Nadiem Makarim Bernasib Sama dengan Tom Lembong? Hotman Paris Ungkap Kesamaan Kasusnya

Pengacara Hotman Paris Hutapea melihat adanya benang merah antara kasus hukum yang menjerat mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, dengan kasus yang dialami mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong, yang lebih dikenal dengan nama Tom Lembong. Hotman, yang kini menjadi bagian dari tim kuasa hukum Nadiem, menyampaikan pandangannya ini dalam sebuah konferensi pers.
Hotman Paris: Kasus Nadiem Makarim Mirip Kasus Tom Lembong
Pada Senin, 8 September 2025, di Jakarta, Hotman Paris secara terbuka menyatakan keyakinannya bahwa kasus Nadiem Makarim punya kesamaan fundamental dengan kasus Tom Lembong. Menurutnya, titik persamaannya terletak pada belum adanya bukti kuat yang menunjukkan adanya upaya memperkaya diri sendiri dalam kedua kasus tersebut. "Jadi, ini persis sama dengan kasus Tom Lembong, unsur memperkaya diri belum ada bukti," tegas Hotman di hadapan media. Ia juga menambahkan bahwa penetapan Nadiem sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada Kamis, 5 September 2025, terkait pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022, dinilai terlalu cepat mengingat minimnya bukti yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
Fokus Pembelaan: Tidak Ada Bukti Nadiem Makarim Memperkaya Diri
Hotman Paris dengan lugas menyatakan bahwa hingga saat ini, belum ada aliran dana sepeser pun yang mengarah ke kantong pribadi Nadiem Makarim terkait proyek pengadaan laptop Chromebook. "Sampai hari ini tidak ada satu sen pun uang yang mengalir kepada Nadiem. Sekali lagi, tidak ada satu sen pun. Baik dari segi bukti rekening bank maupun dari segi saksi yang menyatakan Nadiem pernah terima uang," ujarnya. Bantahan serupa juga disampaikan terkait dugaan memperkaya orang lain. Menurut Hotman, praktik mark up atau penggelembungan harga adalah kunci dalam tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain. Namun, fakta yang ditemukan di lapangan justru menunjukkan hal yang berbeda.
Penjelasan Kasus Chromebook dari Sudut Pandang Hotman Paris
Hotman Paris menjelaskan bahwa kasus yang melibatkan Nadiem Makarim berawal dari program pengadaan laptop Chromebook yang ditujukan untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Program ini memiliki tujuan mulia, yaitu mendukung digitalisasi pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Sayangnya, dalam pelaksanaannya, program ini diduga bermasalah dan memicu penyelidikan oleh Kejaksaan Agung. Meskipun demikian, Hotman tetap yakin bahwa kliennya tidak bersalah dan tidak terlibat dalam praktik korupsi. Ia percaya bahwa Nadiem Makarim menjalankan tugasnya sebagai Mendikbudristek dengan niat baik untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Audit BPKP Tidak Temukan Indikasi Mark Up Harga
Sebagai bukti pendukung ketidakbersalahan Nadiem Makarim, Hotman Paris merujuk pada hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil audit tersebut, menurutnya, tidak menemukan adanya indikasi penggelembungan harga dalam pengadaan laptop Chromebook. "Dan di dalam hasil audit BPKP ini disebutkan. Ini saya bacakan ya. Tujuan BPKP untuk melakukan audit ini adalah untuk men-audit program bantuan laptop tersebut di SD, SMP, SLB yang bersungguh dari APBN untuk meneliti, memeriksa apakah tepat. Satu, apakah tepat jumlah, apakah tepat harga, apakah tepat kualitas dan tepat manfaat," jelasnya. Hotman juga menambahkan bahwa audit tersebut dilakukan sebanyak dua kali dalam tahun yang berbeda, yang semakin memperkuat validitas hasilnya. Dengan demikian, ia berpendapat bahwa tidak ada dasar yang kuat untuk menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka.
Kilasan Kasus Tom Lembong: Operasi Pasar dan Tuduhan Memperkaya Importir
Hotman Paris kemudian mengulas singkat kasus yang pernah menimpa Tom Lembong. Menurutnya, kasus Tom Lembong bermula dari perintah Presiden Joko Widodo untuk melakukan operasi pasar karena harga gula di pasar telah melonjak hingga Rp 19.000 per kilogram. Tom Lembong kemudian mengambil kebijakan untuk mengimpor gula, yang menurut Hotman berhasil menurunkan harga gula secara signifikan. "Makanya semua direksi menyatakan negara untung bukan hanya negara, rakyat Indonesia 150 juta untung," kata Hotman. Namun, kebijakan tersebut justru membuat Tom Lembong dituduh memperkaya perusahaan importir gula. Tuduhan inilah yang kemudian menyeret Tom Lembong ke ranah hukum.
Vonis Pengadilan dan Abolisi untuk Tom Lembong
Pada 18 Juli 2025, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada Tom Lembong atas kasus importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015-2016. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman 7 tahun penjara. Meskipun begitu, Tom Lembong akhirnya mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto, seperti yang diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada Kamis (31/7/2025) malam.