Rekrutmen 1,3 Juta PPPK Paruh Waktu, Apa Kata Ahli Soal Dampaknya?

Pemerintah berencana merekrut 1,3 juta Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Langkah ini menjadi solusi pemerintah untuk menata status tenaga honorer sekaligus mencegah gelombang PHK. Kebijakan ini tentu memunculkan berbagai pertanyaan, terutama soal dampaknya bagi sistem kepegawaian negara dan kualitas layanan publik. Apa kata para ahli mengenai hal ini?
Siapa Saja yang Berpeluang Menjadi PPPK Paruh Waktu?
Menurut Badan Kepegawaian Negara (BKN), program PPPK paruh waktu ini memprioritaskan tenaga non-ASN yang sudah terdata dalam database BKN. Selain itu, ada kriteria lain yang perlu diperhatikan. Mereka yang belum berhasil lolos seleksi CPNS 2024, dan belum mendapatkan formasi yang sesuai di seleksi PPPK 2024, punya peluang besar untuk mengisi posisi ini.
Prioritas juga diberikan bagi tenaga non-ASN yang belum terdata di BKN namun telah aktif bekerja di instansi pemerintah secara berkelanjutan minimal selama dua tahun. Lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang datanya tercatat di pangkalan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga menjadi target utama. Pemerintah berharap bisa menjaring tenaga honorer yang sudah punya pengalaman dan kompetensi di bidangnya.
Bagaimana dengan Usulan Formasi PPPK Paruh Waktu?
Instansi pemerintah pusat dan daerah telah membuka proses pengajuan usulan formasi PPPK paruh waktu. Data BKN per 22 Agustus 2025 menunjukkan, sekitar 1.068.495 tenaga non-ASN sudah diusulkan untuk mengisi formasi PPPK paruh waktu. Angka ini setara dengan 78% dari total target 1,3 juta formasi yang tersedia.
Lantas, kenapa sisanya belum terisi? Ternyata, ada beberapa alasan. Sebagian tenaga honorer yang terdata sudah meninggal dunia, tidak lagi aktif bekerja, atau instansi terkait menilai tidak ada kebutuhan di organisasi mereka. Keterbatasan anggaran juga jadi faktor penghambat. Penetapan Nomor Induk PPPK paruh waktu sendiri dijadwalkan mulai 28 Agustus hingga 30 September 2025.
Apa Kata Ahli Soal Dampak Rekrutmen PPPK Paruh Waktu?
Kebijakan rekrutmen 1,3 juta PPPK paruh waktu ini memicu diskusi di kalangan ahli kebijakan publik. Dr. Subarsono, pakar analisis kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), memandang langkah ini sebagai solusi rasional dalam jangka pendek dan menengah. Menurutnya, kebijakan ini bisa membantu mengatasi kekurangan sumber daya manusia di instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah.
"Ini adalah langkah strategis dalam kondisi ekonomi saat ini," kata Subarsono. "Kebijakan ini tidak hanya mengatasi kekurangan SDM, tetapi juga mengurangi potensi pengangguran bagi pegawai PPPK yang masa kontraknya telah habis."
Keuntungan Jangka Pendek dan Menengah
Subarsono menyoroti beberapa keuntungan jangka pendek dan menengah dari rekrutmen PPPK paruh waktu. Salah satunya adalah kemampuan pemerintah untuk mengisi kekosongan tenaga kerja di sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan. Ketersediaan tenaga kerja yang memadai di sektor-sektor ini sangat penting untuk menjaga kualitas layanan publik.
Dampak Positif pada Layanan Publik
Keberadaan PPPK paruh waktu, terutama di daerah-daerah 3T (terpencil, tertinggal, dan terluar), akan meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan publik. Mereka bisa membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan di berbagai bidang, mulai dari pendidikan hingga kesehatan.
"Masyarakat akan merasakan dampaknya secara langsung," ujar Subarsono. "Dengan adanya tambahan tenaga kerja, layanan publik dapat diberikan lebih cepat dan lebih baik."
Pengurangan Beban Anggaran Negara
Dari sisi keuangan negara, rekrutmen PPPK paruh waktu juga menguntungkan. Karena PPPK paruh waktu tidak menerima uang pensiun, beban anggaran negara dalam jangka panjang bisa dikurangi. Pemerintah pun bisa mengalokasikan anggaran ke sektor-sektor lain yang lebih membutuhkan.
Meski demikian, Subarsono juga menyoroti beberapa kekurangan dari sistem PPPK paruh waktu, salah satunya adalah ketidakpastian masa depan bagi para pegawai. Masa kontrak yang bisa diperpanjang memang memberi fleksibilitas bagi pemerintah, tapi kurang memberikan rasa aman bagi para pegawai.
Kekurangan Bagi Pegawai PPPK
"PPPK memiliki masa kontrak, meski bisa diperpanjang. Hal ini tentu kurang memberikan keamanan psikologis," jelasnya. "Berbeda dengan PNS yang layaknya pegawai tetap."
Perlunya Mengatasi Risiko Kesenjangan PPPK dan PNS
Subarsono menekankan pentingnya mengatasi potensi kesenjangan antara PPPK dan PNS. Jika rekrutmen PPPK dibuka secara luas, bukan hanya untuk tenaga honorer, pemerintah berpeluang mendapatkan tenaga dengan kompetensi yang lebih tinggi, termasuk tenaga ahli. Namun, hal ini juga bisa menimbulkan kekhawatiran di kalangan tenaga honorer yang sudah lama mengabdi namun belum berhasil menjadi CPNS.
"Pemerintah perlu mencari keseimbangan antara mengakomodasi tenaga honorer dan mendapatkan tenaga dengan kompetensi terbaik," katanya. "Sistem rekrutmen yang transparan dan adil sangat penting untuk memastikan bahwa yang terbaiklah yang terpilih."
Ke depannya, pemerintah diharapkan terus mengevaluasi dan menyempurnakan kebijakan rekrutmen PPPK paruh waktu. Dengan begitu, kebijakan ini bisa memberikan manfaat maksimal bagi negara dan masyarakat, sekaligus memberikan kepastian dan kesejahteraan bagi para pegawai.