Kisah di Jambore, Pramuka Muslim Dunia Terkejut dengan Sapaan dan Bahasa Gaul?

Ribuan Pramuka Muslim dari berbagai negara berkumpul di Bumi Perkemahan Cibubur untuk mengikuti World Moslem Scout Jamboree (WMSJ) 2025. Di tengah kegiatan kepramukaan yang seru, beberapa peserta mengalami kejutan budaya, khususnya terkait tradisi salim dan bahasa gaul yang populer di kalangan remaja Indonesia.
Pengalaman Unik Peserta dari Berbagai Negara
Rosyid dari Qatar: Terkejut dengan Salim ala Santri
Rosyid, Pramuka berusia 16 tahun asal Qatar, mengaku kaget dengan kebiasaan salim yang umum dilakukan para santri di Indonesia. "Saya perhatikan, saat bersalaman, banyak yang menempelkan tangannya ke dahi. Awalnya saya cukup heran," ungkapnya saat ditemui di area WMSJ 2025, Sabtu (13/9/2025). Salim, yaitu mencium tangan orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan, lazim di lingkungan pesantren. Bagi Rosyid, tradisi ini terasa asing sehingga butuh adaptasi. "Saya belum terbiasa, jadi mohon maaf, saya menarik tangan saya," tambahnya. Mayoritas peserta WMSJ 2025 memang berasal dari pesantren-pesantren di Indonesia.
Nabil dari Malaysia: Bingung dengan "Lu-Gue"
Sementara itu, Nabil (14), Pramuka asal Malaysia, merasa sedikit kebingungan dengan bahasa gaul yang sering didengarnya di perkemahan. "Bahasa menjadi tantangan tersendiri. Kadang ada yang bilang 'lu-gue', 'aku-kamu', 'saya-kamu'. Saya bingung, tapi masih bisa saya pahami," kata Nabil, remaja asal Kuala Lumpur ini. Perbedaan bahasa ini menjadi bumbu dalam interaksi antar peserta dari berbagai negara. Untungnya, selain soal bahasa, Nabil merasa nyaman dengan cuaca dan makanan yang tak jauh berbeda dengan negaranya.
WMSJ 2025: Lebih dari Sekadar Perkemahan
Belajar Karakter dan Saling Mengenal Budaya
Kejutan budaya hanya sebagian kecil dari pengalaman para peserta di WMSJ 2025. Jambore ini menjadi ajang bagi mereka untuk menjalin persahabatan, mengenal budaya lain, dan menempa karakter. Rosyid menuturkan, dirinya banyak belajar tentang pengembangan karakter. "Di sini saya belajar bagaimana berkomunikasi, menolong sesama, dan bersenang-senang dengan teman-teman dari berbagai negara," ujarnya. Ia juga menikmati pertunjukan seni dan tarian tradisional dari berbagai negara.
Jelajah Indonesia: TMII dan Kebun Raya Bogor
Selain aktivitas di area perkemahan, para peserta WMSJ 2025 juga berkesempatan mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan Kebun Raya Bogor. Kunjungan ini memberikan pengalaman berharga untuk mengenal lebih dekat budaya dan kekayaan alam Indonesia. Nabil, misalnya, sangat antusias saat mencoba wayang kulit. Ia juga bertukar cinderamata seperti scarf, badge, kaos, hingga tanjak (penutup kepala adat khas Melayu) dengan para Pramuka dari negara lain.
Kesan Mendalam dari Pramuka Maladewa
Aloof, Shah, Shamees, Areen, dan Leem: Terpikat Pesona Indonesia
Aloof Azzam Farooq (16), Pramuka asal Maladewa, mengaku ingin berlama-lama di Indonesia karena suasananya sangat menyenangkan. Senada dengan Aloof, Shah Muhammad Nashir (16) terkesan dengan kunjungan ke TMII. "Kami bisa melihat miniatur Indonesia di sana. Sangat mengesankan! Saya juga berkenalan dengan banyak teman dari negara lain, kebanyakan dari Indonesia. Jadi kalau saya ke sini lagi, sudah punya banyak teman," ujar Nashir yang sudah bertukar akun Instagram dengan teman-teman barunya.
