Nggak Belajar AI Sekarang? Rektor Binus University Bilang Ini Bisa Jadi Masalah!

Table of Contents
Nggak Belajar AI Sekarang? Rektor Binus University Bilang Ini Bisa Jadi Masalah!


Rektor Binus University mengingatkan: Kuasai AI atau hadapi konsekuensinya! Di era perkembangan pesat Artificial Intelligence (AI), penguasaan teknologi ini, bahkan dari tingkat dasar, menjadi semakin krusial.

Isu Keamanan Data di Balik Penggunaan AI

Namun, penggunaan AI juga memunculkan perdebatan mengenai keamanan dan legalitas data. Alat-alat AI generatif, termasuk yang dipakai untuk membuat video, gambar, foto, hingga asisten AI, masih bergulat dengan isu pelanggaran hak cipta dan perlindungan privasi.

Menanggapi kekhawatiran publik soal pengumpulan data oleh alat AI, Rektor Binus University, Dr. Nelly, S.Kom, MM CSCA, mengakui hal tersebut. "Kita semua tahu, bahkan saat menggunakan aplikasi sehari-hari seperti email, data pengguna otomatis terintegrasi," ungkapnya saat ditemui di Four Points by Sheraton Linkou, New Taipei City, Taiwan, Kamis (21/8/2025).

Mengapa Mempelajari Dasar-Dasar AI Itu Penting?

Terlepas dari isu tersebut, Dr. Nelly menekankan pentingnya bagi mahasiswa dan dosen untuk tetap mempelajari dasar-dasar AI. Ini adalah bekal penting untuk menghadapi pesatnya perkembangan teknologi AI.

Bersiap Menghadapi Masa Depan dengan AI

"Kita harus membekali diri dengan pemahaman mendalam tentang AI," tegas Dr. Nelly. Tanpa dasar pengetahuan yang kuat, adaptasi terhadap perubahan teknologi akan sulit, dan risiko tertinggal semakin besar.

AI Sebagai Katalis Pengembangan Diri

Menurut Dr. Nelly, pemahaman dasar AI akan memberdayakan mahasiswa untuk memanfaatkan teknologi ini dalam mengembangkan kompetensi di berbagai bidang studi. "Buat anak-anak mengerti cara kerja AI, apapun jurusannya. Ajarkan fundamentalnya. Jika mereka paham, mereka dapat memanfaatkannya untuk mengembangkan kompetensi masing-masing," jelasnya.

Bahaya Jika Abai Terhadap Dasar-Dasar AI

Dr. Nelly memperingatkan tentang bahaya jika mahasiswa tidak memahami dasar-dasar AI. Risiko utama adalah ketergantungan berlebihan dan ketidakmampuan mengendalikan penggunaan AI secara bijak. "Kalau tidak, justru lebih berbahaya," tegasnya. Mahasiswa perlu mengenal AI, memahami cara kerjanya, dan memanfaatkannya secara etis untuk kepentingan masa depan. "Mahasiswalah yang harus mengendalikannya. Manfaatkan untuk bekerja lebih cepat, lebih terpersonalisasi, agar kemampuan meningkat," imbuhnya.

Upaya Binus University Mendalami AI

Binus University sendiri telah mengambil langkah proaktif dengan mendirikan AI Research and Development Center pada tahun 2017, bekerja sama dengan NVIDIA dan Kinetica. Inisiatif ini bertujuan mendorong penelitian dan pemahaman tentang AI, sehingga mahasiswa dapat menavigasi karier dan mempermudah kehidupan masyarakat melalui solusi berbasis teknologi. Pusat penelitian ini fokus pada pengembangan algoritma cerdas, analisis data besar, dan aplikasi AI di berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, dan bisnis. Mahasiswa aktif dilibatkan dalam proyek penelitian, memberikan pengalaman praktis dalam menerapkan konsep AI.

Pandangan Dosen Harvard: AI untuk Merangsang Pemikiran

Senada dengan itu, Houman Harouni, dosen di Harvard Graduate School of Education (HGSE), mendorong pelajar untuk memanfaatkan AI di kelas sejak tahun 2023.

Menerima AI Sebagai Bagian dari Pembelajaran

Harouni, yang juga mantan guru SD dan SMP, berpendapat bahwa alih-alih menghindar, kita perlu bereksperimen dan berjalan bersama AI dalam pengajaran. "Kita tidak bisa mengabaikan keberadaan AI. Justru, kita harus membantu pelajar menghadapinya," ujarnya.

Eksperimen AI di Rumah: Kembangkan Integritas

Dalam menerima AI pada pembelajaran, Harouni menyarankan agar pendidik membantu pelajarnya menghadapi realitas AI. Kemudian, kembangkan instrumen dan cara agar pelajar bisa bernavigasi menggunakan AI dengan berintegritas. Ia juga menyarankan agar program pendidikan guru hingga pengembangan profesional mengintegrasikan AI generatif. Dengan begitu, guru maupun tenaga profesional memahami langkah memanfaatkan AI secara bijak. "Biarkan mereka (pelajar) bereksperimen dengan AI di rumah, mendokumentasikan pengalaman mereka, dan kemudian membagikannya di kelas," sarannya.

Belajar Bertanya dan Mengkritik Jawaban AI

Saat berinteraksi dengan asisten AI seperti ChatGPT, Harouni menyarankan agar pendidik mengajarkan pelajarnya cara bertanya, belajar mengkritik pertanyaan, kerangka kerja, dan jawaban mereka sendiri yang dihasilkan oleh AI. Tujuannya agar mahasiswa memegang kendali penggunaan AI, bukan sebaliknya. "Keterampilan bertanya yang baik dan kemampuan mengevaluasi jawaban AI adalah kunci untuk memanfaatkan teknologi ini secara efektif," jelas Harouni.

Tugas yang Memacu Pemikiran Kritis

Harouni menekankan bahwa alat seperti ChatGPT tidak boleh digunakan untuk mencontek jawaban. Asisten AI justru menantang guru dan profesor untuk menilai ulang tugas yang mereka berikan. "Tugas-tugas yang diberikanlah yang harus berubah," tegasnya. Di tengah perkembangan AI, tugas perlu mendorong siswa mempertanyakan atau berpikir, misalnya saat memecahkan studi kasus.

Membandingkan Jawaban: Refleksi dari Kegagalan

Harouni bereksperimen dengan mengajak mahasiswa pascasarjana pendidikan Harvard menjawab studi kasus, lalu membandingkannya dengan jawaban ChatGPT. Meskipun jawaban mahasiswa tidak lebih baik, momen menyadari kegagalan justru memicu pemikiran dan refleksi. "Setelah ChatGPT merefleksikan kegagalan imajinasi para mahasiswa, mereka dapat mulai memikirkan opsi-opsi jawaban yang mereka atau penulis bahasa otomatis mana pun tidak akan langsung ambil," terangnya. Ini menunjukkan bahwa AI dapat menjadi alat ampuh untuk merangsang pemikiran kritis dan inovasi, asalkan digunakan dengan bijak dan strategis.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.