Begini Nasib Guru Pengelola MBG dengan Rp 100 Ribu, Cukupkah?
Kabar terbaru dari dunia pendidikan: guru yang terlibat dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan menerima insentif. Namun, apakah insentif Rp 100 ribu per hari ini cukup untuk menghargai kerja keras mereka? Pertanyaan ini menjadi sorotan, terutama bagi para guru honorer yang seringkali bergulat dengan masalah keuangan.
Insentif Rp 100 Ribu untuk Guru MBG: Cukupkah?
Pemerintah, melalui Badan Gizi Nasional (BGN), telah menetapkan bahwa guru yang menjadi ujung tombak program MBG di sekolah akan menerima insentif harian sebesar Rp 100 ribu. Kebijakan ini, yang tertuang dalam Surat Edaran BGN Nomor 5 Tahun 2025, bertujuan untuk memberikan apresiasi dan dukungan finansial. Namun, nominal ini menuai perdebatan. Apakah Rp 100 ribu sepadan dengan beban kerja dan tanggung jawab tambahan yang diemban guru?
Mengapa Insentif Ini Diberikan?
Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya besar untuk menjamin keberhasilan program MBG. Program ini dirancang untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia dengan menyediakan makanan bergizi di sekolah. Pemerintah menyadari peran penting guru dalam menjalankan program ini, sehingga insentif diharapkan dapat menjadi suntikan motivasi.
Surat Edaran BGN Nomor 5 Tahun 2025: Panduan Teknis Insentif
Surat Edaran BGN Nomor 5 Tahun 2025 adalah dasar hukum dari pemberian insentif ini. Dokumen ini menjabarkan secara detail persyaratan, mekanisme pencairan, dan pertanggungjawaban dana insentif. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci, memastikan dana sampai ke tangan guru yang berhak.
Siapa yang Jadi Penanggung Jawab di Sekolah?
Setiap sekolah yang berpartisipasi dalam program MBG wajib menunjuk seorang guru sebagai Person in Charge (PIC). Jumlah guru yang ditunjuk bervariasi, antara satu hingga tiga orang, tergantung pada skala sekolah dan kompleksitas program. Prioritas diberikan kepada guru bantu dan guru honorer, dengan sistem rotasi harian untuk pemerataan beban kerja dan kesempatan menerima insentif.
Dari Mana Dana Insentif Berasal?
Dana insentif bagi guru PIC program MBG diambil dari biaya operasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sekolah. Dana ini khusus dialokasikan untuk mendukung operasional program MBG, termasuk insentif guru. Pencairan dana dilakukan setiap 10 hari sekali, memberikan dukungan finansial reguler bagi guru yang terlibat.
Kritik Mengemuka: Minim Dosis dan Potensi Eksploitasi
Kebijakan ini bukannya tanpa kritik. Beberapa pihak menilai insentif ini tidak sebanding dengan beban kerja dan risiko yang dihadapi guru. Muncul pula kekhawatiran bahwa kebijakan ini justru dapat mengeksploitasi guru honorer yang seringkali rentan.
JPPI: "Penawar Pahit Minim Dosis"
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebut insentif ini sebagai "penawar pahit yang minim dosis." Menurut Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, Rp 100 ribu per hari tidak sebanding dengan beban kerja dan risiko yang ditanggung guru. Ia juga berpendapat bahwa kebijakan ini gagal mengatasi akar masalah dalam program MBG, seperti sistem yang buruk, kualitas makanan yang rendah, minimnya jaminan keamanan, dan kurangnya transparansi.
Kekhawatiran Eksploitasi Guru Honorer
Prioritas penunjukan guru honorer sebagai PIC memunculkan kekhawatiran akan potensi eksploitasi. Mereka berisiko menjadi garda terdepan dalam menghadapi masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan program. "Alih-alih memberi solusi, kebijakan ini justru berpotensi mengeksploitasi tenaga guru honorer untuk menanggung risiko program yang kontroversial," tegas Ubaid Matraji. Perlindungan dan dukungan yang memadai bagi guru honorer menjadi pertanyaan penting.
Tanggapan Badan Gizi Nasional (BGN)
Menanggapi berbagai kritik, Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa insentif ini adalah bentuk pengakuan dan motivasi bagi guru. BGN juga menekankan pentingnya mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana yang transparan dan akuntabel.
Pengakuan dan Motivasi, Bukan Sekadar Kompensasi
Wakil Kepala BGN, Nanik S Deyang, menjelaskan bahwa insentif bukan hanya sekadar kompensasi finansial, melainkan apresiasi atas dedikasi dan kontribusi guru dalam mendukung program MBG. BGN berharap insentif ini dapat meningkatkan motivasi guru, sehingga mereka dapat memastikan kelancaran distribusi MBG dan peningkatan status gizi anak bangsa. "Ini adalah langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui gizi yang baik," ujar Nanik.
Transparansi dan Akuntabilitas Dana Jadi Kunci
BGN menekankan pentingnya mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana yang sesuai aturan. Seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diinstruksikan untuk melaksanakan dan mengawasi pemberian insentif kepada setiap guru yang ditunjuk. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk memastikan dana insentif sampai ke tangan yang tepat dan digunakan secara efektif.
Kebijakan insentif Rp 100 ribu per hari bagi guru pengelola program MBG menimbulkan berbagai pandangan. Pemerintah melihatnya sebagai penghargaan dan motivasi, sementara kritik menyoroti potensi eksploitasi dan ketidaksepadanan dengan beban kerja. Keberhasilan kebijakan ini bergantung pada pelaksanaan yang transparan, akuntabel, dan perlindungan yang memadai bagi guru, terutama guru honorer. Evaluasi berkala dan dialog yang konstruktif antara pemerintah, guru, dan organisasi terkait sangat penting untuk memastikan program MBG dan insentif yang diberikan memberikan dampak positif bagi gizi anak-anak dan kesejahteraan guru di Indonesia. Program MBG sendiri, berdasarkan Surat Edaran Badan Gizi Nasional (BGN) Nomor 5 Tahun 2025, mewajibkan setiap sekolah penerima untuk menunjuk 1-3 guru sebagai PIC (Person in Charge) distribusi.