Dari Juru Parkir ke Sekolah, Kisah Sifan Mengejar Mimpi

Table of Contents
Dari Juru Parkir ke Sekolah, Kisah Sifan Mengejar Mimpi


Bagi sebagian orang, melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) mungkin dianggap biasa. Namun, tidak demikian bagi Sifan Alyori, remaja 16 tahun asal Bekasi, Jawa Barat. Kesempatan menempuh pendidikan di SMA adalah anugerah yang mengubah hidupnya.

Nyaris Jadi Juru Parkir

Sifan, yang dibesarkan seorang ibu, hampir saja mengubur mimpinya untuk bersekolah. Kondisi ekonomi keluarga yang sulit, diperparah dengan penyakit kanker perut yang diderita ibunya, membuatnya pesimis. Jangankan biaya sekolah, untuk makan sehari-hari saja terasa berat.

"Ayah meninggalkan saya waktu saya masih bayi. Ibu kerja serabutan, apa saja dikerjakan buat cari nafkah," tutur Sifan, mengenang masa sulitnya.

Keterbatasan ekonomi memaksa Sifan ikut membantu ibunya mencari nafkah. Ia melakukan berbagai pekerjaan serabutan, mulai dari menjadi juru parkir di sekitar pasar, mencuci piring di warung makan, hingga berjualan es keliling di bawah terik matahari. Hasil jerih payahnya digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyisihkan sedikit untuk keperluan sekolah.

"Kalau tidak ada kesempatan bersekolah ini, mungkin saya sudah berhenti sekolah dan fokus bekerja. Jadi juru parkir atau kerja serabutan lainnya, demi bisa bantu Ibu," ungkapnya.

Terkejut Sekolah Gratis

Kisah hidup Sifan berubah ketika ia mendapat informasi tentang Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 13 Bekasi. Sekolah ini menawarkan pendidikan gratis bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Awalnya, Sifan dan ibunya ragu. Mereka sulit percaya bahwa di tengah kesulitan ekonomi, masih ada sekolah yang memberikan kesempatan belajar tanpa biaya.

"Saya kaget waktu pertama kali dikasih tahu kalau sekolah ini gratis. Sebelumnya, kami sempat cari informasi ke sekolah lain, tapi biaya masuknya besar sekali. Bagi kami yang serba kekurangan, informasi tentang sekolah gratis ini seperti jawaban atas doa kami," kata Sifan.

Keraguan juga sempat menghantui ibunda Sifan. Beliau merasa mustahil ada sekolah yang tidak memungut biaya. "Awalnya Ibu berpikir, 'Ini beneran nggak sih? Kok kayak terlalu ajaib ada sekolah gratis'. Saya yang meyakinkan Ibu sampai akhirnya beliau setuju," cerita Sifan.

Kehadiran SRMA 13 Bekasi menjadi angin segar bagi Sifan dan ibunya. Beban biaya pendidikan yang selama ini menghantui mereka kini hilang. Sifan bisa kembali fokus belajar tanpa harus memikirkan cara mencari uang untuk membayar sekolah.

Hari Pertama di Sekolah Rakyat

Tanggal 14 Juli 2025 menjadi hari bersejarah bagi Sifan. Hari itu adalah hari pertamanya masuk SRMA 13 Bekasi. Perasaan bahagia dan haru bercampur menjadi satu. Ia berangkat ke sekolah bersama ibunya, menumpang angkutan umum. Momen itu menjadi kenangan yang tak terlupakan.

"Berangkat ke sekolah naik angkot sama Ibu adalah kenangan terbaik tahun ini," ucapnya dengan mata berbinar.

Sifan sempat merasa khawatir karena hampir tidak lolos seleksi masuk SRMA 13 Bekasi. Namun, berkat kegigihan dan semangatnya, ia akhirnya diterima. "Katanya saya hampir tidak lolos, tapi alhamdulillah akhirnya bisa dan saya bahagia banget. Bisa melanjutkan cita-cita saya untuk sekolah lagi dan suatu hari masuk perguruan tinggi," kata Sifan dengan nada penuh syukur.

Cita-cita Jadi Dokter Bedah

Bersekolah di SRMA 13 Bekasi menjadi motivasi baru bagi Sifan untuk meraih cita-citanya. Ia bertekad belajar sungguh-sungguh demi mengubah nasib keluarganya. Sifan memiliki impian besar, yaitu menjadi seorang dokter bedah orthopedi. Ia ingin membantu menyembuhkan orang-orang yang mengalami masalah pada tulang dan sendi.

"Saya ingin jadi dokter bedah orthopedi. Saya ingin membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan medis," ujarnya penuh semangat.

Sifan bahkan sudah memiliki gambaran mengenai universitas mana yang ingin ia tuju setelah lulus dari SRMA 13 Bekasi. Ia berharap bisa melanjutkan pendidikan ke Universitas Indonesia (UI) atau Universitas Gadjah Mada (UGM) di dalam negeri. Jika ada kesempatan belajar di luar negeri, Universitas Yonsei di Korea Selatan menjadi salah satu pilihannya.

"Kalau di luar negeri saya ingin ke Universitas Yonsei, Korea, kalau di Indonesia mungkin UI atau UGM," katanya.

Kisah Sifan Alyori adalah cerminan dari semangat pantang menyerah dan keyakinan akan kekuatan pendidikan. Meskipun berasal dari keluarga kurang mampu dan menghadapi berbagai tantangan hidup, Sifan tetap berjuang meraih mimpinya. Kehadiran SRMA 13 Bekasi memberikan harapan baru bagi Sifan dan membuka jalan baginya untuk meraih masa depan yang lebih baik. Ia berharap, kelak bisa memiliki pekerjaan dan karir yang sukses, sehingga dapat membantu keluarganya dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Kisah Sifan adalah inspirasi bagi kita semua, bahwa dengan kerja keras dan keyakinan, tidak ada mimpi yang terlalu tinggi untuk diraih.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.