Gunung Dempo Makin Tinggi? Ini Penjelasan Ilmiahnya!

Table of Contents
Gunung Dempo Makin Tinggi? Ini Penjelasan Ilmiahnya!


Gunung Dempo, gunung kebanggaan Sumatera Selatan, belakangan ini menjadi perbincangan hangat. Kabar yang beredar menyebutkan bahwa gunung ini tampak "tumbuh" lebih tinggi, memicu rasa penasaran dan spekulasi di tengah masyarakat. Benarkah demikian? Mari kita selami fakta-fakta di balik fenomena ini, berdasarkan data dan analisis dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Gunung Dempo Menggembung? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Menurut Badan Geologi ESDM, yang terjadi pada Gunung Dempo sebenarnya adalah inflasi, atau penggembungan tubuh gunung. Kepala Badan Geologi ESDM menjelaskan dalam keterangan resminya bahwa inflasi ini menandakan adanya tekanan kuat dari kedalaman dangkal, yang mendorong material ke atas dan mengubah bentuk gunung.

"Pengamatan deformasi menggunakan GNSS (Global Navigation Satellite System) dan tiltmeter menunjukkan tren inflasi pada tubuh Gunung Dempo. Artinya, ada tekanan dari kedalaman dangkal yang masih berlangsung," ungkapnya. GNSS adalah sistem navigasi satelit canggih yang memungkinkan pemantauan pergerakan dan deformasi permukaan bumi dengan presisi tinggi. Sementara itu, tiltmeter berfungsi mengukur perubahan kemiringan tanah, memberikan informasi krusial tentang aktivitas vulkanik.

Proses inflasi ini tidak terjadi tiba-tiba. Terpantau bahwa inflasi berjalan beriringan dengan aktivitas vulkanik Gunung Dempo. Contohnya, pada 19 Agustus 2025, Gunung Dempo mengalami erupsi yang menyemburkan kolom abu setinggi 1.300 meter di atas puncak. Meskipun tidak terlalu besar, erupsi ini turut menyumbang pada perubahan bentuk gunung secara keseluruhan.

Fenomena inflasi pada gunung berapi seperti Dempo bukanlah sesuatu yang asing. Inflasi seringkali menjadi indikasi akumulasi magma atau fluida vulkanik di bawah permukaan. Tekanan yang dihasilkan oleh akumulasi ini dapat menyebabkan deformasi pada tubuh gunung, membuatnya tampak lebih tinggi atau lebih besar. "Fenomena inflasi ini memang perlu diwaspadai, karena dapat menjadi indikasi potensi erupsi yang lebih besar di masa depan," imbuh Kepala Badan Geologi. Meski begitu, ia menekankan bahwa pemantauan terus dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.

Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa inflasi Gunung Dempo tidak hanya disebabkan oleh tekanan magma, tetapi juga oleh faktor-faktor lain, seperti perubahan suhu dan tekanan air di dalam tanah. Air yang memanas akibat aktivitas vulkanik dapat menguap dan menciptakan tekanan yang cukup besar untuk mendorong material ke atas.

Para ahli geologi juga menekankan bahwa perubahan ketinggian Gunung Dempo akibat inflasi kemungkinan besar tidak signifikan secara visual. Perubahan tersebut mungkin hanya beberapa sentimeter atau meter, dan tidak akan mengubah secara drastis panorama gunung secara keseluruhan. Namun, perubahan tersebut tetap penting untuk dipantau, karena dapat memberikan informasi berharga mengenai aktivitas vulkanik Gunung Dempo.

Aktivitas Kegempaan Jadi Sorotan

Selain inflasi, aktivitas kegempaan juga menjadi indikator penting dalam memantau kondisi Gunung Dempo. Data dari pos pemantauan gunung api di Pagar Alam mencatat sejumlah aktivitas kegempaan yang signifikan pada periode 1 hingga 18 Agustus 2025.

