MBG dalam Sorotan, Apa Kata Mereka?

Table of Contents
MBG dalam Sorotan, Apa Kata Mereka?


Jakarta - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menjadi perbincangan hangat. Surat edaran dari MTs Negeri 2 Brebes yang meminta persetujuan wali murid untuk menerima atau menolak program ini menuai kritik pedas. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) ikut angkat bicara, menyoroti sejumlah potensi masalah dalam implementasi MBG, mulai dari cara pelaksanaannya hingga perlindungan hak anak.

JPPI Pertanyakan Program MBG: Ada Apa di Balik Layar?

JPPI menyoroti potensi masalah serius dalam program MBG yang tengah menjadi sorotan publik. Mereka menilai, ada indikasi yang kurang beres dalam pelaksanaan program yang seharusnya bertujuan mulia, yakni meningkatkan gizi anak-anak Indonesia.

Surat Pernyataan Bermasalah: Dua Kasus Mencuat

Selain surat edaran yang ramai dibahas di MTs Negeri 2 Brebes, JPPI juga menyoroti kasus serupa yang terjadi di SDN 17 Napo, Polewali Mandar. Di kedua sekolah ini, orang tua diminta menandatangani surat pernyataan yang intinya membebaskan pihak penyelenggara dari tanggung jawab jika anak mereka sakit atau keracunan akibat program MBG. Lebih jauh lagi, orang tua diminta untuk tidak membicarakan kejadian tersebut kepada siapa pun, termasuk media.

"Dua kasus ini adalah sinyal kuat adanya masalah yang lebih besar dalam program MBG," tegas Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi pada Kamis, 18 September 2025.

Akar Masalah MBG: Lebih Dalam dari yang Terlihat?

Menurut JPPI, dua kasus yang mencuat ini hanyalah puncak gunung es dari permasalahan yang lebih mendalam dalam program MBG. Mereka melihat adanya masalah akut dalam mekanisme pelaksanaan, kurangnya transparansi, potensi konflik kepentingan, hingga pelanggaran hak anak. JPPI khawatir, surat edaran serupa juga beredar luas di sekolah dan madrasah lain, namun tersembunyi karena adanya larangan bagi sekolah dan orang tua untuk berbicara kepada publik.

"Fenomena ini berpotensi menjadi skandal besar, di mana negara seolah lepas tangan dari tanggung jawab dan justru menjerumuskan anak-anak menjadi korban," imbuh Ubaid. Ia menambahkan, surat pernyataan semacam itu merupakan bentuk pelecehan terhadap hak anak dan orang tua.

JPPI Mengkritik MBG: Dimana Tanggung Jawab Negara?

JPPI secara terbuka mengkritik berbagai aspek dalam program MBG. Mereka menyoroti potensi pengalihan tanggung jawab dan lemahnya pengawasan dalam implementasi program tersebut.

1. Sekolah Jadi "Bumper": Siapa yang Bertanggung Jawab?

JPPI menilai, kasus di Brebes dan Polewali Mandar menunjukkan bahwa orang tua dan sekolah dipaksa untuk menanggung risiko kesehatan murid. Padahal, tanggung jawab utama seharusnya berada di pundak pemerintah sebagai penyedia program. Sekolah dan madrasah seolah difungsikan sebagai tameng untuk melindungi pemerintah dari potensi tuntutan hukum jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

2. Pengawasan Daerah Lemah: Potensi Penyimpangan Meningkat

JPPI mengkritik kurangnya peran aktif pemerintah daerah, terutama dinas pendidikan dan dinas kesehatan, dalam memastikan standar pangan, distribusi, dan keamanan makanan yang diberikan kepada siswa. Pengawasan yang lemah membuka celah bagi penyimpangan dan potensi masalah kesehatan.

3. Standar Gizi Bermasalah: Tujuan Awal Tidak Tercapai?

JPPI menemukan banyak kasus di mana anak-anak menerima makanan yang jauh dari standar gizi seimbang. Porsi makanan yang kecil, kualitas bahan yang rendah, dan variasi menu yang tidak sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang anak menjadi masalah serius. Kondisi ini tidak hanya gagal mencapai tujuan peningkatan gizi, tetapi juga meningkatkan risiko keracunan massal di berbagai daerah.

"Standar gizi dalam program MBG perlu dievaluasi secara menyeluruh," kata Ubaid. Ia menekankan, pemerintah harus memastikan makanan yang diberikan kepada siswa memenuhi standar gizi yang ditetapkan dan sesuai dengan kebutuhan anak.

4. BGN Pusat Gagal Mengawal Akuntabilitas: Ada yang Ditutupi?

JPPI menilai Badan Gizi Nasional (BGN) pusat, sebagai pengendali program MBG, justru membiarkan klausul-klausul bermasalah dalam surat pernyataan dan terkesan mendorong sekolah untuk menutup kasus jika terjadi keracunan. Hal ini menunjukkan kurangnya akuntabilitas dan transparansi dalam program MBG.

5. Hak Anak Terancam: Eksperimen Kebijakan Tanpa Perlindungan?

JPPI berpendapat bahwa anak-anak dijadikan objek eksperimen kebijakan tanpa perlindungan yang memadai. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Keamanan Pangan. Anak-anak seharusnya dilindungi dari segala bentuk risiko dan bahaya, termasuk risiko keracunan makanan akibat program MBG.

Rekomendasi JPPI: Evaluasi Total untuk MBG

Melihat berbagai permasalahan yang ada, JPPI memberikan sejumlah rekomendasi untuk evaluasi dan perbaikan program MBG. Rekomendasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk memperbaiki implementasi program MBG agar lebih efektif dan aman bagi anak-anak.

Pertama, JPPI mendesak pemerintah untuk mencabut semua surat pernyataan atau MoU bermasalah yang membebankan risiko kesehatan kepada sekolah, madrasah, atau orang tua. Kedua, JPPI meminta pemerintah untuk memperkuat pengawasan program MBG, melibatkan pemerintah daerah, BPOM, dinas kesehatan, serta masyarakat sipil dalam setiap tahap distribusi makanan di sekolah atau madrasah. Ketiga, JPPI menekankan pentingnya Badan Gizi Nasional (BGN) pusat untuk bertanggung jawab penuh terhadap keamanan, transparansi, dan standar gizi program MBG. BGN pusat tidak boleh berlindung di balik sekolah atau madrasah. Keempat, JPPI merekomendasikan publikasi terbuka terhadap setiap kasus keracunan agar masyarakat tahu dan tidak ditutup-tutupi. Terakhir, JPPI mendesak pemerintah untuk menghentikan dan mengevaluasi semua program MBG secara menyeluruh, sehingga benar-benar menjadi kebijakan gizi anak, bukan semata proyek politik.

"Jika pemerintah serius dengan MBG, maka harus ada jaminan mutu, transparansi, dan mekanisme tanggung jawab yang jelas dari pusat hingga sekolah. Jangan jadikan murid sebagai korban eksperimen politik," pungkas Ubaid.

Evaluasi menyeluruh terhadap program MBG dinilai krusial untuk memastikan program ini berjalan sesuai tujuan dan memberikan manfaat yang optimal bagi anak-anak Indonesia. Ke depan, diharapkan pemerintah dapat lebih memperhatikan aspek keamanan, kualitas gizi, dan akuntabilitas dalam setiap program yang melibatkan anak-anak sebagai penerima manfaat.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.