Rahasia Alam, Kenapa Kotoran Wombat Berbentuk Kubus Ajaib?

Mungkin Anda pernah bertanya-tanya, mengapa kotoran wombat, marsupial asli Australia, berbentuk kubus? Misteri alam ini akhirnya terpecahkan oleh para ilmuwan, mengungkap alasan di balik bentuk unik yang membedakan wombat dari hewan lainnya.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Soft Matter menjelaskan mengapa wombat menjadi satu-satunya spesies di dunia yang menghasilkan kotoran berbentuk kubus. Fakta ini, yang semula dianggap hanya anekdot belaka, kini memiliki penjelasan ilmiah.
Mengapa Kotoran Wombat Berbentuk Kotak?
Selama bertahun-tahun, para ahli dibuat penasaran bagaimana wombat, hewan herbivora dengan metabolisme khusus, mampu menghasilkan kotoran dengan bentuk geometris yang nyaris sempurna. Akhirnya, tim peneliti gabungan dari Amerika Serikat dan Australia berhasil menemukan jawabannya. Kuncinya terletak pada struktur dan fungsi usus wombat yang tak lazim.
Peran Usus Wombat yang Panjang dan Kering
Salah satu faktor kunci yang membentuk kotoran kubus wombat adalah panjang ususnya yang luar biasa. Dr. Scott Carver, seorang ahli ekologi alam liar dari University of Tasmania, mengungkapkan bahwa usus wombat bisa mencapai sekitar 10 meter. Jauh melebihi usus manusia yang rata-rata hanya 7 meter.
"Usus yang panjang memungkinkan wombat menyerap lebih banyak air dari kotorannya," terang Dr. Carver. Penyerapan air yang intensif ini menghasilkan feses yang lebih kering dan padat, dengan kadar air hanya sekitar 65%. Sebagai perbandingan, kotoran manusia biasanya memiliki kadar air sekitar 75%. Tingkat kekeringan ini berperan penting dalam pembentukan kubus. Usus yang panjang memberi waktu yang cukup bagi feses untuk mengeras dan mengambil bentuk yang ditentukan oleh struktur usus.
Kelenturan Usus yang Tidak Merata
Lebih jauh, penelitian menunjukkan bahwa kelenturan usus wombat tidak seragam. Pembedahan terhadap wombat yang telah mati mengungkapkan bahwa sebagian ususnya kaku, sementara yang lain lentur. Perbedaan kekakuan inilah, menurut para peneliti, kunci utama pembentukan kotoran kubus.
Bagian usus yang kaku berfungsi sebagai cetakan, memaksa kotoran menekuk dan membentuk sudut-sudut tajam. Sementara itu, bagian usus yang lebih lentur memberikan fleksibilitas yang diperlukan agar kotoran dapat bergerak dan menyesuaikan diri dengan bentuk yang diinginkan. "Laboratorium kami menemukan bahwa kubus kotoran itu terbentuk di usus, bukan di sfingter atau lubang kotoran," tegas Dr. Carver.
Dr. Hu, peneliti lain yang terlibat dalam studi ini dari Georgia Tech University, bersama timnya membuat model usus wombat menggunakan bubur cokelat dari tepung maizena. Mereka menciptakan model dengan bagian-bagian yang memiliki kekakuan berbeda. Hasilnya, simulasi ini menunjukkan bahwa bagian usus yang kaku mampu menahan pembengkokan dan membentuk dinding-dinding kubus pada bubur cokelat tersebut. "Saat bubur cokelat memenuhi usus, zona kaku akan menahan pembengkokan di wilayah tersebut. Empat zona kaku seperti itu dapat menciptakan empat dinding kubus. Sudut-sudut kubus akan menjadi konsekuensi dari zona lunak perantara," jelas Dr. Hu.
Penemuan Tak Sengaja yang Membuka Mata
Menariknya, penemuan ini bukanlah hasil dari penelitian yang direncanakan secara khusus. Dr. Carver awalnya hanya berencana melakukan pembedahan rutin pada bangkai wombat untuk mempelajari anatominya. Namun, ketika ia menemukan panjang usus hewan tersebut yang luar biasa, ia mulai bertanya-tanya mengapa kotorannya berbentuk kubus. "Ada beragam hipotesis untuk menjelaskan fenomena ini, tetapi belum ada yang menginvestigasinya. Riset ini adalah usaha menyenangkan dalam menjawab soal 'bagaimana' dan 'kenapa'," ungkap Dr. Carver.
Penelitian ini menyoroti pentingnya rasa ingin tahu dan kesempatan dalam penemuan ilmiah. Seringkali, penemuan terbesar justru terjadi ketika para ilmuwan mengikuti intuisi mereka dan menyelidiki fenomena yang tampaknya sederhana.
Implikasi Penelitian dan Daya Tarik Sains
Penelitian ini tidak hanya menjawab pertanyaan ilmiah yang unik, tetapi juga memiliki implikasi yang lebih luas. Memahami bagaimana wombat membentuk kotoran kubus dapat membantu dalam mengembangkan teknik manufaktur baru, seperti 3D printing atau robotika. Selain itu, penelitian ini juga dapat membantu meningkatkan pemahaman kita tentang fungsi usus dan kesehatan pencernaan pada hewan dan manusia.
Lebih jauh, para peneliti berharap bahwa penemuan ini dapat memicu minat pada sains, terutama di kalangan anak-anak. Dr. Hu percaya bahwa fakta unik tentang kotoran wombat dapat menjadi cara yang menarik untuk memperkenalkan konsep-konsep ilmiah kepada generasi muda. "Ini seperti ketika kami menemukan bahwa semua mamalia rata-rata menghabiskan waktu 20 untuk buang air. Penemuan-penemuan kecil ini dapat membuat orang berpikir dan bertanya, dan itulah inti dari sains," katanya.
Penelitian tentang kotoran kubus wombat ini bahkan telah diakui dengan Hadiah Nobel Ig satir dari Improbable Research pada tahun 2019. Penghargaan ini diberikan kepada penelitian-penelitian yang "membuat orang-orang tertawa dan kemudian berpikir." Hal ini menunjukkan bahwa sains tidak harus selalu serius dan kompleks, tetapi juga bisa menyenangkan dan menginspirasi. Temuan ini juga mengingatkan kita bahwa alam sering kali menyimpan rahasia yang tak terduga, dan bahwa rasa ingin tahu serta ketekunan adalah kunci untuk mengungkapnya. Kedepannya, para peneliti berencana melanjutkan studi mereka tentang sistem pencernaan wombat untuk memahami lebih dalam mekanisme pembentukan kotoran kubus dan implikasinya bagi kesehatan dan teknologi.