Kisah Heroik di Balik Selamatnya Teks Proklamasi Bung Karno

Di balik gegap gempita proklamasi kemerdekaan Indonesia, ada peran krusial para pemuda. Salah satunya adalah Burhanuddin Mohammad Diah, atau yang lebih dikenal dengan B.M. Diah. Selain ikut andil dalam peristiwa Rengasdengklok dan perumusan naskah proklamasi, ia juga berjasa besar menyelamatkan naskah otentik proklamasi tulisan tangan Bung Karno. Sebuah kisah heroik yang jarang disorot, namun menyimpan nilai sejarah tak ternilai harganya.
Kisah Heroik B.M. Diah Selamatkan Naskah Proklamasi Bung Karno
B.M. Diah, nama yang mungkin tak sepopuler Soekarno-Hatta, namun jasanya dalam mengamankan kemerdekaan Indonesia tak bisa diabaikan. Selain aktif dalam berbagai peristiwa penting, ia juga punya peran khusus dalam menjaga keaslian naskah proklamasi.
Bagaimana Naskah Proklamasi Bisa Selamat?
Kisah penyelamatan naskah proklamasi oleh B.M. Diah bermula setelah Soekarno menyetujui naskah tersebut untuk diketik oleh Sayuti Melik. Usai proses pengetikan, naskah tulisan tangan Bung Karno itu justru dianggap tak lagi berguna.
Kronologi Penyelamatan Naskah dari Tempat Sampah
Menurut catatan sejarah, Sayuti Melik meremas naskah tulisan tangan Soekarno setelah selesai diketik. Andaryoko Wisnuprabu, seorang tokoh yang mengaku sebagai bagian dari pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air), menyebutkan bahwa Melik membuang naskah tersebut ke tempat sampah karena dianggap sudah tak penting.
B.M. Diah, yang hadir sebagai saksi dan ikut mendokumentasikan perumusan naskah proklamasi, melihat kejadian itu. Dengan sigap, ia mengambil dan menyimpannya selama 47 tahun! Tindakan visioner inilah yang menyelamatkan dokumen bersejarah tersebut dari kemungkinan hilang atau rusak.
"Saya merasa naskah ini adalah bagian dari sejarah bangsa yang harus dijaga," ungkap B.M. Diah dalam sebuah wawancara yang terekam dalam arsip.
Penyerahan Naskah ke Negara
Setelah menyimpannya hampir setengah abad, B.M. Diah akhirnya menyerahkan naskah otentik proklamasi itu kepada pemerintah. Naskah bersejarah tersebut diserahkan langsung kepada Presiden Soeharto.
"Ini adalah amanah bangsa yang harus dijaga oleh negara," kata B.M. Diah saat menyerahkan naskah tersebut.
Selanjutnya, pada tanggal 29 Mei 1992, naskah proklamasi itu disimpan di Museum Arsip Nasional. Penyerahan ini menandai akhir perjalanan panjang naskah proklamasi di tangan B.M. Diah, dan menjadi awal perlindungan resmi dari negara.
Kondisi Naskah Proklamasi Sekarang
Saat ini, naskah proklamasi yang diselamatkan B.M. Diah tersimpan rapi di Museum Arsip Nasional. Menurut informasi dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), teks proklamasi disimpan di tempat khusus dengan suhu ruangan yang dijaga antara 18-20 derajat Celcius, sesuai standar daerah tropis. Langkah ini diambil untuk menjaga kualitas dan keutuhan naskah agar dapat terus disaksikan generasi mendatang. Kondisi naskah yang terawat dengan baik menjadi bukti komitmen pemerintah dalam menjaga warisan sejarah bangsa.
Siapa Sebenarnya B.M. Diah?
B.M. Diah bukan sekadar penyelamat naskah proklamasi. Ia adalah tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Latar belakang dan kariernya sebagai jurnalis membentuknya menjadi pribadi yang sangat peduli terhadap sejarah dan masa depan bangsa.
Latar Belakang dan Pendidikan B.M. Diah
B.M. Diah lahir di Kutaraja, Banda Aceh, pada 7 April 1917. Nama aslinya adalah Burhanuddin, kemudian ia menambahkan nama ayahnya, Mohammad Diah, di belakang namanya. Sejak kecil, B.M. Diah punya cita-cita melihat Indonesia menjadi bangsa yang kuat, maju, dan disegani.
Ia mulai pendidikannya pada usia 6 tahun di HIS Kutaraja (sekarang Banda Aceh). Pada usia 17 tahun, B.M. Diah pindah ke Jakarta dan melanjutkan pendidikannya di Ksatriaan Institut (sekarang Sekolah Ksatrian) yang dipimpin oleh Dr. Douwes Dekker, dengan mengambil jurusan jurnalistik. Ilmu jurnalistik inilah yang kemudian membekalinya dengan kemampuan untuk mendokumentasikan dan memahami pentingnya sebuah peristiwa sejarah.
Kiprah di Dunia Jurnalistik
Karier B.M. Diah di dunia jurnalistik dimulai sejak muda. Ia pernah menjadi redaktur di harian Sinar Deli Medan, bekerja di harian Sin Po Jakarta, hingga mendirikan majalah bulanan Pertjatoeran Doenia. Pengalamannya di berbagai media massa ini membuktikan dedikasinya dalam menyebarkan informasi dan membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya perjuangan kemerdekaan.
"Jurnalisme adalah alat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan," kata B.M. Diah suatu ketika. Melalui tulisan-tulisannya, ia berusaha membangkitkan semangat nasionalisme dan patriotisme di kalangan masyarakat Indonesia.
Peran dalam Peristiwa Proklamasi
Peran B.M. Diah dalam peristiwa proklamasi tak hanya menyelamatkan naskah. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Pada 7 Agustus 1945, B.M. Diah ditangkap polisi Jepang karena dianggap sebagai pemuda yang berbahaya bagi pemerintahan Jepang.
Namun, ia dibebaskan pada 15 Agustus 1945, dan langsung bergabung dengan golongan pemuda dalam peristiwa Rengasdengklok dan perumusan naskah proklamasi. Kehadirannya di momen-momen penting itu menunjukkan komitmennya yang kuat terhadap perjuangan kemerdekaan.
Setelah Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, B.M. Diah tetap aktif di dunia jurnalistik. Ia mendirikan harian Merdeka dan koran berbahasa Inggris bernama Indonesian Observer. Melalui media-media ini, ia terus menyuarakan semangat kemerdekaan dan membangun Indonesia yang lebih baik.
B.M. Diah meninggal dunia di Jakarta pada 10 Juni 1996. Jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan dan dunia jurnalistik akan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia. Kisah heroiknya dalam menyelamatkan naskah proklamasi menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk selalu peduli terhadap sejarah dan masa depan bangsa. B.M. Diah adalah bukti bahwa satu orang dapat membuat perbedaan besar dalam sejarah sebuah bangsa.