Ketika Gas Air Mata Menginvasi Unisba, Kisah Ruang Aman yang Terenggut

Tragedi di Kampus Unisba: Gas Air Mata Robek Ruang Aman?
Penembakan gas air mata di lingkungan Universitas Islam Bandung (Unisba) pada 1 September 2025 memicu badai kritik dan keprihatinan. Insiden ini dipandang sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip "ruang aman," yang seharusnya menjadi fondasi lingkungan akademik yang kondusif dan bebas. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi di Unisba? Siapa yang bertanggung jawab? Dan bagaimana dampaknya bagi seluruh civitas akademika?
Mendiktisaintek Geram: "Serangan Terhadap Ruang Aman!"
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Pada 2 September 2025, dalam pernyataan resminya, ia mengecam keras insiden tersebut. Baginya, penyemprotan gas air mata ke arah kampus Unisba adalah "serangan terhadap ruang aman" yang seharusnya dijaga bersama. Reaksi keras ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam memandang insiden yang mengancam keamanan dan kenyamanan mahasiswa dalam menuntut ilmu.
"Saya sangat menyayangkan insiden penyemprotan gas air mata ke arah kampus Universitas Islam Bandung (Unisba). Tindakan ini dapat dimaknai sebagai serangan terhadap ruang aman yang seharusnya dijaga bersama," tegas Brian Yuliarto.
Respons Cepat Kemendiktisaintek: Apa Saja Upayanya?
Menyusul insiden tersebut, Kemendiktisaintek bergerak cepat untuk mengambil langkah-langkah responsif. Berikut beberapa upaya yang dilakukan:
Tim Khusus Diterjunkan: Monitoring dan Koordinasi Intensif
Kemendiktisaintek langsung mengirimkan tim khusus untuk berkoordinasi dengan pimpinan Unisba. Tugas tim ini meliputi:
* Menilai dampak insiden terhadap mahasiswa, staf, dan fasilitas kampus. * Memastikan protokol koordinasi yang efektif dengan aparat keamanan. Tujuannya, melindungi kampus dari potensi ancaman serupa di masa depan. * Memberikan pendampingan medis dan psikologis yang memadai bagi pihak-pihak yang terdampak secara fisik maupun psikologis.
Prioritaskan Kampus Aman: Bebas Represi, Utamakan Dialog
Salah satu prioritas utama Kemendiktisaintek adalah memastikan kampus tetap menjadi ruang akademik yang bebas dari segala bentuk tindakan represif. Pemerintah berkomitmen untuk mengutamakan dialog dan langkah-langkah persuasif dalam menyelesaikan setiap permasalahan di lingkungan kampus. Tujuannya, menciptakan iklim akademik yang kondusif bagi pertumbuhan intelektual dan pengembangan diri mahasiswa.
"Kampus adalah ruang akademik yang bebas, merdeka, dan aman untuk menyampaikan aspirasi. Kami berkomitmen untuk menjaganya," ujar seorang pejabat Kemendiktisaintek.
Kanal Pengaduan Cepat: Aspirasi Mahasiswa Harus Didengar!
Untuk memastikan setiap persoalan di kampus dapat ditangani dengan cepat dan efektif, Kemendiktisaintek menyediakan kanal pengaduan khusus. Ini adalah jaminan bagi mahasiswa bahwa setiap keluhan akan didengar dan ditindaklanjuti.
Jaga Marwah Gerakan Mahasiswa: Anarki Bukan Bagian dari Kami!
Kemendiktisaintek meyakini bahwa demonstrasi mahasiswa adalah bagian integral dari proses demokrasi. Pemerintah mengakui bahwa anarki bukanlah DNA mahasiswa. Karena itu, ruang akademik harus dilindungi dari tindakan represif maupun penyusupan pihak luar yang dapat merusak citra gerakan mahasiswa.
"Suara mahasiswa adalah bagian penting dari denyut bangsa. Kami berkomitmen memastikan kampus menjadi ruang berbagi, ruang bertumbuh, dan ruang aman untuk menyampaikan aspirasi," kata Brian Yuliarto.
Kutukan untuk Provokasi Destruktif: Keselamatan Mahasiswa Nomor Satu!
Selain memberikan dukungan terhadap gerakan mahasiswa yang damai, Kemendiktisaintek juga mengutuk keras segala bentuk penjarahan dan provokasi destruktif yang dapat merusak kohesi sosial dan mengganggu ketenangan publik. Pemerintah menekankan bahwa keselamatan mahasiswa harus menjadi prioritas utama, dan penyampaian aspirasi harus dilakukan di ruang aman, khususnya di lingkungan kampus, agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sejak 25 Agustus 2025, Kemendiktisaintek memberikan perhatian penuh pada kebebasan mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi. Pemerintah menegaskan bahwa mereka mendukung gerakan mahasiswa yang konsisten memperjuangkan keadilan.
"Kami mengutuk keras segala bentuk penjarahan dan provokasi destruktif yang merusak kohesi sosial. Keselamatan mahasiswa adalah prioritas utama," tegas Brian Yuliarto.
Sementara itu, Rektor Unisba, Harits Nu'man, pada 2 September 2025, mengungkapkan bahwa aparat keamanan telah berupaya mengamankan area kampus dari pihak luar. Kendati demikian, insiden penembakan gas air mata tetap terjadi, memunculkan pertanyaan tentang efektivitas langkah-langkah pengamanan yang telah diambil.
Insiden di Unisba ini menjadi pengingat betapa krusialnya menjaga ruang aman di lingkungan akademik. Kampus seharusnya menjadi tempat yang kondusif bagi mahasiswa untuk belajar, berdiskusi, dan menyampaikan aspirasi tanpa rasa takut. Semua pihak, termasuk pemerintah, aparat keamanan, dan pimpinan universitas, harus bersinergi memastikan peristiwa serupa tidak terulang. Langkah-langkah preventif dan responsif yang tepat perlu diambil untuk melindungi mahasiswa dan menjaga marwah gerakan mahasiswa yang damai dan konstruktif. Dialog yang terbuka dan inklusif antara semua pihak terkait perlu ditingkatkan untuk membangun lingkungan akademik yang aman, nyaman, dan berkeadilan bagi semua.