RAPBN 2026, Anggaran Pendidikan Bikin Deg-degan? Ini Kata Mereka

RAPBN 2026 tengah menjadi perbincangan hangat, terutama soal alokasi anggaran pendidikan. Mampukah dana yang dialokasikan ini benar-benar meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia? Para pengamat pendidikan pun mulai menyuarakan pendapatnya, menyoroti prioritas dan efektivitas penggunaan anggaran tersebut.
RAPBN 2026: Pendidikan Memasuki Era Spekulatif?
Polemik seputar RAPBN 2026, khususnya terkait anggaran pendidikan, terus bergulir. Dr. Arya Wiratama, seorang pengamat pendidikan, melontarkan pandangannya bahwa pendidikan kini memasuki "era spekulatif". Apa maksudnya?
Makan Bergizi Gratis: Andalan Baru Pendidikan?
Menurut Dr. Arya, "era spekulatif" ini muncul karena pemerintah terlihat terlalu mengandalkan program makan bergizi gratis (MBG) sebagai solusi utama untuk masalah pendidikan. "Disebut spekulatif karena pemerintah seolah yakin kecukupan gizi adalah kunci utama meningkatkan kualitas pendidikan," ujarnya kepada wartawan pada Selasa, 17 Agustus 2025. Ia menambahkan, "Pendekatan ini cukup berani, bahkan bisa dibilang belum pernah diterapkan secara masif di Indonesia."
Ia menyoroti perbedaan mencolok dengan negara lain, di mana program serupa lazimnya menyasar ibu hamil dan balita. "Uniknya, MBG di Indonesia justru menargetkan anak-anak sekolah yang sudah melewati usia balita," jelas doktor lulusan Universitas Gadjah Mada ini.
Dr. Arya berharap klaim keberhasilan program MBG oleh pemerintah benar-benar terbukti, signifikan, dan berkelanjutan. Ia mewanti-wanti agar program ini tidak hanya menjadi "novelty" sesaat yang hasilnya langsung meredup setelah awal yang gemilang. "Kebijakan pendidikan yang baru seringkali menunjukkan efek positif di awal. Yang terpenting adalah memastikan efek tersebut terus berlanjut dan menghasilkan peningkatan berkelanjutan," tegasnya.
Prioritaskan Kualitas Pendidikan yang Lebih Baik
Lebih lanjut, Dr. Arya mengkritisi alokasi anggaran untuk program MBG yang jauh melampaui anggaran untuk guru, dosen, dan tenaga kependidikan. Selisihnya hampir dua kali lipat, dengan MBG menerima sekitar Rp 335 triliun, sementara guru, dosen, dan tenaga kependidikan hanya sekitar Rp 178,7 triliun.
Ia menekankan bahwa idealnya, anggaran pemerintah tidak bersifat zero-sum game, di mana kenaikan anggaran di satu sektor harus menutupi pengurangan di sektor lain. "Seharusnya tidak ada logika 'jika anggaran MBG besar, anggaran guru harus dikurangi', atau sebaliknya. Keduanya sama-sama penting dan harus didukung secara proporsional," paparnya.
Dengan anggaran yang ada, ia mengingatkan pemerintah untuk terus memprioritaskan peningkatan kualitas pendidikan secara holistik. Menurutnya, peningkatan ini tidak hanya soal gizi lewat MBG dan kesejahteraan guru. "Tunjangan dan honor guru memang penting, tapi kualitas pendidikan juga ditentukan oleh kompetensi guru, pelatihan yang berkelanjutan, kurikulum yang relevan, serta sarana dan prasarana yang memadai," tandas Dr. Arya.
Ia menambahkan, "Kita tidak bisa hanya fokus pada satu aspek saja. Pendidikan adalah ekosistem yang kompleks, dan kita harus memastikan semua elemennya berfungsi dengan baik."
Gambaran Umum Anggaran Pendidikan di RAPBN 2026
Menteri Keuangan, Dr. Retno Wulandari, dalam konferensi pers pekan lalu, menyampaikan bahwa total anggaran pendidikan dalam RAPBN 2026 mencapai Rp 757,8 triliun. Angka ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.
Dari total anggaran tersebut, sekitar Rp 150,1 triliun dialokasikan untuk sekolah dan kampus, meliputi pembangunan infrastruktur, pengadaan fasilitas, dan peningkatan kualitas proses belajar mengajar. Sementara itu, Rp 401,5 triliun dialokasikan untuk siswa dan mahasiswa, termasuk beasiswa, bantuan biaya pendidikan, dan program-program peningkatan prestasi.
Anggaran untuk guru, dosen, dan tenaga kependidikan mencapai Rp 178,7 triliun, yang akan digunakan untuk pembayaran gaji, tunjangan, pelatihan, dan pengembangan profesional. Sisanya, sekitar Rp 335 triliun atau 44% dari total anggaran pendidikan, dialokasikan untuk program MBG.
"Anggaran ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia, serta mendukung peningkatan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan," ujar Dr. Retno.
Namun, alokasi anggaran yang cukup besar untuk program MBG ini terus menjadi perdebatan. Sebagian pihak menilai bahwa program ini terlalu diprioritaskan dan mengorbankan sektor-sektor lain yang juga krusial dalam peningkatan mutu pendidikan. Sementara itu, pemerintah berpendapat bahwa program MBG merupakan investasi jangka panjang dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Perdebatan mengenai alokasi anggaran pendidikan dalam RAPBN 2026 ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk merumuskan kebijakan pendidikan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan, demi mewujudkan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah perlu mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pengamat pendidikan, praktisi pendidikan, dan masyarakat luas, agar anggaran pendidikan dapat dialokasikan secara efektif dan efisien, serta memberikan dampak positif yang signifikan bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.