Demo Berlanjut, Nasib Belajar Siswa Kini di Tangan Siapa?

Gelombang demonstrasi yang terus bergulir di berbagai kota memicu kekhawatiran di kalangan orang tua dan guru. Bagaimana nasib pendidikan anak-anak di tengah situasi yang serba tidak pasti ini? Siapa yang bertanggung jawab memastikan hak belajar mereka tetap terpenuhi?
Respons Cepat dari Kemendikbud
Menanggapi situasi ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bergerak cepat dengan mengeluarkan surat pemberitahuan bernomor 18954/A.A4/PK.00.01/2025 pada 1 September 2025. Surat ini berisi panduan bagi dinas pendidikan di daerah-daerah yang terkena dampak demonstrasi. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden pada 31 Agustus 2025, yang menekankan pentingnya keberlangsungan pendidikan, seberat apa pun tantangannya.
"Pendidikan adalah hak setiap anak. Kita tidak boleh menyerah pada keadaan dan membiarkan demonstrasi menghalangi mereka mendapatkan pendidikan yang layak," tegas Sekretaris Jenderal Kemendikbud, , dalam keterangan pers. "Kami sadar betul, situasi di lapangan sangat dinamis. Respons yang cepat dan adaptif adalah kunci."
Dalam surat tersebut, keselamatan siswa menjadi prioritas utama. Namun, hak mereka untuk mendapatkan pendidikan tetap harus dijamin. Kemendikbud memberikan kewenangan penuh kepada dinas pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk menentukan model pembelajaran yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.
Keputusan ini diambil karena kondisi di setiap daerah terdampak demonstrasi berbeda-beda. Ada yang demonstrasinya terpusat di pusat kota, ada pula yang dampaknya meluas hingga ke lingkungan sekolah. Oleh karena itu, solusi yang fleksibel dan terdesentralisasi menjadi pilihan terbaik.
"Kami percaya, dinas pendidikan di daerah lebih memahami kondisi dan kebutuhan siswa di wilayahnya," lanjut . "Dengan memberikan kewenangan kepada mereka, kami berharap mereka dapat mengambil keputusan yang tepat dan efektif untuk memastikan pendidikan tetap berjalan."
Otonomi untuk Dinas Pendidikan Daerah
Dengan surat pemberitahuan ini, dinas pendidikan di daerah memiliki keleluasaan untuk menentukan metode pembelajaran yang paling tepat, termasuk mempertimbangkan opsi pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran tatap muka (luring). Pertimbangan utama tetaplah keselamatan, keamanan, dan kualitas pendidikan.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi , , menjelaskan bahwa pihaknya telah membentuk tim khusus untuk memetakan dan mengidentifikasi kondisi di lapangan. Tim ini bertugas mengumpulkan informasi tentang akses siswa ke sekolah, tingkat risiko yang dihadapi, serta kesiapan infrastruktur untuk mendukung PJJ.
"Kami akan berkoordinasi dengan pihak sekolah, orang tua, dan aparat keamanan untuk memastikan setiap keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan komprehensif," ujar . "Kami juga akan memastikan semua siswa, termasuk yang berada di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan akses internet, tetap mendapatkan layanan pendidikan yang setara."
Dinas pendidikan juga diwajibkan menyediakan dukungan teknis dan pelatihan bagi guru dan siswa dalam penggunaan platform pembelajaran daring. Hal ini penting agar PJJ berjalan efektif dan tidak membebani siapa pun.
"Kami menyadari, PJJ punya tantangan tersendiri, terutama dalam hal interaksi dan motivasi siswa," kata . "Oleh karena itu, kami akan berupaya menciptakan lingkungan belajar daring yang interaktif, menarik, dan mendukung perkembangan siswa secara holistik."
Poin-Poin Krusial dalam Surat Pemberitahuan Kemendikbud
Intinya, ada tiga poin penting dalam surat pemberitahuan Kemendikbud:
1. Otonomi Pengambilan Keputusan: Kepala dinas pendidikan di setiap daerah punya wewenang penuh menentukan penyelenggaraan pendidikan sesuai kondisi wilayahnya. 2. Pemetaan dan Identifikasi Kondisi: Dinas pendidikan wajib memetakan dan mengidentifikasi kondisi terkait akses siswa ke sekolah, serta tingkat risiko akibat demonstrasi. Pemetaan ini menjadi dasar penentuan metode pembelajaran. 3. Fleksibilitas Metode Pembelajaran: Dinas pendidikan bebas menentukan metode pembelajaran yang paling sesuai, seperti PJJ atau tatap muka, dengan jaminan keselamatan, kenyamanan, dan mutu belajar siswa.
Meski demikian, beberapa pihak menilai surat pemberitahuan ini belum cukup detail. , seorang pengamat pendidikan, berpendapat Kemendikbud seharusnya memberikan kriteria lebih jelas kapan pembelajaran tatap muka bisa dilanjutkan dan kapan PJJ harus diberlakukan.
"Surat ini memberi fleksibilitas, tetapi juga menimbulkan potensi kebingungan," ujar . "Dinas pendidikan di daerah mungkin kesulitan mengambil keputusan tepat tanpa panduan yang lebih konkret."
Sementara itu, , seorang tokoh masyarakat, mengapresiasi langkah Kemendikbud memberikan kewenangan kepada dinas pendidikan di daerah. Menurutnya, keputusan ini menunjukkan pemerintah memahami kondisi setiap daerah berbeda dan memerlukan solusi yang disesuaikan.
"Saya percaya dinas pendidikan di daerah lebih memahami kondisi dan kebutuhan siswa di wilayah masing-masing," kata . "Dengan memberikan kewenangan kepada mereka, pemerintah telah memberikan kepercayaan untuk mengambil keputusan terbaik bagi siswa."
Namun, ia juga mengingatkan agar dinas pendidikan transparan dan akuntabel dalam mengambil keputusan. Dinas pendidikan harus melibatkan pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, serta memberikan informasi yang jelas dan terbuka mengenai alasan di balik setiap keputusan yang diambil.
Ke depan, Kemendikbud diharapkan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan surat pemberitahuan ini. Evaluasi ini penting untuk mengidentifikasi kendala dan tantangan yang dihadapi dinas pendidikan di daerah, serta memberikan dukungan dan bimbingan yang diperlukan. Dengan kerja sama dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat, diharapkan hak belajar siswa tetap terpenuhi, seberat apa pun situasinya.