Demo DPR Dilarang Tayang? Pakar UMY Ungkap Kekhawatirannya

Table of Contents
Demo DPR Dilarang Tayang? Pakar UMY Ungkap Kekhawatirannya


Gelombang demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia belakangan ini memicu diskusi intens tentang kebebasan pers. Perhatian publik tertuju pada isu surat imbauan yang diduga berasal dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jakarta terkait peliputan aksi unjuk rasa. Seorang pakar komunikasi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) turut menyuarakan pendapatnya.

Pakar UMY Soroti Kebebasan Pers di Tengah Isu Pembatasan Liputan Demo

Dr. Fajar Junaedi, S.Sos., M.Si., seorang dosen Ilmu Komunikasi UMY, menyoroti betapa pentingnya peran media massa dalam sistem demokrasi. Ia juga menyinggung potensi terganggunya keterbukaan informasi publik seiring dengan mencuatnya isu pembatasan peliputan demonstrasi.

Media Massa: Pilar Keempat Demokrasi yang Tak Boleh Dikekang

Fajar Junaedi mengingatkan kembali esensi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Undang-undang ini menempatkan media sebagai salah satu pilar utama demokrasi, setara dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dengan posisi ini, media mengemban amanah untuk menjalankan fungsi kontrol sosial yang konstruktif.

Ancaman terhadap UUD 1945 dan Hantu Sensor yang Kembali Bangkit?

Menurut Fajar, upaya pembatasan siaran aksi publik berpotensi melanggar UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan pers. Lebih jauh lagi, ia khawatir hal ini dapat memicu kembalinya praktik sensor yang telah lama ditinggalkan sejak era reformasi. "Jika media dilarang menyiarkan demonstrasi, itu jelas bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik," tegas Fajar. "Masyarakat berhak tahu apa yang terjadi, dan media wajib memberitakannya."

Fajar menambahkan, negara seharusnya melindungi kebebasan pers, bukan malah membatasinya melalui lembaga seperti KPI. Ia berpendapat, KPI seharusnya menjaga netralitas sebagai lembaga independen dan tidak menjadi alat kekuasaan. "Kebijakan semacam ini bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap media penyiaran dan pemerintah," imbuhnya.

Merujuk data Reporters Without Borders, indeks kebebasan pers di Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menjadi perhatian serius, dan Fajar memperingatkan bahwa pembatasan peliputan demonstrasi dapat memperburuk citra demokrasi Indonesia di mata dunia.

KPID Jakarta dan Pemerintah Membantah Isu Pembatasan

Ketua KPID Jakarta dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) kompak membantah isu tersebut. Keduanya menegaskan tidak ada surat edaran yang melarang media meliput aksi demonstrasi.

KPID Jakarta: Surat Edaran Itu Tidak Benar!

Puji Hartoyo, Ketua KPID Jakarta, dengan tegas membantah pihaknya mengeluarkan surat edaran larangan siaran demonstrasi. "Surat edaran itu tidak benar. Kami tidak pernah membuat edaran itu ke televisi dan radio," ujarnya. Pihaknya juga telah mengecek ke berbagai stasiun televisi dan radio, dan mereka menyatakan tidak menerima surat edaran tersebut.

Menkominfo: Buktinya, Semua TV Nasional Meliput Demo!

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, juga membantah adanya larangan peliputan demonstrasi. Ia menegaskan bahwa semua stasiun televisi nasional telah menyiarkan liputan terkait aksi demonstrasi di berbagai lokasi. "Tidak benar pemerintah melarang meliput demonstrasi. Faktanya, seluruh layar TV nasional hari ini menyiarkan liputan terkait aksi demonstrasi di berbagai titik," kata Budi dalam keterangan resminya.

Bantahan dari KPID Jakarta dan Menkominfo ini seolah menepis kekhawatiran akan pembatasan kebebasan pers. Meski begitu, isu ini tetap menjadi perhatian, terutama di kalangan aktivis media dan masyarakat sipil yang peduli terhadap kebebasan berekspresi dan informasi.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga mengeluarkan pernyataan sikap terkait isu ini. AJI meminta pemerintah dan semua pihak terkait untuk menghormati dan menjamin kebebasan pers. AJI juga mengimbau seluruh jurnalis untuk tetap independen dan profesional dalam menjalankan tugasnya, serta tidak terpengaruh oleh tekanan atau intimidasi.

Dewan Pers juga menegaskan bahwa media berhak meliput semua peristiwa di masyarakat, termasuk aksi demonstrasi. Dewan Pers mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya pada informasi yang tidak jelas sumbernya dan selalu memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya.

Berdasarkan data dari berbagai sumber, demonstrasi di berbagai daerah umumnya berlangsung tertib dan damai. Namun, beberapa insiden kecil seperti bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan sempat terjadi, menjadi sorotan media dan memicu perdebatan di masyarakat.

Komnas HAM turut memantau jalannya aksi demonstrasi dan mengimbau semua pihak untuk menahan diri dan menghindari kekerasan. Komnas HAM juga mengingatkan aparat keamanan untuk bertindak profesional dan proporsional dalam mengamankan aksi demonstrasi.

Ke depan, diharapkan ada dialog konstruktif antara pemerintah, media, dan masyarakat sipil untuk menjaga kebebasan pers dan memastikan informasi yang akurat dan berimbang sampai ke publik. Hal ini penting untuk menjaga kualitas demokrasi dan menghindari polarisasi di masyarakat. Isu ini menjadi pengingat bahwa kebebasan pers adalah pilar penting dalam demokrasi, dan perlindungan terhadap kebebasan ini harus menjadi prioritas bagi semua pihak. Unjuk rasa marak sejak Kamis, 28 Agustus 2025, dan isu surat edaran KPID mencuat pada Jumat, 29 Agustus 2025.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.