Binus Dorong Mahasiswa Kuasai AI, Bukan Menghindarinya!

Menyadari perkembangan pesat artificial intelligence (AI), Binus University memilih jalan berbeda: membekali mahasiswa dengan kemampuan memahaminya, bukan menghindarinya. Tujuannya jelas, mempersiapkan lulusan yang relevan dengan tuntutan era digital.
Survei Global Ungkap Tren Penggunaan AI di Kalangan Mahasiswa
Laporan "Global Student Survey 2025" dari Chegg mengungkap fakta menarik: mayoritas mahasiswa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, sudah memanfaatkan generative AI (GenAI) sebagai alat bantu belajar. Temuan ini menjadi sinyal bagi institusi pendidikan untuk beradaptasi dan merancang ulang strategi pembelajaran.
Survei tersebut melibatkan mahasiswa berusia 18-21 tahun dari 15 negara, termasuk Indonesia, Afrika Selatan, Arab Saudi, Brasil, Korea Selatan, Spanyol, India, Kenya, dan Meksiko. Hasilnya menunjukkan, 4 dari 5 mahasiswa global menggunakan AI generatif untuk mendukung studi mereka. Indonesia bahkan mencatatkan angka tertinggi, dengan 95% mahasiswa memanfaatkan AI dalam proses belajar.
Lantas, untuk apa saja AI dimanfaatkan? Survei menunjukkan, mahasiswa menggunakan AI untuk berbagai keperluan, mulai dari membantu mengerjakan tugas (86%), menyusun rencana karier (52%), hingga mengatur jadwal (33%). Lebih dari separuh mahasiswa global (55%) juga merasa AI generatif mempercepat proses belajar. Selain itu, AI juga memberikan lebih banyak waktu luang (41%), memacu kreativitas (38%), membuat pembelajaran lebih interaktif (37%), dan mengurangi biaya kursus tambahan (28%).
Binus University Merespons Disrupsi AI
Menyadari disrupsi AI di dunia pendidikan, Binus University mengambil langkah strategis dengan tidak melarang penggunaan AI di lingkungan kampus. Sebaliknya, mereka justru mendorong mahasiswa untuk memahami dan menguasai teknologi ini.
"Disrupsi AI juga dirasakan di institusi pendidikan tinggi. Untuk itu, pihak kampus perlu mencari solusi agar proses pembelajaran mahasiswa tetap optimal tanpa ketergantungan berlebihan pada alat AI generatif," ungkap Director of Binus University Online (Binus Online) Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, MM, dalam sebuah pertemuan di New Taipei City, Taiwan, Kamis (21/8/2025).
Prof. Har, yang juga pernah menjabat sebagai Rektor Binus University periode 2009-2023, menegaskan bahwa kampus berupaya mengajarkan penggunaan AI yang tepat, bukan melarangnya. Pendekatan ini telah diimplementasikan selama setidaknya satu tahun terakhir.
Mengajarkan Penggunaan AI yang Benar
"AI diajarkan kepada semua mahasiswa. Daripada dilarang, lebih baik dipelajari. Konsep AI itu bagaimana, dipahami dulu, terus di dalamnya dikasih tahu bahwa tidak semuanya benar, mesti diklarifikasi," jelas Prof. Har. "Jika tidak bisa dilawan, berteman saja (dengan AI)."
Mahasiswa Sebagai Pengendali Utama AI
Binus University menekankan bahwa mahasiswa adalah pengendali utama dalam pemanfaatan AI, bukan sekadar pengguna pasif. Tanggung jawab untuk memverifikasi kebenaran dan validitas informasi yang dihasilkan AI tetap berada di tangan mahasiswa.
Mahasiswa: 'Pilot' dalam Pemanfaatan AI
Mengutip nama asisten AI Microsoft Copilot, Prof. Har menganalogikan peran mahasiswa sebagai seorang 'pilot' saat menggunakan AI. "Pilotnya tetap orang. Jadi, anak-anak itu salah kalau menganggap ChatGPT paling benar. Tetap perlu validasinya," tegasnya.
"Tapi namanya anak, ya, kepepet (lalu lupa klarifikasi/verifikasi). Nah, kemudian kita uji coba lagi (cara mengatasinya)," imbuhnya, mengindikasikan proses pembelajaran dan adaptasi yang berkelanjutan.
Uji Coba dan Penanaman Etika Penggunaan AI
Binus University melakukan berbagai uji coba dan memperkenalkan etika penggunaan AI kepada mahasiswa melalui program dan kegiatan. Dosen dari berbagai bidang studi dilibatkan dalam proses ini, mengintegrasikan AI ke dalam kurikulum dan tugas perkuliahan.
Peran Dosen dalam Pembelajaran AI
Sebagai contoh, dosen pemasaran berupaya memastikan mahasiswa tidak hanya mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugas seperti membuat presentasi atau video. Tujuannya adalah agar mahasiswa tetap mengasah keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Upaya ini juga bertujuan agar Binus University tidak hanya menjadi sekadar "pabrik ijazah", melainkan memberikan bekal yang benar-benar bermanfaat bagi mahasiswa.
Etika Penggunaan AI di Pendidikan Tinggi
Keterlibatan dosen juga krusial untuk memastikan para tenaga pendidik juga menggunakan AI secara beretika. Panduan mengenai etika penggunaan AI generatif di lingkungan pendidikan tinggi sendiri telah diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek).
Prof. Har menekankan, ketaatan pada etika penggunaan AI penting untuk menjaga keseimbangan antara mahasiswa, dosen, dan penggunaan AI yang bertanggung jawab.
"Dosen buat soal pakai ChatGPT, mahasiswa jawab soal pakai ChatGPT, hasilnya dikasih (diolah oleh) ChatGPT skornya, terus saya disuruh bayar (tenaga seperti itu)?" ujarnya sembari tertawa, menggambarkan pentingnya peran manusia dalam proses penilaian dan evaluasi.
Dengan mendorong mahasiswa untuk menguasai AI dan menekankan pentingnya etika, Binus University berharap dapat meluluskan SDM yang siap menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di era digital, serta mampu menggunakan teknologi AI secara bijak dan bertanggung jawab. Mereka juga diharapkan menjadi inovator dan pemimpin yang mampu mengembangkan solusi berbasis AI yang bermanfaat bagi masyarakat.