Duh, Kasihan! 11 Siswa SMA 5 Bengkulu Ini Sampai Ngadu ke Ombudsman, Kenapa ya?

Sebelas siswa SMA Negeri 5 Bengkulu harus menerima kenyataan pahit setelah dikeluarkan dari sekolah, padahal mereka baru sebulan mengikuti kegiatan belajar mengajar. Merasa ada yang tidak beres, para siswa bersama orang tua mereka kemudian mengadukan nasib mereka ke Ombudsman Bengkulu, berharap mendapatkan keadilan.
Mengapa Mengadu ke Ombudsman?
Harapan besar para siswa dan orang tua adalah agar Ombudsman segera menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang bisa menjadi pegangan bagi Gubernur Bengkulu untuk menuntaskan masalah ini. Hartanto, penasihat hukum para siswa, menjelaskan bahwa ke-11 siswa tersebut, bersama puluhan siswa lain di SMA Negeri 5, diberhentikan karena alasan yang sama: tidak terdata di Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Padahal, mereka sudah diterima dan mengikuti kegiatan belajar di sekolah. "Anak-anak ini sudah melalui semua tahapan seleksi masuk sekolah dan belajar lebih dari sebulan, tapi tiba-tiba diberhentikan dan disuruh pindah," ungkap Hartanto. Ketidakjelasan status ini membuat para siswa dan orang tua merasa sangat dirugikan, sehingga mereka mencari keadilan melalui jalur hukum.
Bagaimana Kejadiannya?
Para siswa menuturkan, mereka awalnya mengikuti seluruh proses seleksi masuk SMA Negeri 5 Bengkulu dengan lancar dan dinyatakan lulus. Kegiatan belajar mengajar pun berjalan normal selama kurang lebih satu bulan. Namun, tiba-tiba pihak sekolah mengumumkan bahwa mereka tidak terdaftar dalam Dapodik, yang menjadi alasan mereka dikeluarkan. Lebih menyedihkan lagi, siswa-siswa yang bermasalah ini dilarang mengikuti pelajaran di kelas dan hanya boleh belajar di perpustakaan atau kantin tanpa bimbingan guru. "Anak-anak ini disuruh keluar kelas dan belajar sendiri di perpustakaan dan kantin. Tanpa guru! Ironis sekali dan tidak adil," kata Hartanto. Perlakuan ini dianggap sebagai diskriminasi dan pelanggaran hak atas pendidikan.
Apa Kata Pihak Sekolah?
Kepala SMA Negeri 5 Bengkulu, Bihan, menjelaskan bahwa keputusan mengeluarkan siswa didasari oleh Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) serta Peraturan Gubernur (Pergub) tentang penerimaan siswa baru. Sekolah berpegang pada empat jalur penerimaan: prestasi akademik dan non-akademik, afirmasi, jalur pindah tugas orang tua, dan domisili (5% domisili dekat, 30% domisili prestasi). "Kami menyeleksi siswa baru berdasarkan itu. Karena ada siswa yang tidak punya Dapodik, kami sarankan pindah ke sekolah lain," jelasnya. Bihan menambahkan, SMA Negeri 5 memiliki 12 ruang belajar untuk kelas I, dan sesuai aturan Permendiknas, satu ruang belajar hanya boleh diisi 36 siswa. Pihak sekolah berpendapat tindakan mereka sudah sesuai aturan dan bertujuan menjaga kualitas pendidikan serta memenuhi standar.
Tanggapan DPRD Kota Bengkulu
Ketua Komisi IV DPRD Kota Bengkulu, Usin Abdisyah Sembiring, berpendapat semua pihak bersalah dalam proses penerimaan siswa baru ini. Ia menyoroti semangat berlebihan orang tua untuk memasukkan anak ke SMA Negeri 5, bahkan dengan cara yang tidak benar. "Orang tua begitu ingin anaknya masuk SMA 5. Ada cara pandang yang salah, kenapa harus SMA 5? Melakukan berbagai cara. Jangan pikir kami tidak tahu ada titipan, ada yang kasih uang juga," tegasnya. Usin mengindikasikan adanya praktik titipan dan suap dalam penerimaan siswa, yang membuat masalah semakin rumit dan tidak adil. DPRD Kota Bengkulu berjanji akan mengawal kasus ini hingga tuntas dan mencari solusi terbaik bagi semua pihak.
Solusi Apa yang Diupayakan?
Setelah beberapa kali pertemuan dan audiensi, DPRD Kota Bengkulu, Dinas Pendidikan Kota Bengkulu, pihak SMA Negeri 5 Bengkulu, dan perwakilan wali murid sepakat membentuk tim bersama untuk menyelesaikan masalah ini. Tim ini bertugas menelusuri akar masalah, mencari solusi alternatif, dan memastikan hak-hak siswa terpenuhi. Salah satu solusi yang diupayakan adalah mencari sekolah lain yang bersedia menampung siswa yang dikeluarkan dari SMA Negeri 5 Bengkulu. Selain itu, tim juga akan mempercepat penginputan data siswa ke Dapodik agar kejadian serupa tidak terulang. Pemerintah Kota Bengkulu berkomitmen memastikan semua anak usia sekolah mendapatkan akses pendidikan yang layak dan berkualitas, tanpa diskriminasi. "Ini prioritas kami, memastikan tidak ada anak putus sekolah karena masalah administrasi. Kami akan bekerja keras mencari solusi terbaik," ujar seorang pejabat Dinas Pendidikan. Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama tentang transparansi dan akuntabilitas dalam proses penerimaan siswa baru.