Ketika Kekuasaan Hanya Dimiliki Segelintir Orang, Negara dalam Cengkeraman Oligarki?

Sorotan tajam kini tertuju pada Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri. Serangkaian kebijakan pemerintah menjadi pemicu gelombang unjuk rasa dan keresahan di masyarakat. Mulai dari efisiensi anggaran yang berdampak pada layanan publik, PHK massal di berbagai sektor industri, hingga wacana kenaikan tunjangan anggota DPR, memicu berbagai reaksi.
Aksi Berujung Tragedi: Brutalitas Aparat dan Tuntutan Pertanggungjawaban
Merespon kondisi tersebut, aksi demonstrasi digelar di berbagai daerah oleh mahasiswa, buruh, dan kelompok masyarakat sipil lainnya. Namun, aksi di Jakarta pada Kamis (28/8/2025) berujung duka. Affan, seorang pengemudi ojek online yang sedang bekerja, tewas setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) milik Brigade Mobil (Brimob). Insiden ini sontak memicu kemarahan publik dan desakan agar hukum ditegakkan seadil-adilnya.
Herlambang Perdana Wiratraman, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengingatkan bahwa insiden kekerasan oleh aparat bukanlah hal baru di Indonesia. Ia menilai, tindakan represif semacam ini kerap terjadi tanpa kejelasan pertanggungjawaban. "Kematian Affan adalah cerminan ketidaktegasan rezim penguasa dalam menangani masalah kekerasan yang berulang tanpa adanya mekanisme pertanggungjawaban yang efektif," ujarnya kepada media, Sabtu (30/8/2025).
Respons Presiden dan Tanggung Jawab Negara
Presiden Prabowo Subianto, yang awalnya terkesan lambat menanggapi tragedi ini, akhirnya memberikan pernyataan keesokan harinya. Dalam rekaman video yang dibagikan kepada wartawan pada Jumat (29/8/2025), Prabowo mengaku terkejut dan kecewa. "Saya terkejut dan kecewa dengan tindakan petugas yang berlebihan," ungkapnya.
Presiden juga berjanji akan mengusut tuntas kasus tersebut secara transparan. "Saya sudah perintahkan agar insiden semalam diusut secara tuntas dan transparan," tegasnya.
Namun, bagi Herlambang, pernyataan prihatin dari Presiden Prabowo saja tidak cukup. Sebagai kepala negara, Prabowo memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melindungi hak asasi manusia (HAM) seluruh warga negara, sesuai amanat UUD RI.
"Kegagalan melindungi HAM adalah kegagalan pemerintah. Tindakan brutalitas yang terus berulang adalah konsekuensi dari sikap presiden yang kurang tegas dalam menggunakan wewenang konstitusionalnya," tegas dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM itu. "Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran harus bertanggung jawab atas peristiwa ini. Permohonan maaf saja tidak cukup, karena ini adalah refleksi dari kekejaman yang terus dibiarkan dan brutalitas aparat yang difasilitasi oleh pemerintah," imbuhnya.
Oligarki dan Kerusakan Negara Hukum
Lebih jauh, Herlambang mengkritisi bahwa problematikanya tidak hanya soal arogansi aparat kepolisian, tetapi juga peran penguasa, terutama di lingkaran istana dan parlemen, yang dinilai membiarkan praktik kekuasaan yang tidak sehat.
"Mereka punya kepentingan dalam proyek-proyek oligarki. Mereka ditopang oleh institusi kepolisian untuk meraih keuntungan dalam proyek-proyek pembangunan," bebernya.
Politik Oligarki Menggerogoti Sistem
Menurut Herlambang, situasi saat ini bukan semata-mata akibat kinerja DPR yang buruk. Lebih luas, ia menyoroti praktik politik oligarki, yaitu sistem kekuasaan yang dikendalikan oleh segelintir elite.
"Negara hukum rusak akibat praktik embedded oligarchy politics, politik kuasa oligarki yang melekat dalam sistem ketatanegaraan," jelasnya.
Herlambang menambahkan, regulasi dan kebijakan yang dihasilkan seringkali justru menyengsarakan rakyat, karena berorientasi pada penguatan akumulasi modal di tangan sekelompok kecil. "Hal ini menyebabkan penderitaan rakyat semakin meluas, namun sayangnya tidak dirasakan elite kekuasaan. Sulit mengharapkan mereka peka terhadap masalah yang dihadapi masyarakat," pungkasnya.
Sementara itu, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait insiden yang merenggut nyawa pengemudi ojol tersebut. Investigasi internal tengah dilakukan untuk memastikan apakah ada pelanggaran prosedur oleh anggota Brimob yang bertugas. Publik menuntut hasil investigasi yang transparan dan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku yang terbukti bersalah.
Ke depan, diharapkan pemerintah mengambil langkah konkret untuk mencegah kejadian serupa terulang dan menjamin perlindungan HAM seluruh warga negara. Ini memerlukan komitmen kuat dari seluruh elemen pemerintahan, penegak hukum, dan masyarakat sipil untuk mewujudkan sistem yang adil, transparan, dan akuntabel.