KIP Kuliah Dipotong? Mahasiswa Ketar-Ketir, Kampus Swasta Kena Imbas!

Gelombang protes muncul akibat kebijakan pemangkasan nilai bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Anggota DPR RI pun turut menyuarakan kekhawatiran, terutama terkait dampaknya bagi mahasiswa di perguruan tinggi swasta.
Pemangkasan KIP Kuliah Jadi Sorotan
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti, pada Selasa (23/9/2025), mengungkapkan kekhawatiran bahwa pemangkasan bantuan KIP Kuliah hingga 45% untuk kampus swasta unggulan dapat memicu persoalan serius. Ia menilai kebijakan ini berpotensi menghalangi akses pendidikan tinggi bagi mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu.
"Ini sangat berat," ujarnya. "Sudah menerima mahasiswa dengan KIP, tahu-tahu bantuannya dipotong hampir setengah. Kampus swasta yang seharusnya dibantu, malah terbebani."
Esti menambahkan, mahasiswa yang semula berharap bisa kuliah dengan bantuan KIP Kuliah, kini terancam putus studi akibat pengurangan tersebut.
Kampus Swasta Diprediksi Menanggung Beban
Pemangkasan ini, menurut Esti, berpotensi menimbulkan dampak berlapis. Tak hanya dirasakan mahasiswa dari keluarga miskin, kampus swasta pun terpaksa menanggung beban tambahan. Pasalnya, mereka dilarang menarik biaya tambahan dari mahasiswa penerima KIP.
"Dan banyak kampus menyampaikan keberatan," lanjutnya. "Efeknya, jumlah mahasiswa yang diterima dengan KIP Kuliah berkurang, dan membuat anak dari keluarga tidak mampu kehilangan kesempatan untuk kuliah."
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menjadi salah satu kampus swasta yang telah menyuarakan keresahannya. Dalam pernyataan sikapnya, UMY menolak pemangkasan bantuan KIP Kuliah tahun 2025.
Wakil Rektor UMY, Prof. Dr. Zuly Qodir, berpendapat bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan konstitusi dan regulasi nasional yang mengatur pemerataan pendidikan di Indonesia.
Zuly mengungkapkan bahwa nilai bantuan KIP Kuliah yang semula mencapai sekitar Rp8,5 juta per semester, kini dipangkas menjadi sekitar Rp4,5 juta. Ia menyayangkan kebijakan ini diterapkan tanpa perhitungan matang, bahkan setelah kampus selesai menerima mahasiswa baru.
Pendidikan Sebagai Hak Warga Negara
Esti menegaskan bahwa pendidikan adalah hak konstitusional setiap orang. Ia menyarankan agar pemerintah memastikan setiap anak, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu, tetap memiliki akses ke pendidikan tinggi.
"Pendidikan adalah hak konstitusional setiap warga negara. Negara tidak boleh mengabaikan tanggung jawabnya terhadap pemerataan kesempatan belajar," tegasnya.
Ia menyarankan agar Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) segera meninjau ulang kebijakan pemangkasan KIP Kuliah, dengan tujuan memperkuat alokasi anggaran untuk bantuan pendidikan.
Selain itu, Esti mendorong pengawasan ketat terhadap program-program strategis nasional lainnya, agar tidak tergeser oleh alokasi anggaran yang kurang tepat sasaran.
"Ini bukan hanya soal beasiswa, ini soal keadilan sosial dan masa depan bangsa," paparnya. "Pemerintah harus memastikan bahwa setiap anak bangsa, tanpa terkecuali, tetap memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi dan berkontribusi pada pembangunan nasional."
Komisi X DPR RI Siap Mengawal KIP Kuliah
Esti dan Komisi X DPR RI berkomitmen untuk mengawal kebijakan KIP Kuliah agar sesuai dengan prinsip dasar pemerataan pendidikan. Baginya, KIP Kuliah bukan sekadar beasiswa, melainkan juga wujud keadilan sosial dan investasi masa depan bangsa.
"Komisi X akan terus mengawasi pelaksanaan program KIP Kuliah," pungkas Esti. "Kami akan dorong agar kebijakan ini dikembalikan pada prinsip dasarnya, memberikan akses setara bagi seluruh anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan tinggi, bukan justru menutup jalan mereka."