Makna Mendalam di Balik Pesan Mendikdasmen tentang HUT ke-80 RI

Dalam amanatnya saat Upacara HUT ke-80 RI pada 17 Agustus 2025, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menekankan pentingnya "melu handarbeni" bagi para siswa dan guru. Pesan ini disampaikannya dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Kemendikdasmen, Rabu (20/8/2025).
Menurut Abdul Mu'ti, bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki SDM yang kuat, unggul, religius, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil, berkepribadian utama, serta memiliki rasa "melu handarbeni" dan tanggung jawab untuk memajukan bangsa dan negara.
Namun, apa sebenarnya makna di balik istilah "melu handarbeni" yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang?
Memahami Makna "Melu Handarbeni"
Asal Usul Istilah
Istilah "melu handarbeni" ternyata berasal dari bahasa Jawa. Ungkapan ini kembali digaungkan oleh Mendikdasmen Abdul Mu'ti dalam momentum peringatan kemerdekaan.
Arti Mendalam "Melu Handarbeni"
Dikutip dari unggahan Instagram @kemendikdasmen (20/8/2025), "melu handarbeni" secara sederhana berarti ikut merasa memiliki. Lebih dari itu, frasa ini mengandung makna yang lebih dalam, yaitu menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk menjaga, merawat, dan melestarikan apa yang dimiliki.
Menurut catatan sejarah, konsep "melu handarbeni" ini dipopulerkan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegaran I, atau yang lebih dikenal sebagai Raden Mas Said, tokoh penting dalam sejarah Mataram. "Melu handarbeni" merupakan bagian dari tridarma yang ia cetuskan, yaitu:
* Rumangsa melu handarbeni (merasa ikut memiliki) * Wajib melu hangrungkebi (wajib ikut menjaga/membela) * Mulat sarira hangrasa wani (berani mewawas diri)
Dahulu, falsafah ini digunakan sebagai pedoman kepemimpinan bagi para prajurit dan rakyat, dengan tujuan menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif terhadap kerajaan dan bangsa.
Filosofi di Balik "Melu Handarbeni"
Lebih dari sekadar perasaan memiliki, "melu handarbeni" mengandung filosofi yang mendalam tentang keterikatan emosional, tanggung jawab, solidaritas, dan kesadaran kolektif.
Filosofi ini selaras dengan konsep modern tentang civic responsibility (tanggung jawab kewargaan). Sebagaimana dilansir dari laman Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta, "melu handarbeni" juga dapat dimaknai sebagai sikap mental atau sense of belonging.
Dalam praktiknya, "melu handarbeni" tercermin dalam kegiatan memelihara, memperbaiki, memajukan, dan menjaga milik bersama. Prinsip ini dapat digunakan untuk memotivasi individu atau kelompok agar memiliki komitmen yang tinggi, sehingga mereka selalu menepati janji dan selaras dalam perkataan maupun perbuatan.