Data tersebut mengungkapkan adanya 40 kali gempa hembusan, dua gempa terasa dengan skala I-II MMI (Modified Mercalli Intensity), 10 kali gempa tektonik jauh, serta getaran tremor menerus dengan amplitudo 0,5-10 mm, dengan dominasi amplitudo 5 mm. Gempa hembusan sendiri dipicu oleh pergerakan fluida di dalam gunung berapi, seperti uap air atau gas vulkanik. Sementara itu, gempa tektonik jauh disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik yang terjadi jauh dari gunung berapi.

Aktivitas kegempaan ini mengindikasikan bahwa Gunung Dempo masih aktif secara vulkanik. Gempa hembusan menandakan adanya pergerakan fluida di dalam gunung, sementara gempa tektonik jauh berpotensi memicu aktivitas vulkanik jika terjadi di dekat gunung berapi. Tremor menerus, dengan amplitudo yang relatif stabil, menunjukkan adanya aktivitas vulkanik yang berkelanjutan di dalam gunung.

Para ahli geologi menjelaskan bahwa aktivitas kegempaan Gunung Dempo saat ini masih dalam batas normal. Namun, pemantauan terus dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan peningkatan aktivitas kegempaan yang dapat menjadi indikasi erupsi yang lebih besar.

Analisis spektral terhadap sinyal gempa yang terekam menunjukkan adanya perubahan karakteristik gempa dari waktu ke waktu. Perubahan ini dapat memberikan informasi tentang perubahan kondisi di dalam gunung, seperti perubahan tekanan, suhu, atau komposisi fluida vulkanik. "Analisis spektral gempa adalah salah satu metode penting dalam memantau kondisi gunung berapi. Dengan menganalisis karakteristik gempa, kita dapat memperoleh informasi berharga mengenai aktivitas vulkanik di dalam gunung," jelas seorang ahli vulkanologi.

Status Waspada dan Imbauan untuk Masyarakat

Saat ini, Badan Geologi ESDM menetapkan status aktivitas Gunung Dempo pada tingkat Waspada (Level II). Status ini mengindikasikan bahwa Gunung Dempo masih aktif secara vulkanik, namun belum menunjukkan tanda-tanda erupsi yang mengkhawatirkan.

Meski berstatus Waspada, masyarakat, wisatawan, dan pendaki tetap diimbau untuk berhati-hati dan mematuhi rekomendasi dari pihak berwenang. Badan Geologi merekomendasikan agar masyarakat tidak mendekati Kawah Marapi Gunung Dempo dalam radius 1 kilometer, serta menjauhi sektor utara sejauh 2 kilometer dari bukaan kawah.

"Erupsi Gunung Dempo bersifat freatik, yang bisa terjadi tiba-tiba tanpa didahului gejala vulkanik yang jelas. Oleh karena itu, kewaspadaan tetap harus ditingkatkan," tegas Kepala Badan Geologi. Erupsi freatik adalah erupsi yang disebabkan oleh interaksi antara magma panas dengan air, sehingga menghasilkan ledakan uap air yang kuat. Erupsi ini dapat terjadi secara tiba-tiba dan sulit diprediksi.

Masyarakat juga diimbau untuk mewaspadai potensi lontaran material dan gas berbahaya dari kawah. Material vulkanik yang terlontar dapat menyebabkan luka fisik, sementara gas berbahaya seperti sulfur dioksida (SO2) dapat menyebabkan iritasi pernapasan.

Badan Geologi terus melakukan pemantauan intensif terhadap Gunung Dempo, menggunakan berbagai metode seperti pengamatan visual, pengamatan kegempaan, pengukuran deformasi, dan analisis gas vulkanik. Data yang terkumpul akan digunakan untuk mengevaluasi kondisi gunung dan memberikan rekomendasi yang tepat kepada masyarakat.

Ke depannya, Badan Geologi berencana untuk meningkatkan kapasitas pemantauan Gunung Dempo dengan memasang lebih banyak sensor dan peralatan pemantauan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan ketepatan waktu dalam memprediksi aktivitas vulkanik Gunung Dempo.

Dengan pemantauan yang ketat dan kewaspadaan dari masyarakat, diharapkan potensi risiko yang terkait dengan aktivitas vulkanik Gunung Dempo dapat diminimalkan.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.