Revisi UU Sisdiknas, DPR Sebut Naskah Akademik Bohong?
Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tengah menjadi sorotan, memicu diskusi hangat di kalangan pemerhati pendidikan dan masyarakat luas. Di tengah perbincangan ini, muncul kabar mengenai terbitnya naskah akademik revisi UU Sisdiknas. Namun, kabar ini ditepis oleh salah seorang Wakil Ketua Komisi X DPR. Ia menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar alias hoaks, dan proses penyusunan naskah akademik masih terus berjalan.
Klarifikasi DPR Mengenai Naskah Akademik
Informasi yang beredar mengenai terbitnya naskah akademik revisi UU Sisdiknas dinilai tidak akurat. Wakil Ketua Komisi X DPR secara tegas membantah kebenaran kabar tersebut. Pernyataan ini disampaikan di sela-sela acara peluncuran laporan survei di Jakarta, tepatnya di Pintar Campus pada Selasa (30/9/2025) lalu.
"Perlu kami luruskan, berita yang menyebutkan naskah akademik revisi Undang-Undang Sisdiknas telah terbit itu tidak benar. Itu adalah hoaks," ujarnya kepada awak media, berupaya meluruskan informasi simpang siur yang beredar dan memberikan kepastian mengenai status revisi UU Sisdiknas.
Proses Penyusunan Naskah Akademik Terus Berlanjut
Sang wakil ketua menjelaskan bahwa saat ini, penyusunan naskah akademik masih dalam tahap "penggodokan". Pihaknya masih membuka diri terhadap masukan dan saran dari berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, serta para pemangku kepentingan lainnya di bidang pendidikan.
"Kami sangat terbuka terhadap masukan dari berbagai elemen masyarakat. Pendidikan adalah isu krusial yang menyangkut masa depan bangsa, sehingga partisipasi aktif dari seluruh pihak sangat kami harapkan," imbuhnya. Proses penyusunan naskah akademik ini dilakukan dengan cermat dan melibatkan berbagai ahli pendidikan, demi menghasilkan naskah yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan zaman.
Fokus Utama Revisi UU Sisdiknas
Kodifikasi UU Guru dan Dosen serta UU Pendidikan Tinggi
Salah satu fokus utama dalam revisi UU Sisdiknas adalah melakukan kodifikasi terhadap Undang-Undang Guru dan Dosen serta Undang-Undang Pendidikan Tinggi. Tujuan dari upaya kodifikasi ini adalah untuk menyederhanakan regulasi di bidang pendidikan dan menciptakan sistem yang lebih terintegrasi.
"Dengan mengkodifikasi beberapa undang-undang terkait, kita berharap dapat menciptakan regulasi yang lebih ringkas, jelas, dan mudah dipahami oleh semua pihak. Ini akan berdampak positif terhadap efektivitas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia," jelasnya. Proses kodifikasi ini melibatkan penyatuan substansi dari berbagai undang-undang terkait ke dalam satu undang-undang yang komprehensif.
Substansi Krusial yang Dibahas dalam Revisi
Selain kodifikasi, revisi UU Sisdiknas juga akan membahas berbagai substansi penting lainnya. Beberapa di antaranya termasuk kurikulum pendidikan, kategori guru, status honorer, sistem penggajian dan kesejahteraan guru, serta pengakuan negara terhadap tingkatan pendidikan. Bahkan, wacana mengenai wajib belajar 13 tahun turut masuk dalam agenda pembahasan revisi undang-undang ini.
Pemerintah dan DPR memiliki kesepahaman bahwa revisi UU Sisdiknas harus mampu menjawab tantangan pendidikan di era globalisasi, sekaligus mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk menghadapi masa depan. Hal ini mencakup peningkatan kualitas kurikulum agar relevan dengan kebutuhan pasar kerja, peningkatan kompetensi guru, serta pemerataan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Tunjangan Guru Berbasis Kinerja
Pertimbangan Tunjangan Kinerja dalam Revisi UU Sisdiknas
Isu mengenai tunjangan guru berdasarkan kinerja juga menjadi salah satu poin penting yang akan dibahas dalam revisi UU Sisdiknas. Pemerintah dan DPR saat ini sedang mempertimbangkan berbagai opsi terkait mekanisme pemberian tunjangan yang lebih efektif dan adil bagi para guru.
"Tunjangan berdasarkan kinerja adalah salah satu opsi yang sedang kami telaah. Namun, kami juga menyadari bahwa sistem ini memiliki tantangan tersendiri. Oleh karena itu, kami akan melakukan kajian mendalam untuk memastikan bahwa sistem ini benar-benar efektif dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi guru," paparnya.
Pemberian tunjangan berdasarkan kinerja diharapkan dapat memotivasi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan memberikan yang terbaik bagi para siswa. Namun, sistem ini juga perlu dirancang dengan hati-hati, agar tidak menimbulkan persaingan tidak sehat atau membebani guru dengan target yang tidak realistis. Pemerintah dan DPR berkomitmen untuk mencari solusi terbaik yang dapat meningkatkan kesejahteraan guru dan kualitas pendidikan di Indonesia.
Revisi UU Sisdiknas ini diharapkan mampu membawa perubahan positif bagi dunia pendidikan di Indonesia. Prosesnya yang masih berlangsung membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh pihak terkait, agar menghasilkan undang-undang yang komprehensif, relevan, dan mampu menjawab tantangan pendidikan di masa depan. Perkembangan terkini menunjukkan bahwa pembahasan mengenai revisi ini masih terus bergulir di DPR, dengan harapan dapat segera diselesaikan dan disahkan menjadi undang-undang.