Kota yang Bikin Kamu Pengen Jalan Kaki Terus, Ternyata Bikin Sehat Beneran!

Pindah ke Kota Ramah Pejalan Kaki? Siap-siap Lebih Sehat!
Pernahkah Anda membayangkan betapa nikmatnya tinggal di kota yang bikin kita pengen jalan kaki terus? Ternyata, keinginan itu bukan sekadar soal kenyamanan, lho! Penelitian terbaru membuktikan, lingkungan yang dirancang untuk pejalan kaki bisa bikin kita lebih aktif bergerak dan tentunya lebih sehat. Studi ini menunjukkan bahwa pindah ke kota yang walkable bisa meningkatkan jumlah langkah harian seseorang, tanpa memandang usia atau kebiasaan sebelumnya.
Kota Ramah Pejalan Kaki, Aktivitas Fisik Meningkat!
Sebuah riset yang dipublikasikan di jurnal Nature menyoroti hubungan erat antara lingkungan perkotaan yang mendukung pejalan kaki dan peningkatan aktivitas fisik warganya. Tim peneliti lintas disiplin dari Stanford University ini meneliti data dari lebih dari 5.400 orang yang berpindah tempat tinggal di 1.600 kota di Amerika Serikat selama tiga tahun. Hasilnya? Mereka yang pindah ke kota dengan tingkat "kemampuan berjalan kaki" yang lebih tinggi secara signifikan meningkatkan jumlah langkah harian mereka.
"Eksperimen alami ini berusaha menjawab pertanyaan penting tetapi menantang yang telah coba dijawab oleh bidang kesehatan masyarakat selama beberapa dekade, yaitu apakah perubahan dalam lingkungan binaan masyarakat benar-benar dapat mengubah tingkat aktivitas fisik mereka," kata Abby King, profesor epidemiologi dan kesehatan populasi di Stanford Medicine, melansir Stanford Report.
Bagaimana Mengukur "Kemampuan Berjalan Kaki"?
Penelitian ini menggunakan metrik bernama "Skor Jalan Kaki" (Walk Score) untuk mengukur seberapa ramah suatu kota bagi pejalan kaki. Skor ini mempertimbangkan banyak faktor, seperti jarak ke fasilitas umum (toko, restoran, taman, sekolah), kepadatan penduduk, dan tata letak jalan. Data untuk menghitung Skor Jalan Kaki ini berasal dari berbagai sumber, termasuk Google Maps, data sensus Amerika Serikat, dan kontribusi dari pengguna internet. Selain itu, peneliti juga menggunakan data dari ponsel pintar lebih dari 2 juta warga AS untuk melacak aktivitas fisik. Dari data itu, peneliti lalu fokus pada 5.400 orang yang berpindah kota selama periode tiga tahun.
Dampak Nyata: Lebih Banyak Langkah Setiap Hari
Analisis data menunjukkan bahwa orang yang pindah ke kota dengan Skor Jalan Kaki yang lebih tinggi rata-rata menambah 1.100 langkah harian, atau sekitar 11 menit jalan kaki ekstra setiap hari. Contohnya, seseorang yang pindah ke New York City, bisa meningkatkan langkah hariannya dari 5.600 menjadi 7.000 langkah.
Kota yang Kurang Ramah, Aktivitas Jalan Kaki Jadi Turun
Sebaliknya, pindah ke kota yang kurang walkable ternyata bisa menurunkan jumlah langkah harian. Hal ini membuktikan bahwa desain kota memang punya pengaruh besar terhadap seberapa banyak kita berjalan, dan tentu saja, kesehatan kita.
"Sangat menarik untuk memiliki kumpulan data longitudinal yang kaya ini dengan aktivitas selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun untuk mengungkap bagaimana lingkungan Anda memengaruhi aktivitas Anda," kata Jennifer Hicks, direktur eksekutif Wu Tsai Human Performance Alliance, Stanford University.
Kebiasaan Pribadi Tidak Sepenuhnya Menentukan
Yang menarik, penelitian ini juga menemukan bahwa kebiasaan pribadi tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas fisik setelah pindah ke kota yang lebih walkable. Artinya, orang yang tadinya kurang aktif pun cenderung jadi lebih banyak jalan kaki setelah tinggal di lingkungan yang mendukung.
"Saya terkejut dan sangat terdorong oleh fakta bahwa peningkatan kemampuan berjalan kaki menghasilkan peningkatan jumlah langkah harian yang signifikan di hampir semua kelompok usia dan gender," kata Hicks. "Individu memiliki jumlah langkah harian yang lebih besar di kota yang lebih ramah pejalan kaki, terlepas dari seberapa aktif mereka sebelum pindah dan berapa pun indeks massa tubuh mereka," imbuhnya.
Keterbatasan Studi dan Peluang Penelitian Lanjutan
Meskipun memberikan banyak informasi berharga, studi ini juga punya beberapa keterbatasan. Data aktivitas fisik hanya didapatkan dari ponsel pintar, sehingga mungkin kurang mewakili seluruh populasi. Selain itu, data langkah tidak mencakup semua jenis olahraga, seperti bersepeda atau berenang.
Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan ada metode pengukuran aktivitas fisik yang lebih komprehensif, serta mempertimbangkan faktor sosial dan budaya yang memengaruhi kebiasaan berjalan kaki.
Peneliti juga berharap studi ke depannya bisa meninjau lingkungan seperti apa yang paling efektif dalam meningkatkan aktivitas warga. Langkah ini diharapkan membantu perumusan kebijakan terbaik pada desain perkotaan.