Bisakah Prabowo Beri Amnesti? Ini yang Perlu Kamu Tahu

Baru-baru ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, melayangkan permohonan amnesti kepada presiden terpilih, Prabowo Subianto, terkait kasus dugaan gratifikasi yang menjeratnya. Sontak, publik bertanya-tanya: Mungkinkah presiden memberikan amnesti? Apa saja landasan hukum yang perlu dipertimbangkan? Berikut penjelasannya.
Amnesti dan Abolisi: Hak Istimewa Presiden
Sebagai kepala negara, Presiden Republik Indonesia memiliki hak prerogatif, atau kewenangan khusus, untuk memberikan amnesti dan abolisi. Meski sering disamakan, kedua istilah ini memiliki perbedaan mendasar serta implikasi hukum yang signifikan. Kewenangan ini diatur dalam UUD 1945, memberi presiden wewenang membuat keputusan terkait pengampunan hukum dalam kondisi tertentu.
Apa Bedanya Amnesti dan Abolisi?
Amnesti sederhananya adalah pengampunan atau penghapusan hukuman bagi individu atau kelompok yang melakukan tindak pidana. Efeknya? Menghapus seluruh konsekuensi hukum pidana dari perbuatan tersebut. Dengan kata lain, penerima amnesti dianggap tidak pernah melakukan tindak pidana di mata hukum.
Abolisi, di sisi lain, adalah penghentian proses hukum pidana sebelum vonis dijatuhkan. Ini berarti penyidikan, penuntutan, atau proses peradilan dapat dihentikan total. Keduanya membawa dampak besar bagi sistem peradilan dan status hukum individu yang terlibat.
Amnesti: Kewenangan yang Tak Bisa Diintervensi
Secara konstitusional, proses pemberian amnesti oleh presiden tidak dapat dicampuri lembaga negara lain. Meski begitu, tetap ada mekanisme checks and balances. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahkamah Agung (MA) memiliki peran memberikan rekomendasi atau pertimbangan terkait amnesti. Namun, keputusan akhir tetap di tangan presiden, yang seringkali didasarkan pada pertimbangan politik, sosial, kemanusiaan, selain pertimbangan hukum.
Amnesti Demi Kepentingan Publik
Pemberian amnesti dan abolisi bukanlah tindakan sembarangan. Hak prerogatif ini harus digunakan secara bijak dan bertanggung jawab. Prinsip utamanya? Harus ditujukan hanya untuk kepentingan negara dan publik yang lebih luas, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa amnesti didasarkan pada pertimbangan mendalam. Menurutnya, presiden membuat keputusan secara mandiri, tanpa harus meminta nasihat, berkonsultasi, apalagi sampai ada campur tangan pihak lain.
Kepentingan negara bisa mencakup stabilitas politik, rekonsiliasi nasional, atau pertimbangan kemanusiaan yang mendesak. Contohnya, amnesti bisa diberikan pada mantan kombatan konflik bersenjata sebagai bagian dari upaya perdamaian, atau pada tahanan politik yang dianggap tidak bersalah atau korban ketidakadilan hukum.
Kepentingan publik juga krusial. Pertimbangan meliputi dampak amnesti terhadap rasa keadilan, perlindungan hak asasi manusia, atau upaya memperbaiki sistem peradilan. Pemberian amnesti harus transparan dan akuntabel, mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga terkait.
Namun, amnesti bisa memicu kontroversi dan perdebatan. Beberapa pihak berpendapat bahwa amnesti mengabaikan rasa keadilan bagi korban, atau memberi impunitas bagi pelaku kejahatan. Oleh karena itu, presiden harus mempertimbangkan cermat semua aspek dan implikasinya, serta menjelaskan secara terbuka alasan dan tujuan keputusannya.
Yusril menambahkan, "Dari sisi pemerintah dan DPR, unsur kepentingan negaranya tetap ada dan dikedepankan." Ini mengindikasikan bahwa pemberian amnesti tak hanya didasarkan pada pertimbangan pribadi, tetapi juga pertimbangan politik dan sosial yang lebih luas.
Kasus Immanuel Ebenezer menjadi sorotan karena melibatkan pejabat publik yang terjerat kasus dugaan gratifikasi. Permintaan amnestinya memunculkan pertanyaan, apakah pemberian amnesti dalam kasus ini akan sesuai dengan prinsip kepentingan negara dan kepentingan publik? Masyarakat akan menanti pertimbangan dan keputusan presiden terkait permintaan ini, beserta penjelasan yang transparan dan akuntabel mengenai alasan dan tujuannya.
Sebagai penutup, amnesti adalah hak prerogatif presiden yang memiliki implikasi hukum dan politik signifikan. Hak ini harus digunakan secara bijak dan bertanggung jawab, dengan mempertimbangkan cermat semua aspek dan dampaknya, serta mengutamakan kepentingan negara dan publik di atas segalanya. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemberian amnesti adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan hak ini digunakan secara adil dan proporsional. Masyarakat perlu terus mengawasi dan mengawal proses ini, serta memberikan masukan konstruktif untuk memastikan bahwa pemberian amnesti benar-benar bermanfaat bagi negara dan masyarakat secara keseluruhan.
Untuk diketahui, Immanuel Ebenezer ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi oleh KPK. Noel, sapaan akrabnya, berharap Prabowo memberinya amnesti, seperti yang ia sampaikan di Gedung KPK, Jakarta, pada Jumat (22/8/2025), dikutip dari .
Yusril Ihza Mahendra menjelaskan bahwa pemberian amnesti memang merupakan hak presiden. Namun, untuk kasus Ebenezer, Yusril menyatakan belum ada proses permintaan amnesti yang diajukan. Hal ini ia sampaikan di Yusril Ihza Mahendra's Collection, Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat pada Senin (25/8/2025).
Sebelumnya, Presiden Prabowo pernah memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto yang divonis 3,5 tahun penjara karena menyuap mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Pemberian amnesti ini memang merupakan bentuk pengampunan yang bisa diberikan oleh presiden.
Yusril juga menambahkan dalam kuliah umumnya di UI, pemberian amnesti dan abolisi oleh presiden tidak bisa dicampuri oleh pihak lain. DPR atau Mahkamah Agung hanya memberikan rekomendasi atau persetujuan. Ia menegaskan bahwa presiden membuat keputusan secara mandiri tanpa perlu campur tangan pihak lain.
Menurut Yusril, pemberian amnesti kepada Hasto dan abolisi kepada Tom Lembong adalah sah menurut hukum, karena telah sesuai dengan prosedur pemberian amnesti dan abolisi setelah amandemen UUD 1945.
Yusril juga mengungkapkan bahwa pemberian amnesti kepada Hasto dan Tom Lembong ditujukan untuk kepentingan negara, bukan kepentingan pribadi. Yusril mengatakan pemberian amnesti kepada Hasto dilakukan karena Prabowo menilai ada motif politik di balik langkah hukum terhadap Hasto. Presiden ingin penegakan hukum di bidang tipikor dilakukan secara objektif.