Fenomena Aneh di Australia, Burung Liar Ini Bisa Berubah Jadi Betina!

Di belantara Australia, ilmuwan dibuat terheran-heran. Sebuah fenomena ganjil terungkap: sebagian burung liar mengalami perubahan jenis kelamin. Studi terbaru yang dilakukan di Queensland tenggara menunjukkan, sekitar 6% populasi burung di sana mengembangkan organ reproduksi yang tak sesuai dengan kromosom seks mereka. Temuan ini memicu pertanyaan mendalam tentang bagaimana jenis kelamin burung ditentukan, dan apa peran faktor lingkungan dalam proses tersebut.
Misteri Penentuan Jenis Kelamin Burung
Selama ini, penentuan jenis kelamin pada burung dianggap sederhana: burung jantan punya dua kromosom Z (ZZ), sedangkan betina memiliki satu Z dan satu W (ZW). Namun, penelitian ini menantang anggapan tersebut. Proses penentuan jenis kelamin pada burung ternyata lebih kompleks dan fleksibel dari perkiraan.
Bagaimana Fenomena Ini Ditemukan?
Penelitian ini melibatkan analisis terhadap hampir 500 burung liar dari lima spesies berbeda: kookaburra tertawa, murai Australia, merpati jambul, perkici pelangi, dan perkici dada bersisik. Burung-burung ini berasal dari rumah sakit satwa liar dan mati karena berbagai sebab.
"Awalnya, kami hanya ingin mempelajari lebih lanjut genetika populasi burung-burung ini," kata Dr. Amelia Stone, pemimpin tim peneliti dari Universitas Queensland. "Namun, saat membandingkan hasil tes DNA dengan anatomi burung, kami menemukan kejanggalan yang sangat mengejutkan."
Para peneliti menggunakan tes DNA untuk menentukan jenis kelamin genetik burung-burung tersebut. Kemudian, mereka melakukan pemeriksaan anatomi organ reproduksi internal. Hasilnya? Ditemukan 24 burung dengan ciri-ciri seksual yang tak sesuai dengan hasil tes DNA. Contohnya, beberapa burung jantan secara genetik memiliki organ reproduksi betina, seperti oviduk yang membesar. Sebaliknya, beberapa burung betina secara genetik memiliki jaringan ovarium dan testis. Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Biology Letters pada 13 Agustus 2025, dengan judul "Prevalence and implications of sex reversal in free-living birds".
Jejak Polutan dalam Perubahan Jenis Kelamin
Penemuan ini mendorong ilmuwan untuk mencari penyebab fenomena aneh ini. Salah satu hipotesis yang muncul adalah peran polutan lingkungan. Paparan terhadap bahan kimia tertentu diduga dapat mengganggu sistem endokrin burung dan menyebabkan perubahan pada perkembangan organ reproduksinya.
Peran Bahan Kimia Pengganggu Endokrin (EDC)
Bahan Kimia Pengganggu Endokrin (EDC) adalah zat kimia yang dapat mengganggu fungsi hormon dalam tubuh manusia dan hewan. EDC dapat ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari, seperti pestisida, plastik, kosmetik, dan deterjen. Paparan EDC telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan perkembangan reproduksi, kanker, dan masalah neurologis.
"Kami menduga EDC mungkin memainkan peran penting dalam fenomena perubahan jenis kelamin pada burung," ujar Dr. Stone. "EDC dapat meniru atau memblokir hormon alami dalam tubuh burung, yang dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan organ reproduksi."
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa paparan EDC dapat menyebabkan perubahan jenis kelamin pada hewan lain, seperti ikan dan amfibi. Para ilmuwan kini menyelidiki apakah paparan EDC juga dapat menyebabkan perubahan jenis kelamin pada burung.
"Ini adalah area penelitian yang sangat penting," kata Profesor David Lee, ahli toksikologi lingkungan dari Universitas Sydney. "Jika kita dapat mengidentifikasi EDC tertentu yang menyebabkan perubahan jenis kelamin pada burung, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi paparan burung terhadap bahan kimia tersebut."
Konsekuensi Perubahan Jenis Kelamin bagi Populasi Burung
Perubahan jenis kelamin pada burung liar dapat memiliki konsekuensi signifikan bagi populasi. Jika terlalu banyak burung yang mengalami perubahan jenis kelamin, hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan rasio jenis kelamin, yang dapat mengganggu perkembangbiakan dan mengurangi ukuran populasi.
"Jika burung betina secara genetik mengembangkan organ reproduksi jantan, mereka mungkin tidak dapat bertelur," jelas Dr. Stone. "Sebaliknya, jika burung jantan secara genetik mengembangkan organ reproduksi betina, mereka mungkin tidak dapat membuahi telur."
Dampak pada Upaya Konservasi
Fenomena perubahan jenis kelamin pada burung juga dapat berdampak pada upaya konservasi. Ahli ornitologi sering menggunakan DNA, bulu, atau perilaku untuk mengidentifikasi jenis kelamin burung. Jika salah satu dari isyarat ini bisa salah, model populasi dapat menjadi bias, terutama pada spesies yang terancam punah di mana setiap individu yang berkembang biak diperhitungkan.
"Kita perlu lebih berhati-hati dalam mengidentifikasi jenis kelamin burung dalam upaya konservasi," kata Dr. Stone. "Kami mungkin perlu menggunakan beberapa metode yang berbeda untuk memastikan bahwa kami mendapatkan identifikasi yang akurat."
Penelitian Lebih Lanjut Sangat Dibutuhkan
Penemuan fenomena perubahan jenis kelamin pada burung liar di Australia ini menimbulkan banyak pertanyaan baru. Para ilmuwan kini melakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami mekanisme yang mendasari fenomena ini dan konsekuensinya bagi populasi burung.
"Kami perlu mengidentifikasi EDC tertentu yang menyebabkan perubahan jenis kelamin pada burung," kata Dr. Stone. "Kami juga perlu mempelajari bagaimana paparan EDC memengaruhi kesehatan dan reproduksi burung."
Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengetahui apakah fenomena perubahan jenis kelamin ini terjadi di populasi burung liar lainnya di seluruh dunia. Jika fenomena ini lebih luas dari yang diperkirakan sebelumnya, hal itu dapat memiliki implikasi yang signifikan bagi konservasi burung secara global.
"Ini adalah masalah yang sangat serius," kata Profesor Lee. "Kita perlu bertindak sekarang untuk melindungi burung liar kita dari dampak polusi lingkungan."