Bumbu Kacang dan Cuaca Jadi Kendala
Hal serupa juga dilakukan Shamees (15), Areen (15) dan Leem (14), teman senegara Aloof dan Shah. Meski dari negara yang sama, kedua tim ini terpisah area perkemahan. Aloof dan Shah berada di perkemahan putra (Kempa), sedangkan ketiga teman perempuannya mendirikan tenda di perkemahan putri (Kempi). "Sudah tukeran akun IG sekitar 100-an teman baru sepertinya," ujar Areen. Mereka sama-sama menikmati kegiatan outbond berupa skywalk hingga outing ke Kebun Raya Bogor. Satu hal yang kurang cocok di lidah mereka adalah bumbu kacang sate ayam. "Bumbu kacangnya ayam itu kurang cocok, sisanya oke," kata Shamees. Selain itu, cuaca hujan deras sempat membuat mereka kurang enak badan.
Ketika Hujan Deras Menguji Ketahanan
Tenda Kebanjiran: Pengalaman Tim Pramuka Putri Manahijussadat
Hujan deras yang mengguyur Buperta Cibubur pada Jumat (12/9/2025) lalu sempat membuat panik tim Pramuka putri dari Pesantren Manahijussadat. Audri (16), Pipit (16), Sabila (16), Atina (15), Amelia (16) hingga Jasmin (16) terpaksa buru-buru memindahkan tenda dari area kemah yang lebih rendah karena aliran air hujan menuju ke sana. "Sempat masuk tenda sedikit airnya," kata Sabila. Meski begitu, mereka tetap menikmati kegiatan di WMSJ 2025.
Membatik, Membuat Gerabah, dan Nonton Konser
Berbagai kegiatan menarik seperti membatik, membuat gerabah, outing ke Kebun Raya Bogor hingga TMII pun mereka ikuti. "Kalau malam ada konser, kemarin ada Fathin (penyanyi Fathin Shidqia)," kata Sabila. Menurut panitia bagian Media WMSJ 2025, Eta Lica Hanan Nadifa, setiap malam ada konser di lapangan utama yang menampilkan berbagai artis, termasuk Iwan Fals dan band Wali.
Tantangan di Balik Suksesnya WMSJ 2025
Hujan Deras Jadi Ujian Terberat
Ketua Panitia WMSJ 2025, Aditya Warman, mengakui bahwa hujan deras menjadi tantangan terbesar dalam penyelenggaraan jambore ini. "Hujan dengan intensitas tinggi dan durasi yang cukup lama mengakibatkan beberapa hal, seperti tenda roboh, air mengalir cukup deras di beberapa titik perkemahan, dan pohon tumbang," tuturnya.
Solidaritas Panitia dan Relawan Atasi Kendala
Namun, Aditya memastikan bahwa semua kendala dapat ditangani dengan baik berkat kerja keras tim panitia dan para relawan. Pihaknya juga telah menyiapkan beberapa gedung untuk evakuasi jika diperlukan. "Kami bersama tim penyedia tenda bergerak cepat untuk memperbaiki atau mengganti tenda yang roboh," imbuhnya. Sebanyak 457 panitia dan 2.150 relawan, yang mayoritas berasal dari Pondok Pesantren Gontor, memberikan pelayanan terbaik kepada para peserta.
Dana Swadaya untuk Tujuan Mulia
Aditya menjelaskan bahwa pendanaan WMSJ 2025 hampir seluruhnya berasal dari swadana, yaitu iuran peserta. "Iuran ini digunakan untuk maslahat bersama, relatif cukup terjangkau, karena per orang Rp 1,5 juta," ujarnya. Ia bersyukur jambore pramuka muslim pertama di dunia dalam rangka memperingati 100 Tahun Ponpes Gontor ini berjalan lancar hingga akhir. "Acara ini bukan hanya untuk berkumpulnya pramuka-pramuka guna mengadakan acara-acara terkait teknik kepramukaan, tetapi yang lebih utama adalah untuk mengumpulkan tunas-tunas muda, baik Indonesia maupun tunas-tunas muda Islam di manapun berada, untuk membangun komitmen persatuan, perdamaian, pengabdian, dan budi pekerti atau akhlak," pungkasnya.