Biar Polisi Makin Profesional, Skill Ini Wajib Dikuasai!

Table of Contents
Biar Polisi Makin Profesional, Skill Ini Wajib Dikuasai!


Sorotan publik kembali tertuju pada profesionalisme anggota Polri, terutama dalam penanganan aksi demonstrasi. Gelombang dinamika sosial yang meningkat menuntut kemampuan personel kepolisian yang lebih mumpuni agar dapat merespons kebutuhan masyarakat secara efektif dan sesuai prosedur. Pertanyaannya, bekal keterampilan apa saja yang krusial bagi anggota Polri untuk meningkatkan profesionalisme?

Pentingnya Pengembangan Kapasitas Polri

Andhyka Muttaqin, seorang pakar kebijakan publik dari Universitas Brawijaya (UB), menekankan urgensi pengembangan kapasitas (capacity building) bagi Polri dalam menghadapi masyarakat yang semakin kritis dan vokal dalam menyampaikan aspirasi melalui unjuk rasa. Menurutnya, peran Polri tidak hanya sebatas penegak hukum, melainkan juga sebagai fasilitator dalam menjaga ketertiban umum serta mediator dalam penyelesaian konflik.

"Polri harus cakap dalam mengelola dinamika sosial dengan pendekatan yang humanis dan solutif. Hal ini memerlukan peningkatan kapasitas yang berkelanjutan, meliputi pengetahuan, keterampilan, dan mental," ungkapnya. Pernyataan ini muncul seiring dengan insiden seperti kejadian mobil rantis Brimob yang melindas pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan di Jakarta pada Kamis, 28 Agustus 2025 lalu, yang mengindikasikan adanya kekurangan dalam prosedur penanganan demonstrasi yang perlu segera diperbaiki.

Standar Pendidikan Ideal Anggota Polri

# Tingkat Pendidikan Minimal

Andhyka berpendapat bahwa standar pendidikan minimal bagi anggota Polri sebaiknya setara dengan diploma atau S1, selaras dengan standar rekrutmen perwira. Tujuannya adalah memastikan setiap anggota memiliki landasan intelektual yang cukup untuk memahami kompleksitas masalah sosial dan hukum. Pendidikan yang lebih tinggi juga diharapkan dapat mendorong anggota Polri untuk berpikir kritis, analitis, dan strategis dalam mengambil keputusan.

# Kualifikasi Pendidikan Jabatan Strategis

Lebih lanjut, Andhyka menyarankan peningkatan kualifikasi pendidikan menjadi S2 atau bahkan S3 untuk jabatan-jabatan strategis seperti Kapolres, Kapolda, hingga Kapolri. "Bidang-bidang seperti hukum, kriminologi, psikologi, administrasi publik, atau keamanan internasional sangat relevan untuk memperkuat kemampuan strategis dan kepemimpinan para pejabat tinggi Polri," jelasnya. Dengan keahlian mendalam di bidang tersebut, diharapkan para pemimpin Polri dapat merumuskan kebijakan yang efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Jalur Masuk Anggota Polri

Bagi masyarakat yang berminat menjadi anggota Polri, tersedia beberapa jalur pendaftaran. Pertama, melalui Akademi Kepolisian (Akpol) dengan masa pendidikan empat tahun. Kedua, Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) yang diperuntukkan bagi lulusan S1 dan S2. Selain itu, ada jalur bintara melalui Sekolah Polisi Negara (SPN) dan jalur tamtama, dengan masa pendidikan sekitar lima bulan.

Keragaman jalur masuk ini mencerminkan kebutuhan Polri akan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan dan keterampilan yang bervariasi. Namun, terlepas dari jalur yang dipilih, setiap anggota Polri diharapkan dapat menjunjung tinggi profesionalisme dan integritas dalam menjalankan tugas.

Keterampilan Wajib Polisi

Selain pendidikan formal, ada sejumlah keterampilan penting yang wajib dikuasai setiap anggota Polri. Keterampilan ini mencakup kemampuan teknis kepolisian, interpersonal, dan adaptasi terhadap perkembangan teknologi.

# Manajemen Konflik dan Mediasi

Sebagai conflict manager dalam aksi massa, polisi harus memiliki kemampuan manajemen konflik dan mediasi yang mumpuni. Ini termasuk kemampuan mengidentifikasi akar masalah, berkomunikasi efektif dengan berbagai pihak, serta mencari solusi adil dan memuaskan. "Polisi harus meredam eskalasi konflik dengan pendekatan persuasif dan dialogis, bukan hanya mengandalkan kekuatan fisik," tegas Andhyka.

# Pemahaman Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi

Pemahaman mendalam tentang prinsip HAM dan demokrasi adalah fondasi penting dalam penanganan unjuk rasa. Polisi harus mampu menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat, sambil tetap menjaga ketertiban umum dan mencegah tindakan anarkis. "Penanganan unjuk rasa harus menghormati HAM dan menghindari tindakan represif berlebihan," kata Andhyka.

# Komunikasi Persuasif dan Emotional Intelligence

Komunikasi persuasif dan kecerdasan emosional (EQ) sangat penting dalam meredam emosi massa dan mencegah kericuhan. Polisi harus mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan profesional, serta mengendalikan emosi diri dalam situasi penuh tekanan. "Kemampuan komunikasi yang baik membangun kepercayaan masyarakat dan mengurangi potensi konflik," jelas Andhyka.

# Cyber and Digital Literacy

Di era digital, kemampuan cyber and digital literacy semakin krusial bagi anggota Polri. Mereka harus memahami dinamika media sosial, mengidentifikasi potensi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, serta mengambil tindakan tepat untuk mencegah disinformasi yang memicu konflik sosial. "Polisi harus melek teknologi dan memanfaatkan media sosial untuk membangun komunikasi positif dengan masyarakat," ujar Andhyka.

# Kesehatan Mental dan Resiliensi

Profesi kepolisian sering menempatkan anggotanya dalam situasi penuh tekanan dan risiko. Oleh karena itu, kesehatan mental dan resiliensi (kemampuan bangkit dari kesulitan) menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Polisi harus mengelola stres, mengendalikan emosi, dan mencari dukungan psikologis jika diperlukan. "Kesehatan mental yang baik membantu polisi berpikir jernih dan mengambil keputusan tepat dalam situasi sulit," kata Andhyka.

Reformasi Pendidikan Kepolisian untuk Profesionalisme

Andhyka menekankan bahwa reformasi pendidikan kepolisian perlu lebih menekankan pendekatan community policing (pemolisian masyarakat) dan problem-oriented policing (pemolisian berorientasi masalah), bukan hanya orientasi komando dan kekuatan. Community policing menekankan kemitraan polisi dan masyarakat dalam memecahkan masalah kejahatan dan gangguan keamanan. Sementara itu, problem-oriented policing menekankan identifikasi akar masalah kejahatan dan pengembangan solusi yang efektif dan berkelanjutan.

"Polri perlu melakukan standarisasi pendidikan minimal S1 untuk perwira, dengan pengayaan keterampilan soft skill seperti mediasi, pemahaman HAM, komunikasi, serta pengendalian emosi," ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya pembelajaran berkelanjutan (lifelong learning) bagi anggota Polri, mengingat dinamika demokrasi dan teknologi terus berubah.

Dengan meningkatkan kapasitas dan keterampilan anggota secara berkelanjutan, diharapkan Polri dapat menjadi institusi yang semakin profesional, responsif, dan dicintai masyarakat. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan efektivitas Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.