Ternyata Ini Toh Alasan Penglihatan Bayi Belum Sempurna, Studi MIT Buktikan!

Table of Contents
Ternyata Ini Toh Alasan Penglihatan Bayi Belum Sempurna, Studi MIT Buktikan!


Penelitian terbaru dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengungkap sebuah fakta menarik tentang dunia bayi: penglihatan mereka yang belum sempurna ternyata memiliki alasan ilmiah yang penting. Studi ini memberikan pemahaman baru tentang bagaimana otak bayi belajar mengenali dunia visual di sekitarnya.

Mengapa Bayi Melihat Dunia dengan Buram?

Banyak orang tua menyadari bahwa bayi yang baru lahir belum memiliki penglihatan setajam orang dewasa. Mereka cenderung melihat dunia dengan buram dan warna yang belum begitu jelas. Jangan khawatir, ini bukan karena kelainan mata, melainkan bagian dari proses perkembangan visual yang sedang berlangsung. Penelitian menunjukkan bahwa ketajaman visual dan kemampuan membedakan warna pada bayi akan terus berkembang seiring bertambahnya usia.

Sel Kerucut Retina yang Belum Matang

Salah satu penyebab utama penglihatan bayi belum optimal adalah kondisi sel kerucut retina. Sel kerucut ini adalah sel fotoreseptor di mata yang bertugas mendeteksi warna dan detail visual. Pada bayi yang baru lahir, sel kerucut ini belum sepenuhnya matang, sehingga kemampuan mereka untuk memproses warna dan detail masih terbatas. Itulah mengapa penglihatan bayi tampak kabur dan kurang berwarna.

Studi MIT: Pengalaman Visual Membentuk Kejelasan Penglihatan

Tim peneliti di MIT menyoroti pentingnya pengalaman visual dalam membentuk kejelasan penglihatan. Mereka menemukan bahwa pengalaman visual, terutama di awal kehidupan, berperan penting dalam pembentukan jalur visual di otak. Hipotesisnya, penglihatan kabur dan terbatas warna pada bayi justru membantu otak mengembangkan sistem pemrosesan visual yang efisien.

Jalur Magnoselular dan Parvoselular: Dua Sistem Pemrosesan Visual

Informasi visual yang masuk ke mata diproses melalui dua jalur utama di otak: magnoselular dan parvoselular. Jalur magnoselular lebih sensitif terhadap gerakan dan perubahan temporal, sementara jalur parvoselular lebih fokus pada warna dan detail spasial yang halus. Pada bayi, jalur magnoselular cenderung lebih dominan karena penglihatan mereka yang masih buram.

Model Komputasional Ungkap Peran Penglihatan Buram

Untuk menguji hipotesis mereka, para ilmuwan MIT mengembangkan model komputasional penglihatan yang meniru input visual yang diterima bayi. Model ini "diberi makan" gambar berkualitas rendah dan terbatas warna. Hasilnya, model tersebut mengembangkan karakteristik yang mirip dengan pembagian jalur magnoselular dan parvoselular pada otak manusia. Sebaliknya, ketika model dipaparkan pada gambar berkualitas tinggi, pembagian jalur tersebut tidak begitu jelas.

Penjelasan Profesor Sinha tentang Temuan Studi

Profesor Ilmu Otak dan Kognitif MIT, Pawan Sinha, penulis utama studi ini, menjelaskan bahwa temuan ini memberikan wawasan penting tentang proses perkembangan penglihatan manusia, terutama dalam menjelaskan perbedaan magnoselular dan parvoselular. "Temuan ini berpotensi menunjukkan adanya mekanisme yang menjelaskan munculnya perbedaan parvo/magno yang merupakan salah satu prinsip pengorganisasian jalur penglihatan di otak mamalia," ujar Sinha.

Project Prakash: Inspirasi dari Pemulihan Penglihatan Anak Buta

Inspirasi untuk studi ini sebagian berasal dari Project Prakash, sebuah proyek yang dipimpin Profesor Sinha. Proyek ini berfokus pada pemulihan penglihatan pada anak-anak yang terlahir buta. Melalui proyek ini, ribuan anak di India yang mengalami kehilangan penglihatan di skrining dan dirawat. Setelah penglihatan mereka dipulihkan melalui operasi, banyak dari anak-anak ini berpartisipasi dalam studi untuk memantau perkembangan visual mereka. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa anak-anak yang menjalani operasi katarak menunjukkan penurunan signifikan dalam kemampuan pengenalan objek, terutama ketika melihat gambar hitam putih.

Keterbatasan Warna dan Ketajaman Visual: Bukan Hambatan, Tapi Bagian Penting Perkembangan

Temuan dari Project Prakash mendorong Profesor Sinha dan timnya untuk berhipotesis bahwa keterbatasan warna dan ketajaman visual di awal kehidupan mungkin bukan hambatan, melainkan bagian penting dari perkembangan visual yang normal. Otak mungkin menggunakan keterbatasan ini untuk belajar mengenali objek bahkan dalam kondisi visual yang kurang ideal. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa model komputasional yang dilatih dengan gambar buram terlebih dahulu menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam mengenali objek dibandingkan dengan model yang dilatih dengan gambar tajam sejak awal.

Kesimpulan: Pengalaman Visual Memperjelas Penglihatan Bayi

Secara keseluruhan, studi dari MIT ini memberikan bukti kuat bahwa pengalaman visual pada tahap awal kehidupan memainkan peran penting dalam pembentukan jalur visual di otak. Meskipun spesifikasi bawaan dari jalur magnoselular dan parvoselular tidak dapat diabaikan, pengalaman visual, terutama pada bayi, membantu menyempurnakan dan memperjelas penglihatan.

"Tema umum yang tampaknya muncul adalah bahwa perkembangan yang kita lalui terstruktur dengan sangat hati-hati untuk memberi kita jenis kecakapan persepsi tertentu dan hal ini mungkin juga berdampak pada pengorganisasi otak itu sendiri," pungkas Profesor Sinha. Temuan ini membuka jalan bagi pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana otak manusia belajar melihat dan beradaptasi dengan dunia di sekitarnya. Pemahaman ini juga dapat memberikan implikasi penting bagi pengembangan intervensi dini untuk anak-anak dengan gangguan penglihatan.

Studi lengkapnya dapat dibaca di jurnal Communications Biology dengan judul "Potential role of developmental experience in the emergence of the parvo-magno distinction".

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.