuman apakah bisa skala industri, skala besar, nah ini memang masih perlu riset. Tapi skala lab, sudah ada," ujar Dwinanti. Ini menunjukkan peneliti Indonesia sudah mampu mengisolasi dan menguji efektivitas bakteri pemakan limbah lain, termasuk minyak. Tantangan terbesarnya adalah meningkatkan skala produksi bakteri dan mengoptimalkan proses penguraian plastik agar lebih efisien dan ekonomis.
Kendala Menuju Pengembangan Skala Industri
Mengembangkan bakteri pemakan plastik menjadi solusi berskala industri bukan perkara mudah. Biaya produksi bakteri dan proses penguraian yang masih relatif tinggi menjadi salah satu kendala utama. Selain itu, keberagaman jenis sampah plastik di Indonesia juga menjadi faktor penghambat. Setiap jenis plastik memerlukan jenis bakteri atau enzim yang berbeda untuk penguraian optimal.
Dwinanti mencontohkan pemanfaatan sampah plastik sebagai material aspal dan beton. "Tapi nanti plastiknya beda-beda. Nah kemarin kami sudah coba, untuk beton sama plastik ternyata membuat kualitas dari beton itu berkurang dan plastiknya pun harus direkayasa," jelasnya. Ia menekankan pentingnya pemilahan dan pengolahan sampah plastik sebelum bisa dimanfaatkan atau diuraikan secara efektif. Bahkan, plastik perlu dicuci satu per satu agar sesuai standar bangunan, yang tentunya menambah biaya dan waktu.
Penelitian Bakteri di Berbagai Lembaga
Upaya riset dan pengembangan bakteri pemakan plastik tak hanya berpusat di perguruan tinggi. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga memainkan peran penting dalam mendukung riset terkait mikroorganisme pendegradasi plastik. BRIN memiliki fasilitas dan sumber daya memadai untuk melakukan penelitian mendalam mengenai karakteristik, efektivitas, dan potensi aplikasi bakteri pemakan plastik.
"Lab tentang penelitian bakteri itu ada beberapa lokasi. Di lab kita sendiri (Laboratorium Hidrolika, Hidrologi, dan Sungai UI), kalau untuk bakteri masih terbatas. Tapi, saya kira di beberapa tempat seperti BRIN itu ada dan perlu beberapa tahap lagi supaya bisa dipakai di masyarakat," kata Dwinanti.
Inspirasi dari Jepang: Ideonella sakaiensis
Pengembangan bakteri pemakan plastik di Indonesia terinspirasi dari penemuan Ideonella sakaiensis di Jepang. Bakteri ini mampu mengurai polietilen tereftalat (PET), jenis plastik yang banyak digunakan dalam botol minuman dan kemasan makanan. Ideonella sakaiensis menghasilkan enzim PETase yang memecah PET menjadi komponen dasarnya.
Sayangnya, proses penguraian alami oleh Ideonella sakaiensis tergolong lambat. Selembar plastik kecil bisa butuh waktu hingga tujuh minggu untuk terurai. Untuk mengatasi ini, ilmuwan mengembangkan enzim PETase hasil rekayasa genetik yang lebih cepat dan efisien. Teknologi ini menjanjikan solusi lebih efektif untuk mengatasi krisis sampah plastik global.
Penelitian dan pengembangan bakteri pemakan plastik di Indonesia terus berlanjut. Para ilmuwan dan peneliti terus berupaya menemukan solusi inovatif dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah sampah plastik. Dengan dukungan dari pemerintah, industri, dan masyarakat, diharapkan bakteri pemakan plastik dapat menjadi salah satu senjata ampuh dalam memerangi polusi plastik di masa depan.