PTNBH Bikin PTS Ketar-Ketir? DPR Minta Ini Dievaluasi!

Table of Contents
PTNBH Bikin PTS Ketar-Ketir? DPR Minta Ini Dievaluasi!


DPR RI Minta Evaluasi Kebijakan PTNBH: PTS Terancam Gulung Tikar?

Kebijakan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) tengah menjadi perhatian serius di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Muncul kekhawatiran bahwa kebijakan ini berdampak signifikan terhadap kelangsungan hidup Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia. DPR pun mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh untuk mengatasi ketimpangan yang dirasakan.

Dampak PTNBH: PTS Kekurangan Mahasiswa Baru

Kebijakan PTNBH dinilai memperlebar jurang antara PTN dan PTS. Data menunjukkan penurunan drastis jumlah mahasiswa baru di PTS, bahkan mencapai 40% di beberapa daerah. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan keberlanjutan operasional PTS, terutama yang menjadi andalan pendidikan tinggi di daerah.

"Penurunan ini sangat mengkhawatirkan," ujar Dr. Anita Sari, seorang pengamat pendidikan. "Banyak PTS yang berjuang keras untuk mempertahankan kualitas, namun terhambat oleh persaingan yang tidak seimbang."

Keterbatasan finansial menjadi masalah pelik bagi PTS. Berbeda dengan PTN yang mendapat subsidi pemerintah, PTS harus mandiri dalam mencari dana. Akibatnya, mereka kesulitan bersaing dalam hal fasilitas, infrastruktur, dan program studi yang menarik minat calon mahasiswa.

"PTS seringkali jadi pilihan terakhir," jelas Dr. Sari. "Calon mahasiswa cenderung memilih PTN karena biaya lebih terjangkau atau anggapan kualitas lebih baik."

Beberapa PTS mengakui kesulitan beradaptasi dengan perubahan lanskap pendidikan tinggi akibat PTNBH. Mereka berharap pemerintah memberikan solusi yang adil dan berkelanjutan.

Jalur Mandiri PTN Jadi Sorotan

Salah satu faktor yang dianggap memicu penurunan jumlah mahasiswa di PTS adalah kebijakan jalur mandiri PTN, terutama PTNBH. Permendikbudristek No. 48 Tahun 2022 memberikan izin PTNBH menerima hingga 50% mahasiswa melalui jalur mandiri. Hal ini dianggap membatasi ruang rekrutmen bagi PTS, apalagi dengan perpanjangan masa pendaftaran seleksi mandiri PTN hingga pertengahan Agustus.

"Jalur mandiri PTN jadi daya tarik utama," kata seorang siswa SMA yang berencana ikut seleksi masuk perguruan tinggi. "Ini dilihat sebagai peluang masuk PTN impian, meski bayar lebih tinggi."

Kebijakan ini juga dikritik karena potensi komersialisasi pendidikan. Kuota jalur mandiri yang besar di PTN dinilai mengarah pada praktik kurang adil, di mana hanya mereka yang mampu secara finansial yang punya kesempatan lebih besar memperoleh pendidikan tinggi berkualitas.

"Kita semua sepakat akses pendidikan tinggi harus adil dan merata," tegas seorang anggota Komisi X DPR RI. "Jangan sampai hanya yang mampu finansial yang mendapat tempat."

Pihak PTN berargumen bahwa jalur mandiri diperlukan untuk meningkatkan pendapatan dan mendukung operasional kampus. Namun, mereka juga mengakui perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana tersebut.

Peran Vital PTS di Wilayah 3T Terancam

Keberadaan PTS sangat penting, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) Indonesia. PTS seringkali menjadi satu-satunya lembaga pendidikan tinggi yang menjangkau masyarakat di daerah terpencil yang sulit diakses PTN.

"PTS di wilayah 3T punya peran strategis dalam meningkatkan kualitas SDM," jelas seorang Kepala Dinas Pendidikan di provinsi wilayah 3T. "Mereka memberi kesempatan bagi anak muda di daerah untuk memperoleh pendidikan tinggi dan berkontribusi pada pembangunan daerah."

Namun, dengan menurunnya jumlah mahasiswa, keberlangsungan PTS di wilayah 3T terancam. Hal ini bisa berdampak negatif pada akses pendidikan tinggi dan pembangunan ekonomi di daerah tersebut.

"Jika PTS mati, akses pendidikan tinggi di daerah kami akan semakin sulit," ungkap seorang tokoh masyarakat di desa terpencil. "Kami khawatir generasi muda akan kehilangan harapan meraih pendidikan tinggi."

Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus pada PTS di wilayah 3T. Dukungan finansial, peningkatan kualitas SDM, dan penyediaan fasilitas memadai menjadi kunci untuk menjaga keberlangsungan PTS di daerah-daerah tersebut.

DPR Mendorong Evaluasi Permendikbudristek No. 48/2022

Menyikapi polemik ini, Komisi X DPR RI berkomitmen mendorong evaluasi menyeluruh terhadap Permendikbudristek No. 48/2022. Evaluasi ini bertujuan mencari solusi adil dan berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan tinggi, baik PTN maupun PTS.

"Kami akan mengundang berbagai pihak terkait, termasuk perwakilan dari PTN, PTS, Kemendikbudristek, dan pakar pendidikan untuk memberikan masukan dan pandangan terkait kebijakan PTNBH dan jalur mandiri," kata seorang Anggota Komisi X DPR RI.

DPR berharap evaluasi ini menghasilkan rekomendasi konstruktif untuk mengatasi ketimpangan dan memastikan akses pendidikan tinggi yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Jika diperlukan, revisi terhadap Permendikbudristek No. 48/2022 juga akan dipertimbangkan.

"Jangan biarkan PTS tumbang satu per satu hanya karena negara lalai membuat regulasi yang adil," tegas seorang anggota DPR.

Lebih lanjut, DPR juga akan mendorong pemerintah untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi antara PTN dan PTS. Kolaborasi dalam bidang penelitian, pengembangan kurikulum, dan pertukaran SDM dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan tinggi secara keseluruhan.

Dengan evaluasi yang komprehensif dan solusi yang tepat, diharapkan polemik PTNBH dan dampaknya terhadap PTS dapat segera teratasi. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang sehat dan berkelanjutan, di mana PTN dan PTS dapat tumbuh dan berkembang bersama-sama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada tanggal 26 Agustus 2025, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyoroti dampak kebijakan ini.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.