Warna Daging Babi Ini Bikin Kaget! Kok Bisa Biru Neon Gitu?

Bikin Geger California: Daging Babi Hutan Berubah Jadi Biru Neon!
Pemandangan tak biasa membuat para pemburu di California terheran-heran sekaligus khawatir. Bagaimana tidak, daging babi hutan yang mereka buru berwarna biru neon menyala! Usut punya usut, investigasi mengungkap penyebab mengerikan di balik fenomena ini: racun tikus atau rodentisida.
Kok Bisa Daging Babi Jadi Biru Neon?
Penemuan aneh ini bermula dari laporan para pemburu di California. Mereka menemukan babi hutan dengan daging berwarna biru neon yang mencolok. Hal ini langsung memicu kekhawatiran akan potensi bahaya bagi kesehatan manusia dan satwa liar lainnya. Pertanyaan besar pun muncul: apa yang menyebabkan perubahan warna drastis ini?
Peringatan di Monterey County: Waspada Rodentisida!
Menanggapi temuan ini, otoritas California, khususnya di wilayah Monterey County, segera mengeluarkan peringatan kepada masyarakat, terutama para pemburu. Mereka mengumumkan bahwa perubahan warna dramatis pada daging babi hutan menjadi "biru neon" disebabkan oleh keracunan rodentisida.
"Para pemburu harus sangat berhati-hati dan menyadari bahwa daging hewan buruan seperti babi hutan, rusa, beruang, dan unggas berpotensi terkontaminasi jika hewan-hewan tersebut terpapar rodentisida," tegas Ryan Bourbour, koordinator investigasi pestisida dari Departemen Perikanan dan Satwa Liar California (CDFW).
Diphacinone: Biang Keladi Warna Biru Neon
Investigasi lebih lanjut mengungkap bahwa babi hutan tersebut terpapar rodentisida jenis diphacinone. Diphacinone adalah antikoagulan yang umum digunakan untuk mengendalikan populasi hewan pengerat. Diduga, babi hutan, yang merupakan hewan omnivora, memakan tikus atau hewan kecil lain yang telah terkontaminasi racun tersebut.
"Diphacinone banyak digunakan oleh petani dan perusahaan pertanian di wilayah ini untuk mengendalikan tikus, mencit, tupai, dan hama kecil lainnya," demikian pernyataan resmi dari CDFW.
Mengenal Lebih Dekat Rodentisida
Rodentisida adalah istilah umum untuk racun yang dirancang khusus untuk memberantas hewan pengerat seperti tikus dan mencit. Racun ini biasanya diformulasikan menjadi umpan agar menarik perhatian target.
Ada berbagai jenis rodentisida, termasuk antikoagulan dan non-antikoagulan. Rodentisida antikoagulan, seperti warfarin dan diphacinone, bekerja dengan menghambat kemampuan darah untuk membeku, sehingga menyebabkan perdarahan internal. Sementara itu, rodentisida non-antikoagulan, seperti seng fosfida, kolekalsiferol, bromethalin, dan striknin, memiliki mekanisme kerja yang berbeda untuk membunuh hewan pengerat.
"Setiap jenis rodentisida memiliki tingkat efektivitas dan profil risiko yang berbeda," jelas Dr. Amelia Hartanto, seorang ahli toksikologi lingkungan dari Universitas California, Davis. "Pemilihan jenis rodentisida yang tepat harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti spesies target, lingkungan penggunaan, dan potensi dampak terhadap hewan bukan target."
Rodentisida memiliki berbagai penggunaan yang disetujui, mulai dari pengendalian hama di dalam dan di sekitar bangunan rumah tangga, komersial, industri, hingga pertanian. Penggunaannya diatur secara ketat untuk meminimalkan risiko terhadap manusia dan hewan bukan target. Bahkan, beberapa wilayah seperti California telah memberlakukan pembatasan yang lebih ketat terhadap penggunaan rodentisida tertentu sejak 2024.
Kasus kontaminasi rodentisida pada babi hutan di Monterey County ini menggarisbawahi pentingnya penggunaan rodentisida yang bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Paparan sekunder, di mana hewan memakan hewan lain yang telah terkontaminasi, merupakan risiko nyata yang perlu dipertimbangkan.
"Kasus ini adalah pengingat bahwa penggunaan pestisida, termasuk rodentisida, harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan dampak lingkungannya," ujar Dr. Hartanto. "Penting untuk mengikuti pedoman penggunaan yang ditetapkan dan memastikan bahwa umpan ditempatkan di area yang aman dan tidak dapat diakses oleh hewan bukan target."
Bahaya Mengintai: Konsumsi Daging Babi Beracun
Mengonsumsi daging babi hutan yang terkontaminasi rodentisida dapat menimbulkan risiko kesehatan serius bagi manusia dan hewan.
Pada hewan, konsumsi rodentisida antikoagulan dalam jumlah besar dapat mengganggu proses pembekuan darah dan menyebabkan perdarahan spontan. Tanda-tanda klinis yang mungkin timbul meliputi memar, perdarahan ke dalam rongga tubuh, dan perubahan signifikan dalam parameter darah. Dalam kasus yang parah, paparan rodentisida dapat menyebabkan kematian.
"Hewan peliharaan, seperti anjing dan kucing, juga berisiko terpapar rodentisida jika mereka memakan umpan atau memakan hewan pengerat yang telah terkontaminasi," jelas Dr. Hartanto.
Pada manusia, paparan pestisida, termasuk rodentisida, telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk penurunan jumlah sperma, diabetes, kanker, dan kondisi kesehatan lainnya. Meskipun risiko langsung dari mengonsumsi sedikit daging yang terkontaminasi mungkin rendah, paparan kronis dalam jangka panjang dapat menimbulkan konsekuensi yang merugikan.
"Penting untuk menghindari konsumsi daging hewan yang dicurigai terkontaminasi pestisida," tegas Dr. Hartanto. "Jika Anda mengalami gejala yang tidak biasa setelah mengonsumsi daging yang mungkin terkontaminasi, segera cari pertolongan medis."
Pihak berwenang di California terus melakukan investigasi untuk menentukan sejauh mana kontaminasi rodentisida pada populasi babi hutan dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah paparan lebih lanjut. Masyarakat diimbau untuk berhati-hati dan mengikuti pedoman keamanan yang dikeluarkan oleh CDFW saat berburu atau mengonsumsi daging babi hutan. Kasus babi hutan dengan daging biru neon ini menjadi pengingat akan pentingnya praktik pertanian yang berkelanjutan dan penggunaan pestisida yang bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.