Di Balik Pintu DPR, Kisah Gedung Wakil Rakyat dan Aspirasi yang Berkumandang

Table of Contents
Di Balik Pintu DPR, Kisah Gedung Wakil Rakyat dan Aspirasi yang Berkumandang


Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta, lebih dari sekadar bangunan. Ia adalah simbol demokrasi, tempat suara rakyat diwakili dan diperjuangkan. Di balik dindingnya, terukir sejarah panjang, fungsi krusial, dan dinamika kehidupan para wakil rakyat. Demonstrasi yang sering terjadi di pelataran hingga debat panas di ruang sidang, gedung ini menjadi saksi bisu perjalanan demokrasi Indonesia.

Sejarah Gedung DPR RI

Gedung Nusantara dan Kompleks Parlemen

Gedung Nusantara, dengan kubah hijaunya yang ikonik, adalah jantung dari kompleks parlemen. Di sinilah Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berkantor, menjalankan tugasnya sebagai representasi rakyat Indonesia. Keberadaan kompleks ini tak lepas dari sejarah panjang perjuangan bangsa mewujudkan sistem pemerintahan yang demokratis.

Arsitektur dan Simbolisme

Kubah setengah lingkaran berwarna hijau pada Gedung Nusantara bukan sekadar ornamen. Ia mengandung makna mendalam, melambangkan kepakan sayap burung yang hendak terbang. Arsitek Soejoedi Wirjoatmodjo, Dpl Ing., berhasil menuangkan semangat kemajuan dan pembaharuan dalam desainnya. Sentuhan artistik ini menjadikan Gedung DPR RI sebagai monumen kebanggaan nasional.

Latar Belakang Pembangunan: CONEFO dan Soekarno

Ide awal pembangunan gedung parlemen dicetuskan oleh Presiden Soekarno sebagai lokasi penyelenggaraan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces). CONEFO merupakan konferensi internasional yang bertujuan membangun tatanan dunia baru, sebuah gagasan ambisius di masanya. Soekarno melihat perlunya Indonesia memiliki infrastruktur yang memadai untuk menggelar acara berskala global. Rancangan gedung disahkan oleh Presiden Soekarno pada 22 Februari 1965.

Penundaan dan Perubahan Peruntukan

Pembangunan Gedung DPR RI sempat terhenti akibat peristiwa G 30 S/PKI, yang mengguncang stabilitas politik dan keamanan. Penundaan berlangsung sekitar satu tahun. Melalui Surat Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 79/U/Kep/11/1966 tanggal 9 November 1966, peruntukan gedung ini diubah menjadi Gedung MPR/DPR RI, menandai fokus baru pada fungsi legislatif dan representasi rakyat. Pembangunannya sendiri dimulai sejak 8 Maret 1965 melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 48/1965.

Peresmian dan Luas Kompleks

Setelah melalui proses panjang, Gedung DPR/MPR RI akhirnya diresmikan pada 1 Februari 1983. Kompleks ini berdiri di atas lahan seluas sekitar 80.000 meter persegi. Gedung ini menjadi simbol kematangan demokrasi Indonesia, tempat wakil rakyat menjalankan tugas merumuskan kebijakan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.

DPR dan Anggaran dari Rakyat

Gaji dan Tunjangan DPR

Sebagai representasi rakyat, anggota DPR menerima gaji dan tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang sebagian besar berasal dari pajak masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran DPR menjadi sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.

Rincian Gaji Pokok

Gaji pokok anggota DPR diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000. Ketua DPR RI menerima Rp 5.040.000 per bulan, Wakil Ketua DPR RI Rp 4.620.000 per bulan, dan Anggota DPR RI Rp 4.200.000 per bulan. Gaji pokok ini menjadi dasar perhitungan tunjangan yang diterima.

Rincian Tunjangan

Selain gaji pokok, anggota DPR juga menerima berbagai tunjangan yang diatur dalam Undang-Undang 12 Tahun 1980, serta Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan Surat Menteri Keuangan nomor S-520/MK.02/2015. Tunjangan tersebut mencakup tunjangan istri/suami Rp 420.000, tunjangan anak Rp 168.000, uang sidang/paket Rp 2.000.000, tunjangan jabatan Rp 9.700.000, tunjangan beras Rp 30.090 per jiwa, dan tunjangan PPh Pasal 21 Rp 2.699.813. Ditambah tunjangan kehormatan Rp 5.580.000, tunjangan komunikasi Rp 15.554.000, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Rp 3.750.000, bantuan listrik dan telepon Rp 7.700.000, serta tunjangan asisten anggota Rp 2.250.000.

Potensi Pendapatan Total Anggota DPR

Dengan akumulasi gaji pokok dan tunjangan, seorang anggota DPR diperkirakan dapat menerima pendapatan total sekitar Rp 50 juta per bulan. Angka ini belum termasuk potensi tunjangan lain, seperti tunjangan perumahan. Perdebatan mengenai gaji dan tunjangan anggota DPR sering muncul, menyoroti pentingnya keseimbangan antara penghargaan terhadap wakil rakyat dan akuntabilitas penggunaan anggaran publik.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.