Menkeu Dikritik Usai Pernyataan Kontroversial Soal Guru, Kok Bisa?

Table of Contents
Menkeu Dikritik Usai Pernyataan Kontroversial Soal Guru, Kok Bisa?


Polemik Pernyataan Menkeu Soal Guru: Kritik Mengalir, Begini Duduk Perkaranya

Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terkait guru berbuntut panjang. Sebuah video yang beredar luas, meski telah diklarifikasi oleh Menkeu sebagai hoaks, memicu perdebatan tentang bagaimana pemerintah memandang profesi guru. Kontroversi bermula dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan Menkeu dalam sebuah forum resmi.

Awal Mula Kehebohan: Pertanyaan Menkeu di KSTI 2025

Pada 7 Agustus 2025, dalam Konvensi Sains dan Teknologi Industri Indonesia (KSTI) 2025 di Gedung Sabuga ITB, Jawa Barat, Menkeu Sri Mulyani Indrawati melontarkan pertanyaan tentang alokasi anggaran untuk guru dan dosen. Potongan video dari forum tersebut kemudian viral dan menuai reaksi keras, terutama dari kalangan pendidik.

"Klaster kedua adalah untuk guru dan dosen dan itu belanjanya dari mulai gaji sampai dengan tunjangan kinerja tadi. Banyak di media sosial saya selalu mengatakan, 'Oh, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya enggak besar.' Ini juga salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat?" demikian pertanyaan Menkeu yang menjadi sorotan. Meski tidak secara eksplisit menyebut guru sebagai beban, pertanyaan ini dianggap mengarah pada kemungkinan pergeseran tanggung jawab negara dalam pembiayaan pendidikan.

JPPI: Pertanyaan Menkeu Indikasikan Cara Pandang Negara yang Keliru

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menjadi salah satu pihak yang paling vokal mengkritik pernyataan Menkeu. JPPI menilai pertanyaan tersebut mencerminkan masalah mendasar dalam cara pandang negara terhadap profesi guru.

Kewajiban Konstitusional Terabaikan?

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyoroti bahwa pertanyaan Menkeu seolah mengabaikan amanat UUD 1945 yang mewajibkan pemerintah mengalokasikan minimal 20% APBN untuk pendidikan, termasuk gaji dan tunjangan guru. "Pertanyaan tentang partisipasi masyarakat dalam pembiayaan ini sama saja dengan melepaskan tanggung jawab negara," tegas Ubaid, Kamis (21/8/2025). Ia menambahkan bahwa negara seharusnya fokus pada pemenuhan kewajiban konstitusional, bukan mencari cara untuk mengurangi anggaran pendidikan.

Salah Alokasi, Bukan Gaji Guru yang Jadi Beban

JPPI berpendapat, masalah anggaran negara bukan terletak pada biaya untuk guru, melainkan pada alokasi yang kurang tepat sasaran. Ubaid menyoroti prioritas pemerintah yang cenderung lebih condong pada program-program populis, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), dibandingkan kesejahteraan guru. "Akibatnya, banyak guru, seperti guru madrasah, harus menunggu antrean lebih dari 50 tahun untuk mendapatkan sertifikasi dan tunjangan profesi, sebuah ironi di tengah klaim pemerintah tentang perhatiannya pada pendidikan," ujarnya. JPPI juga menyoroti korupsi yang menggerogoti anggaran pendidikan, menghambat peningkatan kesejahteraan guru dan kualitas pengajaran. "Beban sesungguhnya bagi negara adalah para pejabat yang korupsi, bukan para guru," imbuh Ubaid.

Miskonsepsi Akibat Pernyataan Menkeu

Pengamat pendidikan sekaligus Ketua Yayasan Guru Belajar, Bukik Setiawan, menilai pernyataan Menkeu memicu miskonsepsi di masyarakat. Ia menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam pendidikan selama ini sudah berjalan, namun lebih realistis dalam bentuk penyediaan lahan, pembangunan fasilitas, atau kegiatan sosial.

Bukik menekankan bahwa guru dan dosen adalah komponen pendidikan yang paling kompleks dan memerlukan standar kompetensi serta pengukuran kinerja yang ketat. "Guru dan dosen adalah komponen pendidikan yang paling kompleks dan sulit karena perlu standar kompetensi dan pengukuran kinerja. Lebih kompleks dibandingkan semisal wakaf tanah untuk pendidikan, menyumbang kebun kayu untuk pembangunan kelas, urunan untuk membangun MCK di sekolah almamater atau komponen lain," kata Bukik. Pertanyaan Menkeu terkait partisipasi masyarakat dalam pembiayaan gaji guru dan dosen dinilai menimbulkan kesan bahwa sektor ini menjadi beban negara.

Desakan Klarifikasi dan Perubahan Cara Pandang

Menanggapi polemik yang berkembang, berbagai pihak mendesak Menkeu untuk memberikan klarifikasi yang komprehensif. Bukik Setiawan menyarankan agar Menkeu tidak hanya membantah video yang dianggap hoaks, tetapi juga menjelaskan alasan di balik pertanyaan yang diajukannya dalam forum KSTI 2025. "Jadi Sri Mulyani harus mengklarifikasi bukan sekedar membantah pernyataan yang viral itu hoax. Tapi harus menjelaskan mengapa pertanyaan itu hanya ditanyakan pada saat membahas guru dan dosen?" ujar Bukik.

JPPI juga mendesak pemerintah untuk mengubah cara pandangnya terhadap guru. "Guru bukanlah beban negara, melainkan jantung dari investasi bangsa dan pembangun peradaban, yang pantas dihargai dan disejahterakan, bukan hanya secara finansial tetapi juga secara martabat," pungkas Ubaid. Polemik ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali kebijakan anggaran pendidikan dan meningkatkan komitmen negara terhadap kesejahteraan guru, yang merupakan ujung tombak pendidikan nasional.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.