Bali Diterjang Banjir Dahsyat, Lebih Parah dari 10 Tahun Terakhir?

Bali dilanda banjir besar pada 9-10 September 2025. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), ini adalah banjir terparah yang melanda Pulau Dewata dalam satu dekade terakhir. Peristiwa ini memicu pertanyaan besar: seberapa serius dampak banjir kali ini dibandingkan sebelumnya? Banjir ini juga mendorong evaluasi mendalam terhadap sistem drainase dan tata ruang di Bali.
Bali Diterjang Banjir: Seperti Apa Dampaknya?
Banjir yang melumpuhkan Bali selama dua hari, 9-10 September 2025, membawa dampak yang signifikan. Rumah-rumah terendam, fasilitas umum terganggu, dan jalan-jalan utama lumpuh, menyebabkan kemacetan parah serta menyulitkan mobilitas warga. Prioritas utama saat ini adalah evakuasi warga yang terdampak.
Wilayah Mana Saja yang Terendam?
Berdasarkan data terkini, banjir meluas hingga ke tujuh kabupaten/kota di Bali. Kota Denpasar menjadi wilayah yang paling merasakan dampaknya, dengan jumlah titik banjir terbanyak. "Kami melihat dampak yang sangat signifikan di Denpasar, di mana puluhan titik dilaporkan terendam," ujar I Wayan Koster, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali. Selain Denpasar, wilayah Gianyar, Badung, Tabanan, Karangasem, Jembrana, dan Klungkung juga tak luput dari terjangan banjir. Sebaran yang meluas ini memperlihatkan betapa seriusnya skala bencana kali ini.
Ratusan Titik Banjir Tercatat
Lebih dari 120 titik banjir tersebar di seluruh Bali akibat curah hujan ekstrem. Denpasar menjadi wilayah dengan titik banjir terbanyak, mencapai 81 titik. Gianyar menyusul dengan 14 titik, Badung 12 titik, Tabanan 8 titik, Karangasem dan Jembrana masing-masing 4 titik, serta Klungkung di Kecamatan Dawan. Jumlah titik banjir ini mencerminkan betapa rentannya infrastruktur di berbagai wilayah terhadap curah hujan yang tinggi.
Mengapa Banjir Kali Ini Begitu Dahsyat?
Banjir besar yang menghantam Bali bukan disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan kombinasi dari curah hujan ekstrem, masalah drainase, hingga penataan ruang yang kurang optimal. Analisis mendalam mengenai penyebab banjir ini krusial untuk mencari solusi jangka panjang.
Curah Hujan Ekstrem Jadi Biang Kerok
Curah hujan harian ekstrem menjadi pemicu utama banjir besar di Bali. Bayangkan, jika biasanya curah hujan hanya berkisar antara 5 hingga 20 mm per hari, di beberapa wilayah Bali curah hujan mencapai lebih dari 300 mm! Jembrana mencatat curah hujan tertinggi, yaitu 385,5 mm, diikuti Tampak Siring 373,8 mm, Karangasem 316,6 mm, Klungkung 296 mm, dan Abiansemal 284,6 mm. Bahkan, beberapa wilayah lain seperti Denpasar Barat, Petang, Kerambitan, dan Padangbai juga mencatat curah hujan di atas 200 mm per hari. Intensitas hujan yang luar biasa ini melampaui kapasitas drainase yang ada.
Faktor Cuaca Juga Berperan
Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, intensitas hujan ekstrem di Bali dipicu oleh kombinasi faktor regional dan lokal. Aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby ekuator yang aktif bersamaan dengan kondisi atmosfer labil di Bali memperbesar risiko terbentuknya awan konvektif secara masif. "Kombinasi faktor-faktor meteorologis ini menciptakan kondisi ideal untuk terjadinya hujan dengan intensitas yang sangat tinggi," jelas Dwikorita.
Drainase Buruk dan Tata Ruang Kacau
Selain faktor cuaca, masalah drainase dan tata ruang juga berkontribusi besar terhadap banjir di Bali. Sistem drainase di beberapa wilayah dinilai belum mampu menampung volume air hujan yang sangat besar. Kondisi ini diperparah oleh sedimentasi dan sampah yang menyumbat saluran air. Lahan yang seharusnya menjadi area resapan kini berubah menjadi pemukiman dan area komersial. "Perubahan tata ruang yang tidak terkendali memperburuk risiko banjir. Area resapan yang semakin berkurang membuat air hujan sulit terserap ke dalam tanah," kata Made Suwitra, pengamat lingkungan dari Universitas Udayana.
BMKG Sudah Beri Peringatan Dini
BMKG sebenarnya telah mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem sebelum banjir melanda Bali. Peringatan tersebut disebarluaskan melalui berbagai saluran komunikasi, termasuk website resmi dan media sosial BMKG. Namun, efektivitas peringatan dini ini masih perlu dievaluasi lebih lanjut.
Seberapa Penting Sistem Peringatan Dini?
Jauh sebelum banjir menerjang, BMKG mengaku telah mengeluarkan peringatan sejak 5 September 2025 melalui prospek cuaca sepekan. Selain itu, peringatan dini tiga harian, bahkan setiap jam, juga telah disebarkan. Hal ini semakin menekankan betapa krusialnya sistem peringatan dini yang cepat dan akurat. Informasi mengenai prediksi cuaca ini dapat diakses melalui website resmi BMKG atau Instagram @infobmkg. "Kejadian ini semakin menegaskan pentingnya sistem peringatan dini yang cepat dan akurat," pungkas BMKG. Peringatan dini yang efektif memungkinkan masyarakat untuk bersiap siaga dan mengambil langkah-langkah mitigasi yang diperlukan. Tantangannya adalah bagaimana memastikan peringatan dini tersebut sampai tepat waktu dan mudah dipahami oleh masyarakat. Pemerintah daerah dan BMKG perlu bekerja sama untuk meningkatkan efektivitas sistem peringatan dini, termasuk melalui sosialisasi yang lebih intensif dan pemanfaatan teknologi yang lebih canggih.