Kisah Inspiratif, Guru Pramuka Ajarkan Bahasa Isyarat dan Braille ke Siswa

Table of Contents
Kisah Inspiratif, Guru Pramuka Ajarkan Bahasa Isyarat dan Braille ke Siswa


Di SMP 170 Jakarta, seorang guru Pramuka bernama Willy Sohlehudin melakukan hal luar biasa. Ia tak hanya membekali siswanya dengan keterampilan kepramukaan biasa, tetapi juga membuka mata mereka terhadap dunia inklusi. Caranya? Dengan mengenalkan bahasa isyarat dan huruf braille.

Bahasa Isyarat: Jembatan Komunikasi

Willy memilih Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) sebagai materi ajar. SIBI, yang umum digunakan di sekolah formal dan Sekolah Luar Biasa (SLB), dianggapnya paling mudah diakses dan relevan untuk lingkungan pendidikan. "SIBI ini yang paling banyak dipakai di sekolah-sekolah," jelas Willy usai mengajar.

Tujuannya sederhana: menumbuhkan kepedulian dan empati. Willy ingin siswanya yang tidak memiliki kebutuhan khusus lebih memahami teman-teman tuli mereka. Bahasa isyarat menjadi jembatan untuk memahami perbedaan dan menghilangkan batasan komunikasi. "Saya ingin mereka (siswa) lebih peka dan peduli. Jangan sampai ada diskriminasi atau perundungan," tegasnya. Pelajaran dimulai dari abjad hingga kosakata sehari-hari, disampaikan secara bertahap.

Belajar Braille, Merasakan Dunia yang Berbeda

Selain bahasa isyarat, Willy juga mengenalkan huruf braille, sistem penulisan taktil bagi penyandang gangguan penglihatan.

Dalam praktiknya, siswa belajar menulis dan membaca braille menggunakan stylus (pena khusus) dan reglet (alat bantu penempatan titik). "Awalnya memang agak sulit, tapi lama-lama mereka mulai terbiasa," kata Willy. Mereka meraba huruf, mencoba membaca kata-kata sederhana, melatih motorik halus, dan memahami cara penyandang gangguan penglihatan mengakses informasi.

Pramuka: Wadah Menumbuhkan Empati

Willy melihat Pramuka sebagai wadah ideal untuk menanamkan empati dan kepedulian sosial. Melalui kegiatan interaktif, siswa diajak bekerja sama dengan teman-teman yang memiliki kebutuhan khusus. "Pramuka itu kan mengajarkan tentang kebersamaan dan saling tolong menolong. Jadi sangat cocok untuk menanamkan nilai-nilai inklusi," ujarnya.

Willy berharap inisiatifnya menginspirasi pihak lain untuk mengadakan kegiatan Pramuka yang melibatkan penyandang disabilitas di berbagai tingkatan. Ia yakin, dengan kesempatan yang sama, mereka dapat mengembangkan potensi dan berkontribusi positif. "Saya berharap akan ada lebih banyak kegiatan Pramuka berkebutuhan khusus, baik di tingkat gugus depan, kwartir cabang, maupun kwartir daerah," harapnya. Harapan ini ia sampaikan pada Upacara Hari Pramuka ke-64 dan Pembukaan Kemah Pramuka Berkebutuhan Khusus Tingkat Nasional di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata (Buperta) Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (17/8/2025).

Antusiasme siswa terhadap pelajaran ini sangat tinggi. Mereka bersemangat belajar, berlatih, dan menunjukkan rasa ingin tahu tentang dunia teman-teman mereka. "Awalnya saya merasa aneh dan sulit, tapi ternyata seru juga belajar bahasa isyarat," kata seorang siswa. Siswa lain menambahkan, "Saya jadi lebih paham bagaimana teman-teman tuli dan tunanetra berkomunikasi. Saya jadi ingin belajar lebih banyak lagi."

Inisiatif Willy menjadi contoh nyata implementasi pendidikan inklusif. Dengan mengajarkan bahasa isyarat dan braille, ia membekali siswa dengan keterampilan baru dan menanamkan nilai-nilai empati, toleransi, dan kepedulian sosial. Langkah kecil ini diharapkan menginspirasi pendidik lain untuk terus berinovasi dan menciptakan lingkungan belajar inklusif bagi semua anak. Pihak sekolah pun berencana mengembangkan program ini lebih lanjut dengan workshop dan pelatihan yang melibatkan ahli disabilitas, demi meningkatkan pemahaman dan kualitas layanan pendidikan inklusif.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.