Divock Origi, Kisah Comeback yang Bikin Merinding

Table of Contents
Divock Origi, Kisah Comeback yang Bikin Merinding


Divock Origi, nama yang akrab di telinga penggemar sepak bola, khususnya Liga Inggris dan Serie A, tengah menghadapi masa sulit. Lebih dari sekadar pemain, kariernya kini menjadi kisah tentang harapan yang belum terpenuhi dan perjuangan untuk kembali bersinar. Alih-alih menjadi comeback story yang diidamkan, Origi justru harus berjuang keras di persimpangan jalan, antara potensi yang dulu pernah ia tunjukkan dan kenyataan pahit berupa kontribusi minim di level klub.

Awal Mula di AC Milan: Transfer Penuh Asa

Kedatangan Divock Origi ke AC Milan pada musim panas 2022 disambut dengan optimisme. Didatangkan secara gratis setelah kontraknya habis di Liverpool, ia diharapkan menjadi solusi di lini depan Rossoneri. Reputasinya sebagai pemain yang bisa memberi dampak instan, terutama berkat penampilan gemilangnya di Liga Champions bersama The Reds, membuat Milan kepincut. Rossoneri melihat Origi sebagai opsi ideal untuk memperdalam skuad dan memberikan variasi serangan. Transfer ini dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat tim yang baru saja meraih Scudetto. Kontrak berdurasi empat tahun yang diberikan Milan mencerminkan kepercayaan besar terhadap kemampuan pemain asal Belgia ini. Namun, kenyataan berkata lain.

Performa Mengecewakan dan Terbuang

Ekspektasi tinggi yang menyertai kedatangan Origi ternyata tak mampu ia penuhi. Penampilannya jauh dari harapan, baik dari segi sumbangan gol maupun performa secara keseluruhan. Selama berseragam Merah-Hitam, Origi hanya mampu mencetak dua gol dalam 36 penampilan di semua kompetisi. Tentu saja, ini adalah angka yang sangat mengecewakan, mengingat reputasinya sebagai pemain yang mampu mencetak gol-gol penting. Kecepatan, ketajaman, dan insting gol yang dulu menjadi ciri khasnya seolah menghilang. Performa buruk ini membuatnya kesulitan menembus tim utama. Alih-alih menjadi solusi, Origi justru menjadi beban bagi tim. Situasi diperparah dengan peminjamannya ke Nottingham Forest pada musim berikutnya, yang juga tak memberikan dampak signifikan.

Minimnya Kesempatan Bermain

Salah satu faktor yang mungkin berkontribusi pada performa kurang memuaskan Origi adalah minimnya kesempatan bermain. Ia lebih sering menjadi pemain pengganti dan jarang mendapat kesempatan bermain secara reguler. Kondisi ini tentu mempersulitnya untuk membangun performa terbaik dan kepercayaan diri. Ketika mendapat kesempatan, Origi terlihat kurang percaya diri dan kesulitan beradaptasi dengan taktik permainan. Persaingan ketat di lini depan Milan juga menjadi tantangan tersendiri. Pemain seperti Olivier Giroud dan Rafael Leao tampil lebih konsisten dan efektif, semakin menyulitkan Origi untuk merebut tempat di tim utama. "Saya butuh kesempatan bermain yang konsisten untuk menunjukkan kemampuan terbaik saya," ujar sebuah sumber dekat Origi.

Gaji Tinggi Jadi Beban

Selain performa yang mengecewakan, masalah lain yang membebani Milan adalah gaji tinggi yang diterima Origi. Dengan bayaran 4 juta Euro (sekitar Rp 76,7 miliar) per musim, Origi menjadi salah satu pemain dengan gaji tertinggi di tim. Ini tentu menjadi beban finansial yang signifikan bagi klub, apalagi dengan kontribusinya yang minim. Kontrak jangka panjang yang masih tersisa hingga musim panas 2026 semakin memperumit situasi. Milan kesulitan menjual Origi karena tak banyak klub yang bersedia membayar gajinya yang tinggi. Upaya untuk memutus kontrak pun menemui jalan buntu, karena Origi menolak tawaran tersebut. Situasi ini membuat Milan berada dalam posisi sulit, harus membayar gaji tinggi kepada pemain yang tak memberikan kontribusi signifikan.

Masa Depan yang Suram?

Masa depan Divock Origi di AC Milan kini dipertanyakan. Dengan performa mengecewakan, gaji tinggi, dan kontrak yang masih panjang, ia menjadi salah satu pemain yang paling mungkin dilepas pada bursa transfer mendatang. Namun, mencari klub yang bersedia menampungnya bukanlah perkara mudah. Beberapa laporan menyebutkan Milan sudah menawarkan Origi ke beberapa klub di Eropa, tetapi belum ada yang menunjukkan minat serius.

Penolakan Pemutusan Kontrak

Upaya AC Milan untuk memutus kontrak Origi menemui kegagalan. Pemain asal Belgia itu dikabarkan menolak tawaran pemutusan kontrak karena berbagai alasan, termasuk masalah pajak di Italia. Penolakan ini semakin mempersulit situasi Milan, karena mereka harus terus membayar gaji tinggi Origi hingga kontraknya berakhir. Beberapa pihak menduga Origi memilih bertahan di Milan demi mendapatkan jaminan pembayaran gaji penuh, meski harus rela bermain bersama tim akademi. "Kami menawarkan solusi terbaik bagi kedua belah pihak, namun keputusan akhir tetap berada di tangan pemain," ungkap seorang petinggi klub.

Berlatih dengan Tim Akademi

Sebagai konsekuensi dari performa buruk dan status terbuang, Divock Origi kini harus berlatih bersama tim akademi AC Milan. Ini menjadi pukulan telak bagi kariernya, mengingat ia pernah menjadi pemain penting di Liverpool dan diharapkan bisa memberikan kontribusi signifikan bagi Milan. Berlatih bersama tim akademi menunjukkan bahwa Origi tak lagi masuk dalam rencana utama pelatih dan klub. Langkah ini juga bisa diartikan sebagai upaya Milan untuk menekan Origi agar bersedia menerima tawaran pemutusan kontrak atau mencari klub baru. Meski demikian, Origi tetap berusaha profesional dan menunjukkan dedikasi dalam setiap sesi latihan.

Situasi Divock Origi di AC Milan menjadi contoh ironis dalam dunia sepak bola. Pemain yang pernah dipuja kini harus berjuang untuk menyelamatkan kariernya. Kisah ini menjadi pengingat bahwa kesuksesan di masa lalu tak menjamin kesuksesan di masa depan. Origi harus segera bangkit dan menemukan kembali performa terbaiknya jika ingin terus berkiprah di level tertinggi. Sementara itu, AC Milan harus mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini, demi menjaga stabilitas finansial dan performa tim.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.