Biar Anak Muda Makin Keren, Kritis Itu Penting, Tapi...

Anak muda punya peran sentral dalam membawa perubahan positif di masyarakat. Bekal kemampuan berpikir kritis jadi modal utama, namun perlu diingat bahwa menyampaikan kritik yang efektif dan membangun butuh strategi tersendiri. Di era digital yang serba cepat ini, anak muda menghadapi tantangan yang tak mudah, mulai dari informasi yang membanjir hingga perkembangan pesat kecerdasan buatan (AI). Maka dari itu, penting untuk membekali diri dengan kemampuan berpikir kritis yang beradab dan bertanggung jawab.
Mengapa Berpikir Kritis Itu Penting Bagi Generasi Muda?
Berpikir kritis bukan cuma soal mencari-cari kesalahan atau melontarkan kritik pedas yang menyakitkan. Lebih dari itu, ini adalah kemampuan untuk menganalisis informasi secara mendalam, mengenali bias yang mungkin ada, mengevaluasi argumen dengan cermat, dan menarik kesimpulan yang rasional dan objektif. Bagi anak muda, kemampuan ini sangat penting untuk menghadapi berbagai tantangan di era modern.
"Ini adalah fondasi penting bagi generasi penerus bangsa," ujar seorang pengamat pendidikan yang tak ingin disebut namanya. "Mereka harus mampu memilah informasi, mengambil keputusan yang tepat, dan berkontribusi positif bagi kemajuan masyarakat."
Kemampuan berpikir kritis memberdayakan anak muda untuk lebih bijak dalam menanggapi isu-isu sosial, ekonomi, dan politik yang berkembang. Mereka tak mudah terpancing oleh berita bohong atau ujaran kebencian yang seringkali memenuhi media sosial. Sebaliknya, mereka mampu menganalisis informasi dari berbagai sumber, membandingkan fakta-fakta yang ada, dan merumuskan pendapat yang kokoh berdasarkan data dan logika yang kuat.
Selain itu, berpikir kritis juga menumbuhkan kreativitas dan inovasi. Dengan kemampuan menganalisis masalah secara mendalam, mereka mampu menemukan solusi yang efektif dan efisien. Anak muda yang berpikir kritis juga lebih terbuka pada ide-ide baru dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekitarnya.
Tantangan Era Digital: Banjir Informasi dan Serangan AI
Era digital menghadirkan tantangan unik dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak muda. Arus informasi yang deras, seperti gelombang tsunami, dapat dengan mudah menenggelamkan pikiran mereka jika tak punya filter yang kuat. Media sosial, yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, seringkali jadi tempat subur bagi penyebaran berita bohong (hoax), disinformasi, dan propaganda.
"Anak-anak kita terpapar informasi yang sangat beragam setiap harinya," jelas psikolog anak, dr. Amelia Sari. "Mereka harus punya kemampuan untuk membedakan antara fakta dan opini, antara informasi yang akurat dan yang menyesatkan."
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) juga menciptakan tantangan baru. AI dapat digunakan untuk membuat konten palsu yang sangat meyakinkan, misalnya video deepfake atau artikel berita yang ditulis secara otomatis. Ini semakin mempersulit anak muda untuk membedakan kebenaran dari kebohongan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, penyebaran berita bohong di media sosial mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2024, Kominfo menerima lebih dari 1 juta laporan terkait berita bohong. Jumlah ini meningkat 30% dibandingkan tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, anak muda perlu terus meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan menyadari potensi bahaya yang ditimbulkan oleh informasi palsu dan penyalahgunaan teknologi AI.
Penyampaian Pendapat Siswa: Aturan dari Kemendikbudristek
Menyadari pentingnya membekali anak muda dengan kemampuan berpikir kritis dan bertanggung jawab, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan aturan terkait penyampaian pendapat bagi siswa. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Sekretaris Jenderal Nomor 13 Tahun 2025.
SE tersebut menegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah membentuk peserta didik yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara demokratis yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, partisipasi siswa dalam menyampaikan pendapat harus disalurkan melalui jalur pendidikan, dialog, dan ruang pembelajaran yang aman.
Kemendikbudristek berpendapat bahwa siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah masih membutuhkan bimbingan dan pengawasan dalam menyampaikan pendapat. Tujuannya adalah memastikan bahwa pendapat yang disampaikan beradab, santun, dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku.
"Kami ingin menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi siswa untuk berdiskusi dan menyampaikan pendapat secara konstruktif," kata seorang pejabat Kemendikbudristek yang tak ingin disebutkan namanya. "Pendapat yang disampaikan harus berdasarkan fakta dan argumen yang kuat, serta disampaikan dengan cara yang menghormati orang lain."
Imbauan untuk Sekolah: Peran Kepala Sekolah dan Guru
Melalui SE tersebut, Kemendikbudristek mengimbau kepala dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota untuk mengambil langkah strategis dalam melindungi siswa. Langkah-langkah tersebut dapat berupa kebijakan teknis, instruksi, maupun pengawasan dengan prinsip transparan, terukur, dan akuntabel.
Pendidik dan kepala sekolah juga diimbau untuk membimbing siswa agar menyalurkan pendapat secara santun, ramah, serta mengedepankan etika komunikasi. Satuan pendidikan didorong untuk menyediakan ruang dialog yang aman, misalnya forum musyawarah, organisasi siswa, hingga kegiatan ekstrakurikuler.
"Peran guru sangat penting dalam membimbing siswa untuk berpikir kritis dan menyampaikan pendapat secara bertanggung jawab," jelas seorang kepala sekolah dari salah satu SMA di Jakarta. "Guru harus menjadi fasilitator yang baik, memfasilitasi diskusi yang konstruktif, dan membantu siswa untuk mengembangkan argumen yang kuat."
Kemendikbudristek menekankan pentingnya peran kepala sekolah yang kreatif, peka sosial, dan memiliki visi transformatif dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kepala sekolah yang memiliki visi yang jelas dan mampu menginspirasi guru dan siswa akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi perkembangan kemampuan berpikir kritis anak muda. Dengan demikian, anak muda Indonesia dapat menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, beradab, dan mampu berkontribusi positif bagi kemajuan masyarakat.