Sejarah dan Sastra Wajib di Sekolah? Ini Kata Mereka yang Berkompeten
Usulan agar sejarah dan sastra menjadi mata pelajaran wajib di sekolah tengah menjadi perbincangan hangat. Komisi X DPR RI menjadi pihak yang menggulirkan ide ini, seiring dengan proses revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Wacana ini pun langsung menuai pro dan kontra di kalangan pengamat dan praktisi pendidikan.
Mata Pelajaran Wajib: Apa Kata Komisi X DPR RI?
Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (12/8/2025), mengungkapkan alasan di balik usulan tersebut. Menurutnya, mewajibkan sejarah dan sastra dapat meningkatkan gairah membaca, kapasitas imajinasi berpikir, serta kesadaran kognitif siswa. "Saya mengusulkan mata pelajaran sejarah dan sastra itu menjadi wajib... karena untuk meningkatkan gairah membaca dan meningkatkan kapasitas imajinasi berpikir, sekaligus kesadaran kognitif itu dari baca, dan baca itu melalui sastra, itu penting," jelasnya.
Sejarah dan Sastra: Lebih dari Sekadar Mata Pelajaran?
Para pendukung ide ini meyakini bahwa pengajaran sejarah dan sastra yang mendalam dapat menumbuhkan minat baca serta mengasah kemampuan berpikir kritis siswa. Sastra, dengan keragaman genre dan gaya penulisannya, menawarkan wawasan tentang pengalaman manusia dan kompleksitas kehidupan. Sementara sejarah, memberikan pemahaman tentang masa lalu, membentuk identitas bangsa, dan membantu memahami konteks sosial politik saat ini. Dengan memahami keduanya, diharapkan siswa dapat berpikir lebih mendalam, membuat keputusan yang bijak, dan berkontribusi positif kepada masyarakat.
Kritik: Ancaman bagi Fleksibilitas Kurikulum?
Namun, usulan ini tak lepas dari kritik. Pengamat pendidikan, Bukik Setiawan, berpendapat bahwa mewajibkan sejarah dan sastra melalui undang-undang justru bisa menjadi kontraproduktif. Ia menilai kurikulum seharusnya fleksibel dan adaptif terhadap perubahan zaman. "Pendidikan kita justru sedang butuh ruang untuk merespons tantangan global dan konteks lokal yang terus berubah. Hari ini mungkin sejarah dan sastra. Besok bisa jadi teknologi naratif, etnografi digital, atau bentuk lain yang belum kita bayangkan," terang Bukik pada Rabu (13/8/2025).
Bukik menambahkan bahwa kurikulum yang kaku dapat menghambat kreativitas guru dan mematikan semangat belajar siswa. Ia menekankan pentingnya otonomi bagi sekolah dan guru dalam mengembangkan kurikulum yang relevan dan menarik.
Urgensi Sejarah dan Sastra: Memahami Dunia dan Berpikir Kritis
Terlepas dari perbedaan pendapat, semua pihak sepakat bahwa sejarah dan sastra memiliki peran penting dalam pendidikan. Keduanya bukan sekadar mata pelajaran hafalan, melainkan sarana untuk memahami dunia, membangun empati, dan melatih daya pikir kritis. "Sejarah dan sastra bisa jadi jalan bagi murid untuk memahami dunia, membangun empati, melatih daya pikir kritis, dan membayangkan masa depan. Tapi yang menentukan bukan apa yang diajarkan, melainkan bagaimana cara mengajarkannya," ujar Bukik.
Fokus pada Metode, Bukan Sekadar Konten Wajib
Oleh karena itu, fokus utama seharusnya tidak hanya pada penambahan mata pelajaran wajib, tetapi juga pada peningkatan kualitas metode pembelajaran. Guru perlu dilatih untuk mengajar sejarah dan sastra secara menarik dan interaktif, sehingga siswa termotivasi untuk belajar. "Kita perlu geser fokus dari 'apa yang wajib diajarkan' ke 'bagaimana pembelajaran dijalankan'," tegasnya.
Salah satu caranya adalah dengan pendekatan berbasis proyek, seperti penelitian sejarah lokal, menulis cerita pendek, atau membuat drama berdasarkan karya sastra. Dengan cara ini, siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, tidak hanya menghafal fakta.
Keputusan final mengenai usulan ini masih menunggu pembahasan lebih lanjut di DPR RI. Diharapkan, pembahasan tersebut menghasilkan solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pemerintah dan pemangku kepentingan pendidikan perlu duduk bersama merumuskan kebijakan komprehensif dan berkelanjutan, agar pendidikan di Indonesia terus berkembang dan relevan dengan kebutuhan zaman.