Terungkap, Fakta Mengejutkan di Balik Kasus Kekerasan Anak di Jaksel

Table of Contents
Terungkap, Fakta Mengejutkan di Balik Kasus Kekerasan Anak di Jaksel


Kasus kekerasan terhadap anak kembali mencoreng wajah Jakarta Selatan. Publik dikejutkan dengan terungkapnya fakta-fakta memilukan terkait penganiayaan seorang anak berusia 7 tahun, yang melibatkan orang-orang terdekatnya.

'Ayah Juna' Bukan Ayah Kandung, Melainkan Pasangan Sesama Jenis Ibu Korban

Kasus dugaan penganiayaan terhadap MK (7), yang ditemukan dalam kondisi mengenaskan di kawasan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, memasuki babak baru yang mengejutkan. Sosok pelaku kekerasan yang selama ini dikenal korban sebagai 'Ayah Juna', ternyata bukanlah ayah kandungnya. Lebih mencengangkan lagi, 'Ayah Juna' adalah seorang wanita berinisial EF alias YA (40), yang merupakan pasangan sesama jenis dari ibu korban.

Klarifikasi ini disampaikan oleh Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, AKP M Prasetyo. "Mereka adalah pasangan sejenis. Pelaku EF ini mengaku bernama Yusuf Arjuna atau Ayah Juna," ujarnya, meluruskan kesalahpahaman yang beredar. Fakta ini menambah dimensi yang lebih kompleks dalam kasus yang sudah sangat memprihatinkan ini.

Kronologi: Penemuan Korban dengan Luka Parah

Warga di sekitar Pasar Kebayoran Lama dibuat gempar pada Rabu, 11 Juni lalu. Seorang anak laki-laki bernama MK ditemukan dengan kondisi tubuh penuh luka yang mengkhawatirkan. Luka-luka tersebut ternyata bukan luka biasa. MK mengalami patah tulang di beberapa bagian tubuhnya, serta bekas luka bakar yang mengerikan di area wajah. Penemuan ini memicu penyelidikan intensif dari pihak kepolisian. Kondisi korban yang sedemikian rupa mengindikasikan tindak kekerasan yang brutal dan sistematis.

Informasi awal menyebutkan bahwa korban pernah bersekolah di TK Masyitoh di Balongbendo. Informasi ini menjadi petunjuk penting bagi tim gabungan dari Bareskrim Polri dan Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak untuk melacak identitas serta keberadaan korban.

Pengakuan Mengerikan Pelaku dan Keterlibatan Ibu Korban

Penyelidikan mengarah ke Surabaya, di mana polisi menemukan bukti manifest perjalanan kereta api dari Stasiun Pasar Turi Surabaya menuju Jakarta yang menunjukkan EF alias Ayah Juna bepergian bersama korban. Polisi kemudian berhasil mengamankan EF dan ibu korban, SNK (42), di sebuah indekos di Desa Parengan, Sidoarjo, Jawa Timur.

Pengakuan EF sungguh mengerikan. Ia mengaku kerap memukul, menendang, membanting, bahkan menyiram bensin dan membakar wajah MK di sebuah kebun tebu. Lebih jauh, EF mengaku memukul korban dengan kayu hingga tulangnya patah, membacok dengan golok, dan menyiram tubuhnya dengan air panas.

Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah, mengungkapkan bahwa korban dalam kesaksiannya menyebut sang ibu turut mengetahui perbuatan pelaku, bahkan menyetujui untuk meninggalkan korban di Jakarta. "Dalam kesaksiannya, korban dengan lirih berkata, 'Aku tidak mau bertemu Ayah Juna, aku mau dia dikubur dan dikasih kembang'," tutur Nurul. Pengakuan ini mengindikasikan adanya keterlibatan aktif dari ibu korban dalam serangkaian kekerasan tersebut.

Jeratan Hukum Menanti Pelaku

Atas perbuatan kejinya, EF dan SNK dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 76 B juncto 77 B dan Pasal 76 C juncto 80 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan Berat. Keduanya terancam hukuman maksimal 8 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 juta. Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri saat ini tengah mendalami lebih lanjut motif dan detail kejadian.

Kondisi Korban Terkini dan Upaya Pemulihan

Saat ini, pengasuhan MK telah dialihkan kepada Dinas Sosial (Dinsos) untuk menjamin keselamatan dan mencukupi hak-haknya selama menjalani pemulihan. "Untuk menjamin keselamatan dan mencukupi hak korban, pengasuhan sementara dialihkan kepada Dinas Sosial melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) atau shelter yang telah terakreditasi," jelas Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko.

Trunoyudo menambahkan bahwa kondisi fisik MK sudah jauh lebih baik dibandingkan saat pertama kali ditemukan. Tindakan medis, termasuk operasi, telah dilakukan untuk memulihkan kondisinya. Selain itu, pendampingan psikologis intensif terus diberikan kepada korban untuk memulihkan trauma mendalam yang dialaminya. "Yang bersangkutan masih menjalani perawatan medis lanjutan dan pendampingan psikososial oleh psikolog dan pekerja sosial, karena pemulihan fisik, psikologis, dan trauma belum sepenuhnya selesai," jelas Trunoyudo.

Kasus ini menjadi pengingat pahit akan pentingnya perlindungan anak dan pengawasan yang ketat, terutama dari orang-orang terdekat. Proses hukum terhadap pelaku diharapkan memberikan keadilan bagi korban dan menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih peduli dan responsif terhadap kasus kekerasan anak. Prioritas utama saat ini adalah pemulihan MK, agar ia dapat kembali menjalani kehidupan normal dan bahagia. Dukungan moral dan doa dari masyarakat diharapkan dapat memperlancar proses pemulihannya.

Hendra Jaya
Hendra Jaya Saya Hendra Jaya, penulis berita teknologi yang senang berbagi tren digital, inovasi, dan perkembangan dunia startup.