Terungkap, Akar Perseteruan Panjang Kamboja dan Thailand

Table of Contents
Terungkap, Akar Perseteruan Panjang Kamboja dan Thailand


Ketegangan kembali menyelimuti hubungan Kamboja dan Thailand, menghidupkan kembali konflik perbatasan yang telah berlangsung lebih dari seabad. Perselisihan wilayah yang berakar pada interpretasi perjanjian masa lalu dan warisan sejarah yang kompleks terus menjadi bara api di kawasan Asia Tenggara. Situasi terkini semakin pelik setelah seorang tentara Thailand terluka akibat ranjau darat, memicu reaksi keras dari Bangkok.

Akar Konflik yang Mengakar: Sejarah Panjang Sengketa Kamboja-Thailand

Sengketa antara Kamboja dan Thailand bukanlah cerita baru. Lebih dari seratus tahun lamanya, kedua negara ini terlibat dalam konflik yang naik turun, dengan berbagai upaya penyelesaian yang belum membuahkan hasil permanen. Masalah ini berawal dari era kolonial, tepatnya saat batas-batas wilayah modern mulai dibentuk.

Bermula dari Peta: Sengketa Perbatasan Tahun 1907

Sengketa perbatasan ini bermula pada tahun 1907, ketika Prancis, yang saat itu berkuasa di Kamboja, membuat peta untuk menentukan batas wilayah. Peta inilah yang kemudian menjadi dasar klaim Kamboja atas beberapa wilayah perbatasan. Masalahnya, interpretasi peta tersebut tidak seragam, banyak ketidakjelasan yang menimbulkan perbedaan pendapat. Thailand pun tak tinggal diam, menggugat validitas peta tersebut dan mengklaim bahwa wilayah yang diklaim Kamboja sebenarnya adalah bagian dari wilayah mereka.

Upaya diplomasi untuk menjernihkan masalah ini telah berulang kali dilakukan, namun tanpa titik temu. Bahkan, keterlibatan Mahkamah Internasional pada tahun 1962 pun belum mampu mengakhiri perselisihan. Area yang menjadi sumber utama perseteruan adalah kuil-kuil bersejarah yang terletak di sepanjang perbatasan, yang memiliki nilai budaya dan spiritual yang tinggi bagi kedua negara.

Pertempuran dan Gencatan Senjata: Eskalasi Konflik 2008-2011

Ketegangan memuncak antara tahun 2008 hingga 2011, ditandai dengan serangkaian pertempuran militer di wilayah perbatasan. Konflik ini terpusat di area perbatasan hutan yang meliputi kuil-kuil kuno yang diklaim oleh kedua negara. Masing-masing pihak saling tuding soal siapa yang memulai dan memperparah konflik. Pertempuran tersebut mengakibatkan korban jiwa dan pengungsian puluhan ribu warga sipil. Setelah tujuh hari pertempuran sengit yang menewaskan setidaknya 15 orang, kedua negara akhirnya sepakat melakukan gencatan senjata.

Pada tahun yang sama, Mahkamah Internasional memerintahkan kedua negara untuk menarik pasukan mereka dari wilayah sengketa dan menetapkan zona demiliterisasi. Namun, putusan tersebut belum sepenuhnya menyelesaikan masalah, karena pengadilan belum memutuskan siapa yang berhak mengendalikan wilayah sengketa yang lebih luas, sehingga potensi konflik tetap membayangi.

Kembali Memanas: Tahun 2025

Setelah beberapa tahun relatif tenang, sengketa perbatasan antara Kamboja dan Thailand kembali memanas di tahun 2025. Pada bulan Mei, seorang tentara Kamboja tewas dalam sebuah insiden di wilayah perbatasan, yang memicu ketegangan baru. Kematian tentara tersebut membawa hubungan bilateral ke titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun upaya untuk meredakan ketegangan telah dilakukan, insiden-insiden kecil terus terjadi, mengancam stabilitas kawasan.

Pemicu Terkini: Ranjau Darat dan Reaksi Thailand

Ketegangan terbaru dipicu oleh serangkaian peristiwa yang meningkatkan eskalasi konflik, memperkeruh hubungan bilateral dan mengancam perdamaian di wilayah perbatasan.

Insiden Ranjau Darat: 23 Juli 2025

Pemicu utama konflik terkini adalah insiden ranjau darat yang terjadi pada 23 Juli 2025. Seorang tentara Thailand dilaporkan kehilangan kaki kanannya akibat ledakan ranjau darat di wilayah perbatasan. Insiden ini memicu reaksi keras dari pemerintah Thailand, yang menuduh Kamboja gagal membersihkan ranjau darat di wilayah tersebut.

Sebagai respons, Thailand mengumumkan akan menurunkan hubungan diplomatik dengan Kamboja, menarik duta besarnya dari Phnom Penh, dan mengusir duta besar Kamboja dari Bangkok. Langkah-langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah Thailand dalam menangani insiden tersebut dan mengirimkan pesan yang kuat kepada Kamboja. "Ini adalah tindakan yang tidak dapat diterima. Kami tidak akan mentolerir tindakan yang membahayakan nyawa warga kami," tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand dalam konferensi pers.

Upaya Penyelesaian dan Dampaknya

Konflik yang berkepanjangan ini telah berdampak signifikan pada hubungan bilateral dan stabilitas kawasan. Berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan melalui saluran diplomatik, namun belum membuahkan hasil yang memuaskan. Insiden terbaru ini semakin memperumit upaya perdamaian dan meningkatkan risiko eskalasi lebih lanjut.

Dampak dari konflik ini tidak hanya terbatas pada kedua negara, tetapi juga dapat mempengaruhi stabilitas regional dan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Investasi asing dapat terhambat, pariwisata terganggu, dan perdagangan lintas batas terpengaruh.

“Kami berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini secara damai. Dialog adalah satu-satunya jalan keluar,” ujar juru bicara pemerintah Kamboja, seraya menambahkan bahwa pihaknya siap bekerja sama dengan Thailand untuk menyelidiki insiden ranjau darat dan mencegah kejadian serupa di masa depan.

Di sisi lain, analis politik memperingatkan bahwa situasi saat ini sangat rapuh dan memerlukan penanganan yang hati-hati. "Risiko eskalasi militer selalu ada. Kedua belah pihak perlu menahan diri dan menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi," kata Dr. Thitinan Pongsudhirak, seorang analis politik dari Universitas Chulalongkorn, Thailand.

Ke depan, penyelesaian konflik Kamboja-Thailand membutuhkan komitmen yang kuat dari kedua belah pihak untuk mengutamakan dialog dan diplomasi. Keterlibatan pihak ketiga, seperti ASEAN atau Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga dapat membantu memfasilitasi proses perdamaian dan mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan. Stabilitas di kawasan ini tidak hanya penting bagi Kamboja dan Thailand, tetapi juga bagi seluruh negara anggota ASEAN dan komunitas internasional secara keseluruhan.

Yukina Kato
Yukina Kato Saya Yukina Kato, penulis artikel edukasi yang senang berbagi wawasan praktis untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan diri.